| Bagian > 02 |

30.5K 2.1K 50
                                    

Zayn duduk di kursi yang ada di dalam kamarnya. Dia terdiam dengan wajahnya yang datar--tidak bisa di tebak. Sedari pulang dari sekolah Zayn banyak murung.

Paman Sam bahkan kebingungan dengan Tuan kecilnya itu. Tidak biasanya ia diam dan mengurung diri di kamar. Zayn memang jarang bicara. Namun, Zayn juga tidak pernah seperti ini.

"Tuan Zayn, apakah anda ingin makan siang?" tawar Paman Sam. Sebenarnya sudah menawarkan sejak mereka tiba di rumah.

Zayn melirik Paman Sam sekilas. Memutar kursinya membelakangi Paman Sam.

"Tuan, apa di sekolah ada yang melukai anda? Atau berbicara sesuatu pada anda?" Lagi, Paman Sam mencoba memancing Zayn agar mau bicara.

Zayn mendengus kasar. Tanpa berbalik badan, Zayn berkata. "Please, leave me alone." kata Zayn.

"Tapi--"

"Please, Paman!" sela Zayn begitu cepat.

Paman Sam menganggukkan kepalanya. "Baik 'lah. Kalau ada sesuatu yang anda inginkan bisa panggil saya." Paman Sam berucap--sebelum akhirnya keluar dari kamar Zayn. Menuruti keinginan anak laki-laki itu.

Zayn menoleh, sudah tidak ada Paman Sam lagi di kamar. Tubuhnya turun dari kursi untuk menutup pintu yang masih terbuka sedikit. Setelahnya Zayn berjalan kearah ranjang, matanya memandang nakas—disana terdapat bingkai kecil. Di dalamnya hanya ada foto dirinya dan sang Daddy, tanpa seorang Ibu.

Zayn menghela nafas kasar--tubuhnya naik keatas ranjang ... Dan berbaring telungkup sambil terus memandang foto di nakas.

•••

Sedangkan di lantai bawah Paman Sam terlihat gelisah. Tubuhnya sedari tadi berjalan kesana dan kemari. Ia baru saja menghubungi orang tua Zayn, mengadukan akan sikap murung Zayn hari ini.

"Apakah Tuan kecil murung lagi?" tanya Maid--dia Bibi Meena, isteri Paman Sam.

Paman Sam mengangguk. "Ya, Tuan kecil murung lagi. Aku tidak tahu penyebabnya apa." jawab Paman Sam.

"Apa Tuan kecil marah karena supir telat menjemput?" Bibi Meena menebak.

"Sepertinya tidak mungkin!"

Bibi Meena menghembuskan nafas pelan. "Kau sudah menghubungi, Tuan? Apa dia akan segera pulang?"

"Ya, Meena. Baru saja aku menghubunginya, beliau sudah di jalan pulang. Tadinya Tuan hendak menjemput Tuan kecil. Tapi, aku sudah lebih dulu menjemputnya jadi beliau langsung pulang untuk memeriksa Tuan kecil."

Bibi Meena mengangguk paham. Dia berpamitan untuk ke belakang, melanjutkan pekerjaannya yang sempat di tunda karena ingin menanyakan keadaan Zayn.

Tidak selang berapa lama kepergian Meena. Suara deru mesin mobil mulai terdengar, sepertinya orang tua Zayn baru saja sampai.

Paman Sam segera melangkah ke depan pintu Utama--menyambut orang tua Zayn.

"Sam?!" Suara baratone itu begitu berat dan tegas. Tubuhnya belum terlihat. Tapi, suaranya sudah terdengar.

"Tuan!" Paman Sam menundukkan tubuhnya... Dan kembali menegak. "Tuan Zayn ada di kamarnya."

"Apa yang terjadi? Kenapa dengan putraku?" tanya Pria itu, sambil mendaratkan bokongnya di sofa panjang. "Supir menghubungiku dan mengatakan telat menjemput Zayn? Apa benar?"

Paman Sam mengangguk. "Tuan kecil begitu murung. Saya sudah bertanya akan tetapi Tuan kecil hanya diam saja..." Jeda Paman Sam, mengambil nafas panjang. Lalu berkata lagi, "Benar, mobil yang supir gunakan mengalami ban bocor. Setelah diberitahu saya langsung kesekolahan Tuan kecil."

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang