| Bagian 26 |

19.2K 1K 37
                                    

Ethan baru saja keluar dari ruang rapat. Mereka baru selesai melakukan rapat hampir dua jam lamanya karena adanya ketidak puasan dari Ethan sendiri, sehingga mengharuskan beberapa berkas di revisi demi ke lancaran proyek itu sendiri.

Omong-omong soal Ava. Wanitanya itu sudah lebih baik dari seminggu yang lalu paska mengalami perut yang sakit dan kram. Penyebab itu semua karena Ava yang sedang hamil. He'em, wanitanya itu sedang hamil buah hati mereka. Rasanya seperti mimpi--mereka sangat bahagia saat dokter mengatakan kalau kram itu terjadi karena bercinta. Memang malamnya mereka habis bercinta gila-gilaan, dan karena itulah Ava mengalami kram perut. Usia kehamilan Ava baru lima minggu.

"Sir?!" Thanisa datang menghampiri Ethan. Omong-omong, Thanisa adalah sekretaris Ethan. Tadi wanita itu pamit untuk pergi ke toilet begitu rapat di selesaikan.

"Ada apa?" sahut Ethan bertanya, dengan raut wajah datar.

Thanisa menatap Ethan takut-takut. Ia meremas jari-jari tangannya. "Begini, sir. Di ruangan anda sedang ada yang menunggu kedatangan anda. Saya sudah mencoba untuk meminta beliau pergi. Namun dia enggan pergi dan bersikukuh ingin menemui anda." jawab Thanisa pelan.

Alis Ethan terangkat sebelah. "Siapa? Kenapa tidak memanggil Security?" Lagi, Ethan bertanya.

"Security sudah mencoba untuk membawanya pergi. Tetapi tetap beliau tidak ingin pergi." Thanisa berucap.

"Siapa yang ingin menemui saya?" Ethan memicingkan matanya.

"Sir, maaf tanpa mengurangi rasa hormat saya. Tapi, mungkin anda bisa melihatnya secara langsung." ucap Thanisa seraya menundukkan tubuhnya.

Ethan menghembuskan nafas kasar, menajamkan matanya pada Thanisa. Bergegas--Ethan meninggalkan wanita itu menuju ruangannya dan melihat siapa yang datang. Ia akan memastikan orang itu pergi karena sudah berani masuk tanpa seizin dirinya.

Ethan keluar dari lift, dan melihat bagaimana dua Security berdiri di luar. Ia membuka pintu ruangannya--pandangan matanya langsung terarah pada seseorang sedang duduk membelakangi pintu jadi Ethan tidak bisa melihat wajahnya. Tapi, sepertinya yang duduk itu terlihat seperti seorang wanita.

"Siapa kau?" Ethan bertanya datar. "Kenapa masuk ketika sudah ada yang melarangmu untuk masuk?"

Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia mmperlihatkan sebuah bingkai--itu adalah foto Zayn ketika usianya masih tiga tahun.

"Letakan kembali foto itu. Lancang sekali kau menyentuhnya?" Ethan menggeram. Tangannya terkepal, tidak suka saat ada orang yang tidak dia kenal berani menyentuh barangnya.

Wanita itu lalu bangkit dari duduknya. Memutar tubuhnya menghadap Ethan sambil tetap menggenggam bingkai foto Zayn. Senyum merekah--matanya berkaca-kaca.

Ethan terdiam-tubuhnya membeku melihat wanita itu. Nafasnya seolah di paksa untuk terhenti--terlebih saat tatapan Ethan jatuh pada foto Zayn di tangan wanita itu.

"Dia sangat tampan. Berapa usianya sekarang?" Wanita itu bergumam pelan. Namun, masih bisa di dengar jelas oleh Ethan. "Dia pasti sangat pandai sekarang? Apa dia sudah sekolah?"

Ethan masih terdiam. Lidahnya kelu--mulutnya terkatup rapat. Setelah bertahun-tahun lamanya wanita itu pergi dari kehidupannya bersama Zayn, dan kini wanita itu datang lagi, untuk apa?

"Aku sangat ingin melihatnya. Memeluknya dan menciumnya. Dia pasti tampan sekali seperti dirimu?" Lagi, wanita itu berucap.

Ethan menghembuskan nafas kasar. "Jangan berani-berani kau melihatnya ataupun menemuinya." kata Ethan pada akhirnya bersuara.

"Kenapa? Aku ingin melihatnya." balas wanita itu tersenyum lirih.

Ethan menggeleng kecil. "Kemana kau dulu ketika dia lahir? Kau menolaknya bahkan enggan buat melihatnya 'kan? Dan sekarang kau mengatakan ingin bertemu dengannya?" tukas Ethan sinis. "Kau pikir aku akan membiarkanmu bertemu dengan dia?"

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang