| Bagian 24 |

19.8K 1.1K 34
                                    

Ava berpikir kalau Ethan mungkin saja sedang sibuk disana. Namun, sampai malam menjelang masih tetap tidak ada satupun pesan yang Ethan kirim ataupun telfon dari pria itu. Bukan Ava ingin selalu mendapat kabar dari pria itu. Hanya saja, Ava begitu khawatir dengan keadaan Ethan yang jauh disana. Mengirim pesan dan mencoba menghubungi lebih dulu 'pun sudah Ava lakukan tetapi tidak ada balasan sama sekali.

Ava turun dari atas ranjang. Tubuhnya berjalan kearah jendela yang gordennya tidak di tutup. Ia menghembuskan napas panjang, ponselnya sedari Ava pegang. Jujur, Ava begitu khawatir saat ini. Kepala Ava menoleh kearah Claire di atas ranjang yang sedang tertidur pulas. Dia beranjak dari kamarnya untuk melihat Zayn--dari pagi sampai sore Zayn banyak diam sejak pertemuannya dengan orang asing.

Ia pergi kekamar Zayn. Kamar anak laki-laki itu terletak tidak jauh dari salah satu kamar yang Ava tempati saat ini. Ia membuka pintu kamar Zayn--lalu berjalan masuk kedalam. Kening Ava mengernyit, tangannya menyerka keringat yang ada di dahi Zayn.

"Zayn kau baik-baik saja?" tanya Ava sambil menepuk-nepuk pipi Zayn pelan.

"Hhm!" gumam Zayn pelan--perlahan kelopak matanya mulai terbuka. "Ibu.." Zayn menjeda, suaranya terdengar lirih.

"Iya, Zayn! Ibu disini." Ava meraih tangan Zayn dan menggenggamnya erat.

Zayn menatap Ava sayu. "Ibu kepala Zayn pusing. Nafas dan mata Zayn panas." adu Zayn lirih.

Ava mengangguk pelan. Seulas senyum mengembang. Ia mengecup lengan Zayn. "Zayn tunggu disini, Ibu akan ambil air untuk kompres ya!" kata Ava sebelum melepaskan genggamannya pada Zayn--dan beranjak dari sana untuk mengambil air kompres. Tubuh Zayn panas, anak laki-laki itu sedang demam.

Tidak selang berapa lama Ava kembali dengan membawa air dalam tempat dan handuk kecil. Tubuhnya duduk di pinggir kasur samping Zayn--memeras air sebelum menempelkannya pada kening Zayn.

"Ibu, Daddy... Zayn mau Daddy!" Zayn bergumam, matanya terpejam. "Daddy!" Air menetes dari kedua mata Zayn yang terpejam.

"Zayn Daddy akan pulang. Kau istirahat saja, Ibu akan temani." ucap Ava dengan suara yang lembut. Ia membenarkan selimut Zayn hingga batas leher anak laki-laki itu. "Tidur'lah, Ibu Ava akan temani Zayn disini." tambahnya mengecup pipi Zayn.

Ava tahu Zayn sudah kembali tidur. Dengan penuh sayang Ava terus memberikan kompres di kening Zayn. Dia melirik ponselnya yang terletak di atas nakas. Masih belum ada balasan dari Ethan. Ia meraih ponselnya dan mulai menggerakkan jarinya mengetik untuk mengirim pesan pada Ethan.

Ethan apa kau masih sibuk? Maaf bukan maksud aku untuk cerewet padamu. Tapi, bisakah hubungi aku atau balas pesanku ini? Ethan, Zayn sedang demam dia menanyakan dirimu. Tolong, beri kabar padaku. Aku sangat mengkhawatirkan dirimu.

Setelahnya Ava mengirim pesan itu pada Ethan. Ia berharap pria itu akan membalasnya.

Ava tersenyum tipis. Dia meraih tempat yang berisikan air hangat dan handuk, air itu sudah mulai dingin. Jadi, Ava berniat untuk menggantinya lagi. Tubuh Ava bangkit dari pinggir ranjang--bergerak keluar dari kamar Zayn. Langkahnya terhenti, matanya menatap seseorang yang baru saja datang itu.

"Ethan?" gumam Ava pelan. Sorot matanya menunjukkan binar, nafas Ava terhembus lega. "Kau sudah pulang?" tambahnya dengan senyum yang mengembang.

Ethan tidak menjawab---melewati Ava begitu saja tanpa ada sapaan sama sekali. Memasuki kamar tidak perduli akan wanita itu.

Ava sendiri di buat heran oleh Ethan. Seharian ini pria itu tidak memberikan kabar, bahkan hari ini pulang saja Ethan tidak memberitahu. Ia lantas menyusul Ethan ke kamar pria itu. Mengurung niatnya untuk mengambil air hangat lagi.

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang