| Bagian 20 |

22.8K 1.4K 18
                                    

Keesokan Harinya.

"Tidak boleh, Zayn. Itu milikku. Kau tidak boleh mengambil hak yang bukan milikmu." Claire berbicara pada Zayn. Anak laki-laki itu tampak acuh tidak mendengarkan dan tetap merusak boneka Barbie milik Claire. "Zayn jangan dirusak!" kata Claire memekik. Matanya berkaca-kaca melihat boneka Barbie pemberian Ava di rusak oleh Zayn.

Zayn tidak menjawab. Ia melempar potongan Barbie ke kaki Claire.

Claire merunduk memandang Barbienya yang mulai tidak terbentuk. Isakan kecil lolos dari bibirnya. "Jangan di rusak. Itu milikku." isak Claire.

Zayn tersenyum sinis. "Tapi sudah rusak!" kata Zayn menjulurkan lidahnya—meledek. "Dasar cengeng."

Claire memandang Zayn kesal. Namun, tidak membalas perlakuan Zayn. Dirinya hanya terisak sambil sesekali melihat kebawah. Anak laki-laki itu benar-benar merusak boneka Barbie milik Claire. Kaki dan tangannya sudah terlepas dari tubuh Barbie itu.

"Anak-anak ayo kita sa.." ucapan Ava mengambang saat melihat Claire menangis dengan Zayn yang berdiri di hadapan anak gadisnya. Buru-buru Ava menghampiri keduanya.

Zayn melihat pada Ava. Tidak bersuara—kepalanya menunduk.

"Claire ada apa?" Ava bertanya dengan tenang. Dia berlutut di antara Zayn dan Claire.

"Barbie dari Mommy di rusak sama Zayn." adu Claire terisak. Jari telunjuknya menunjuk Barbie di bawah.

Ava menunduk—melihat mainan Claire yang rusak. Lalu beralih menatap Zayn. Dengan lembut, Ava bertanya. "Benar Zayn yang rusak mainan Claire?"

Zayn mengadahkan kepala—sedikit kemudian mengangguk kecil.

Ava tersenyum—meraih kedua tubuh Zayn juga Claire—memeluknya erat. "Zayn sayang kenapa merusak mainan Claire?" Lagi, Ava bertanya pada keduanya. "Dan Claire kenapa menangis?"

"Barbienya di rusak karena itu Claire menangis." Claire menjawab dengan suara seraknya.

Ava manggutkan kepala paham, menoleh pada Zayn. "Lalu Zayn kenapa rusak mainan Claire?"

"Tidak apa-apa, aku tidak suka," jawab Zayn datar.

Ava tersenyum lebar. "Kenapa Zayn tidak suka?" tukas Ava menatap Zayn lekat.

Zayn mengangkat kedua bahunya acuh. "Tidak tahu!" timpal Zayn sangat datar. Sorot matanya begitu tidak bersahabat pada Claire.

"Ah—begitu ya, yasudah tidak apa-apa kok." Ava tersenyum kecil. Masing-masing meraih tangan anak-anaknya. Mengecup punggung tangan Zayn dan Claire bergantian. "Jangan bertengkar. Lebih baik kita sarapan saja. Bagaimana?"

Claire mengusap sisa-sisa air mata yang ada pada pipi di usap oleh Claire. Kepalanya mengangguk-angguk.

"Zayn?" Ava beralih memandang Zayn.

Zayn tidak menjawab melainkan langsung saja beranjak dari sana. Wajahnya di tekuk seperti sedang menahan—kesal.

Tidak selang berapa lama Zayn pergi Ava dan Claire menyusul anak laki-laki itu. Sempat Ava berpikir kalau Zayn pergi keruang makan. Akan tetapi sesampainya di ruang makan Ava sama sekali tidak menemukan sosok Zayn—hanya ada Ganesya sendiri.

"Bu, Zayn mana?" Ava bertanya.

Ganesya menggeleng heran. "Tidak tahu. Bukannya kau menyusul anak-anak untuk sarapan?" Ia menjawab—berbalik tanya.

"Claire duduk duluan ya. Sarapan dengan Oma dulu." kata Ava mengecup kening Claire. Ia menyorot kearah Ganesya. "Bu, tolong temani Claire sarapan dulu." Tanpa menunggu jawaban, Ava bergegas mencari Zayn. Pertama-tama yang Ava datangi adalah kamar serta kamar mandi. Terakhir tempat bermain. Namun, karena tidak menemukan juga akhirnya Ava mencari keluar rumah.

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang