| Bagian 27 |

16.8K 981 17
                                    

Ava mengusap-usap lembut kepala Ethan yang berbaring di atas pahanya. Mereka sudah ada di kamar--Ava yang mengajak Ethan untuk naik dan membiarkan pria itu untuk istirahat di dalam kamar-karena sejak pulang dan Ethan menceritakan pertemuannya dengan Victoria. Calon suaminya itu jadi terlihat lebih gelisah--Ava paham kalau kedatangan Victoria sudah mengusik Ethan.

Ia mengangkat kepala Ethan dengan sangat hati-hati. Mengambil bantal sebagai ganti pahanya dan membiarkan Ethan tidur. Nafas pria itu sudah kembali normal tidak lagi tersengal seperti sebelumnya karena emosi sedang menguasai Ethan.

Ava mengecup kening Ethan. Dia lantas berjalan kearah meja nakas--mengambil sebuah majalah dari dalam laci dan membawanya ke sofa yang ada di dekat jendela. Matanya melihat keranjang--Ethan tidur dengan sangat pulang. Mungkin karena faktor lelah juga. Ia memilih untuk membaca majalah sampai menunggu Ethan bangun.

Tok! Tok!

"Daddy?" pintu kamar Ethan di buka. Tubuh Zayn muncul dari pintu bersama dengan Claire.

Ava menoleh, senyumnya mengembang. "Ada apa, Zayn?" sahut Ava pelan. "Kemari 'lah Daddy sedang tidur."

"Tidak, hanya ingin bertemu Daddy!" Zayn menjawab sambil berjalan menghampiri Ava.

Claire mendekati Ava--memeluk wanita itu dengan erat. "Ibu kapan kita pulang kerumah? Dan kapan kita bertemu Oma Gane?"

"Claire rindu Oma?" Ava menangkup wajah Claire.

Claire mengangguk-anggukkan kepalanya. "Rindu sekali Ibu!"

Zayn memicingkan matanya--menggeser tubuh Claire dari depan Ava. "Minggir." ketus Zayn sinis. Ia mengadah menatap Ava. "Ibu, Zayn mau ketemu Oma Gane juga."

"Zayn kau tidak boleh begitu!" Claire protes kesal.

"Kenapa memangnya?" Zayn beralih menatap Claire tajam.

"Akukan sedang bicara dengan Ibu. Kau tidak boleh seperti itu tidak boleh kasar." kata Claire cemberut.

Zayn mencebikkan bibirnya. "Aku juga sedang bicara dengan Ibu!" balas Zayn tidak mau kalah.

Ava memijat pelipisnya. Zayn dan Claire tidak pernah seharipun akur tanpa ada keributan. Mereka selalu bertengkar--mendebatkan hal yang semestinya tidak di perdebatkan. Kalaupun mereka akur hanya dalam hitungan menit, setelahnya kembali bertengkar.

"Ibu kenapa Zayn tidak pernah mau mengalah?" Claire menatap Ava bertanya.

Zayn melipat kedua tangannya di depan dada. "Karena aku laki-laki dan laki-laki tidak mengalah." kata Zayn.

Claire menoleh, kembali menatap Zayn. "Aku bertanya pada Ibu bukan padamu." balas Claire.

"Sama saja!" tukas Zayn ketus. Wajahnya datar saja meskipun sebenarnya ia kesal.

Claire mengerucutkan bibirnya. "Zayn kau menyebalkan." Claire berucap dengan nada sebal.

Ava menghembuskan nafas panjang. Ia melingkarkan kedua tangannya di bahu Zayn dan Claire--memeluk mereka. "Anak-anak Ibu yang tampan dan cantik. Jangan bertengkar lagi, nanti kalau ada waktunya kita pergi bersama-sama kerumah Oma Gane." lerai Ava tersenyum mencium pipi Zayn dan Claire bergantian.

"Yeay!" seru Claire sangat bergembira. Tubuhnya berjingkrak girang.

Zayn mendelik tajam pada Claire. "Dasar lebay," celetuk Zayn ketus.

Claire menjulurkan lidahnya kearah Zayn dan mengabaikan 'nya.

Zayn menaikan dagunya sinis. Tanpa berkata Zayn meninggalkan kamar Ethan. Ia sepertinya kesal--terlihat dari wajahnya yang memerah.

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang