| Bagian 15 |

26.1K 1.7K 73
                                    

Ramond baru sampai di Club malam tempat biasa ia datangi. Tadi saat lagi di perjalanan untuk pulang kerumah sehabis dari kantor. Ramond di hubungi oleh waiter di Club itu melalui ponsel Ethan. Waiter itu mengatakan kalau Ethan bertengkar dengan salah satu orang yang ada disana. Ramond sendiri tidak habis pikir bagaimana mungkin bisa Ethan lepas kendali.

Langsung saja Ramond menemui Ethan. Pria itu di amankan disalah satu kamar VIP yang sudah biasa di pesan.

"Bagaimana bisa Ethan bertengkar dengan pengunjung disini?" tanya Ramond pada Waiters pria. Ia menemuinya di depan pintu VIP.

"Tuan Ethan terlalu mabuk sampai tidak bisa mengontrol emosinya." jawab Waiters pria itu.

Ramond mengangguk paham. "Baik 'lah. Lalu dimana pengunjung yang bertengkar dengan Ethan?" lagi, Ramond bertanya.

"Beliau sudah pihak kami amankan." Waiters itu berucap.

Sekali lagi, Ramond mengangguk paham. Dia langsung membuka pintu ruang VIP—tatapan matanya langsung tertuju pada Ethan. Pria itu sedang berbaring telungkup di atas ranjang.

Ramond menutup pintu. Berjalan pelan mendekati Ethan—tubuhnya terhempas pada sebuah sofa single yang ada di kamar itu.

"Ck!" Ramond berdecak pelan. Dia tahu bagaimana Ethan. Sudah lama tidak pernah mabuk sampai tidak sadarkan diri. Tapi kali ini Ethan sepertinya terlalu banyak minum sampai tidak sadar. Hal itu mengingatkan Ramond pada Enam Tahun lalu.

Ramond tahu Ethan tidak akan datang ke Club hanya untuk sekedar hiburan. Ia sangat tahu kedatangan Ethan kesini pasti karena pria itu mempunyai masalah atau sekedar kekacauan yang sedang terjadi. Sejak memiliki Zayn, Ethan menjadi pribadi yang berbeda—bukan lagi pria suka bermabuk.

Ethan melenguh—bangkit dari posisi telungkupnya. Mata Ethan langsung melihat keberadaan Ramond di sofa. Dia kembali berbaring—menatap langit-langit kamar VIP.

"Sekarang semuanya terungkap." kata Ethan pada Ramond.

Ramond mengernyitkan keningnya. "Terungkap?" ulang Ramond kebingungan. "Apa yang kau maksud terungkap?"

Ethan kembali bangun—sekarang posisinya duduk di ranjang. "Kepergiannya, Ram. Aku tahu sekarang kenapa dia pergi bertahun-tahun."

"Apa yang kau bicarakan?" Ramond berdecak. Belum menangkap maksud dari pembicaraan Ethan.

"Ava, aku membicarakan Ava." kata Ethan cepat. "Sekarang aku tahu kenapa dia pergi pada hari itu."

"Kenapa?" Ramond bertanya, mulai paham. Ia jadi penasaran.

"Aku bodoh tidak menyadarinya dari awal. Tapi, Ramond aku bukan Tuhan yang bisa tahu segala isi hati seseorang. Bagaimana aku bisa tahu dan mengerti kalau dia sendiri tidak mengakuinya?" Ethan berucap lirih.

"Ava mencintaimu?" tebak Ramond. Dan Ethan mengangguk. Damn! Ramond sudah menebak dari awal. Ketika Ethan bercerita mengenai kepergian Ava. Disitu Ramond langsung mengerti. Tidak mungkin seseorang pergi tanpa memiliki alasan. Belum lagi, kepergian Ava sendiri tidak memberitahukan tujuannya. Jika memang memiliki alasan, seharusnya Ava bisa memberitahu Ethan.

Ethan bangkit dari ranjang. Berjalan gontai untuk mendekati Ramond. Namun, karena terlalu banyak minum tubuh Ethan yang belum sadar sepenuhnya jadi limbung. Dia duduk di lantai sambil menatap pada Ramond. "Bagaimana mungkin dia menyembunyikan 'nya selama ini?" gumam Ethan serak.

"Kalian bersahabat dari kecil. Ethan mustahil sepasang lawan jenis menjalin persahabatan tanpa ada rasanya cinta di dalam hati. Baik itu kau ataupun Ava. Kau tidak merasakan cinta itu. Tapi, Ava merasakannya. Mungkin Ava menyembunyikan perasaannya darimu karena.."

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang