| Bagian > 04 |

26.5K 1.7K 21
                                    

Keesokan harinya.

Ethan memakai pakaiannya yang serba hitam. Tidak lupa menyelipkan pistolnya di dekat ikat pinggang. Ia juga menggunakan arloji di pergelangan tangannya. Begitu selesai Ethan langsung meninggalkan kamarnya.

"Pagi, Tuan!" sapa Paman Sam ketika berpapasan dengan Ethan.

Ethan tersenyum tipis--menganggukkan kepalanya. Melewati pria itu, dan segera menuju kamar Zayn di ujung lorong sana.

TOK! TOK!

Ethan membuka pintu. Melihat Zayn sudah siap dengan pakaian sekolahnya, anak laki-lakinya itu sedang bercermin.

"Good morning, son!" Ethan menghela langkah—mendekati Zayn. Mengecup kepala Zayn penuh kasih dan cinta.

"Morning!" sahut Zayn datar.

Ethan tersenyum. "Anak Daddy sudah siap untuk sekolah, ya?" goda Ethan sambil memegang bahu Zayn. "Kau selalu tampan,"

Zayn membalikkan tubuhnya. Menatap pakaian yang Ethan gunakan. "Daddy akan pergi?"

Ethan terdiam—ia membungkuk seraya menatap Zayn. "Ya, Daddy harus pergi pagi ini. Nanti Zayn dirumah dengan Paman Sam dan Bibi Meena." ucap Ethan mengusap kepala Zayn. "Daddy janji tidak akan lama."

"Oh" Zayn mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apa Daddy kerjanya jauh? Daddy tidak akan pergi lamakan?"

"Tidak Zayn, Daddy janji tidak akan lama. Begitu pekerjaan Daddy selesai, Daddy akan langsung pulang."

Zayn tersenyum tipis. Tubuhnya yang kecil berhamburan memeluk tubuh Ethan.

Ethan tersenyum lebar, Zayn jarang seperti ini. Bisa di katakan apa yang terjadi sekarang adalah pemandangan luar biasa.

"Daddy sayang, Zayn!" bisik Ethan di telinga Zayn. Ia melepaskan pelukannya, mencium kening Zayn. "Ayo Daddy antar ke sekolah."

Zayn mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia berjalan kearah ranjang mengambil tasnya. Tangan Zayn terulur meraih tangan besar Ethan--sudut bibirnya tertarik membentuk senyum kecil.

Ethan sempat terpana—tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Zayn pagi ini bersikap sangat manis, biasanya putranya itu akan pergi ke bawah tanpa menunggu Ethan, Zayn juga tidak pernah mau jika tangannya di gandeng oleh Ethan. Bukan itu saja, tersenyumpun Zayn hanya sesekali.

"Dad, ayo!" ucap Zayn.

Ethan memanggut-manggut. Lantas keluar dari kamar Zayn--tidak ingin merusak momen indah di pagi hari. Ia begitu bahagia, tidak tahu semalam mimpi apa.

"Pagi, Tuan. Pagi Tuan kecil?!" sapa Paman Sam tersenyum.

"Pagi, Paman Sam!" Zayn naik keatas kursinya ketika Ethan menarikannya untuk Zayn.

Ethan melirik Paman Sam dengan tatapan binarnya. Tentu... Tentu Paman Sam mengerti akan tatapan itu.

"Zayn mau sarapan dengan apa?" tanya Ethan.

"Roti dan selesai cokelat, dad!" jawab Zayn sambil meminum susunya.

Ethan mengangguk, dengan cepat menyiapkan sarapan untuk Zayn. Ia mengambil dua roti dan mengoleskannya dengan selai cokelat--lalu menaruhnya di piring Zayn.

"Thank you, Dad!" Zayn tersenyum kecil. Dan langsung melahap roti yang Ethan buatkan.

"You're welcome, son!" Ethan mengusap kepala Zayn ... mereka lalu melanjutkan sarapannya. Pagi ini Zayn banyak senyum dan bicara cukup banyak.

Bibi Meena datang sambil membawa bekal untuk makan Zayn nanti di sekolah. Anak laki-laki itu memang tidak di izinkan makan sembarang di luar oleh Ethan. Jadi Meena selalu menyiapkan bekal makan Zayn, kemudian Meena memasukkannya ke dalam tas.

Destiny (Tersedia E-book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang