| Bagian 16 |

26.1K 1.9K 56
                                    

Keesokan Harinya!

Ethan baru sampai di mansion. Semalam Ramond membawanya pulang kerumah pria itu. Tapi, itu juga atas keinginan Ethan. Dia tidak mau Zayn melihat Ethan dalam keadaan mabuk berat.

Langkah kaki Ethan perlahan mulai terhenti. Indra pendengarannya menangkap suara seseorang yang sangat tidak asing di telinga Ethan. Ia berbalik-dan mencari arah suara itu.

"Aunty kaki Zayn sangat sakit." Zayn menangis seraya menatap lutut kakinya.

"Ini Aunty tiup ya. Nanti tidak akan sakit lagi." Ava tersenyum sambil meniup luka pada lutut Zayn. Mengusap-usap pinggiran luka yang sudah di obati.

Zayn mengangguk. Senyumnya terbit melihat bagaimana Ava meniup lukanya. Ia melihat luka di lutut-tersenyum penuh arti. Rasanya senang sekali bisa berdekatan dengan Ava lagi. Seharusnya dari awal saja Zayn seperti ini kalau tahu Ava akan sangat mengkhawatirkannya.

"Zayn tunggu disini. Aunty ambilkan es batu nanti Aunty kompres agar tidak sakit." Ava mengacak rambut Zayn pelan. Tubuhnya beranjak dari sofa-berjalan menuju dapur. Sempat lupa letak dapur itu dimana. Namun, pada akhirnya Ava menemukannya.

Ethan memicingkan matanya melihat Zayn. Mata Ethan terbelalak saat tatapan matanya jatuh pada perban di lutut Zayn.

"Zayn?" Ethan beringsut mendekati Zayn. Berlutut di hadapan anak laki-lakinya. "Oh, astaga! Apa yang terjadi denganmu? Siapa yang membuat dirimu terluka? Katakan pada Daddy."

"Please calm down. I am alright, Dad!" kata Zayn dengan senyumnya yang mengembang. "I am ok."

"Zayn, lututmu luka bagaimana kau bisa bilang kalau kau baik-baik saja?" Ethan mendengus kesal-meneliti luka di lutut Zayn-memeriksanya parah atau tidak.

"Zayn, Aunty sudah bawakan es ba..tu-" tubuh Ava membeku .. langkah kakinya terhenti. Tatapan matanya lurus menatap pria yang sudah seminggu ini Ava hindari. Dan sekarang-pria itu berdiri melihat kearah Ava.

Ethan ..., Ethan Sylvester. Dia sahabatku dari kecil. Dari dulu kami bersama-sama-aku sangat mencintai Ethan.

Ava menundukkan kepalanya. Melanjutkan langkahnya menghampiri Zayn. Ia menaruh mangkuk berisikan es batu di meja-lalu mengambil tasnya. Lantas beranjak pergi. Ava bahkan tidak berani mendongak, apalagi melihat Ethan. Sungguh, Ava tidak memiliki keberanian untuk itu.

"Aunty Ava?" panggil Zayn memekik. "Aunty mau kemana? Lutut Zayn sakit. Aunty mau tiup kan? Rasanya perih sekali." adu Zayn, suaranya terdengar seperti akan menangis.

Mendengar ucapan Zayn-membuat Ethan menoleh .. sekarang ia mengerti kenapa Ava ada disini dan kenapa bisa sampai Zayn terluka. Itu karena perbuatan Zayn sendiri-salah 'kah Ethan menebak kalau Zayn sedang mencari perhatian Ava dengan luka yang ada di lututnya?

"Aunty?" lirih Zayn tak kala Ava tidak juga berbalik badan kearahnya.

Ava menggeleng pelan-melanjutkan langkahnya meninggalkan mansion Ethan. Air matanya sudah menetes jatuh di kedua pipinya.

Melihat itu Ethan tidak tinggal diam-ia mengejar wanita itu. Kali ini, kali ini Ethan tidak akan membiarkan wanita itu pergi lagi. Sudah cukup bertahun-tahun Ava pergi dari kehidupannya.

Ethan meraih tangan Ava begitu wanita itu akan menuruni tangga. Ethan menarik Ava-menahannya meskipun Ava terus memberontak-kemudian membawa Ava ke dalam kamarnya.

Tubuh Ava hampir saja tersungkur kalau Ava tidak mengimbangi. Kepala Ava menoleh-matanya yang basah membelalak pada Ethan.

"Apa yang kau lakukan?" pekik Ava saat melihat Ethan mengunci pintu dan melampar kunci itu tidak tahu kemana. "Aku harus pulang."

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang