#23 Jangan Nyesel Ya

71 14 8
                                    

Ketika tatapan kita bertemu

🎨🎨🎨

Kala sudah nongkrong di depan minimarket tempat Ve kerja part time sejak 10 menit yang lalu. Seingatnya Ve akan menyelesaikan shiftnya beberapa menit lagi. Benar saja, tak sampai 5 menit kemudian, Ve membuka pintu minimarket dan tampak terkejut melihat Kala. Lagi lagi, Kala muncul di hadapan Ve tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Ve mendekat ke Kala dengan tatapan penuh tanya. Kala membenarkan posisinya dan menyerahkan helm pada Ve. Ve diam, tak bergeming menatap Kala. Kala membuka penutup helmnya dan bertanya pada Ve.

“Lo ada acara ya?”

“Enggak sih”

“Gamau pergi sama gue?”

“Ya maulah”

Jawaban cepat Ve membuat Kala tersenyum. Ve tersadar akan ucapannya dan menutup mulutnya, malu.

“Eh maksud gue enggak...ah gatau deh”

“Yaudah ayo naik”

Ve akhirnya memakai helm dan naik ke motor Kala.

“Kenapa ga chat dulu?” tanya Ve di tengah perjalanan.

biar gue bisa dandan dulu kalo ketemu lo, lanjut Ve dalam hati.

“Gapapa,” jawab Kala.

Ve sebenarnya sangat senang dengan Kala yang suka muncul tiba-tiba, tapi kadang membuat Ve sedih karena berharap setiap hari Kala akan muncul di hadapannya.

Motor Kala kembali berhenti di galeri yang kemarin mereka datangi. Mereka berdua turun dari motor lalu Kala masuk dan diikuti oleh Ve. Kala membawa Ve ke satu ruangan yang dipenuhi peralatan membuat patung.

“Lo mau bantuin gue lagi ga?” tanya Kala.

“Bantuin?” tanya Ve kembali dengan bingung.

“Gue masih probation. Kalo gue bisa kelarin 3 patung kaya skirpsi gue, gue baru bisa lolos,” jelas Kala.

“Yakin lo?” tanya Ve tak yakin dengan kemampuannya, bisa dibilang hampir 80% yang ngerjain patung Kala kemaren ya Kala.

“Gimana?” tanya Kala lagi setelah sebelumnya mengangguk menjawab pertanyaan Ve.

“Oke, jangan nyesel ya lo,” jawab Ve.

“Let’s go,” ucap Ve semangat setelah menangkap apron yang dilempar Kala padanya.

Ve duduk di meja putar di sebelah Kala dan mulai mengikuti apa yang Kala kerjakan. Ve mulai membentuk clay dihadapannya dengan bantuan pelarik, nama meja putar itu. Ve fokus melihat Kala lalu kembali pada kerjaannya, seperti saat Ve membantu Kala dulu, bedanya kali ini Ve mengerjakan satu patung sendiri.

Beberapa menit berlalu namun Ve masih terlihat kesulitan dengan pelarik di depannya. Hal ini membuat Kala gemas. Kala bangkit dari duduknya dan menghampiri Ve. Ia berdiri tepat di belakang Ve lalu melingkarkan tangannya dari belakang, berniat membantu Ve mengendalikan pelarik tersebut agar clay di tangannya dapat dibentuk sesuai keinginan.

Tangan Kala yang berada di atas tangan Ve membuat keduanya terdiam. Jantung Ve berdetak kencang, bukan hanya karena tangan Kala namun karena posisi mereka sekarang yang seolah-olah Kala memeluknya dari belakang. Kala yang otaknya bekerja lebih lambat daripada tindakannya pun tersadar dan melepaskan “pelukannya” dari Ve.

Kalo gini terus gue bisa mati karena jantungan Kal, batin Ve.

“Kayanya gue ga akan lolos probation,” ucap Kala kembali ke kursinya setelah keheningan cukup lama melanda mereka.

Ve melihat pekerjaannya lalu membandingkan dengan punya Kala. Ve nyengir dan tertawa sesaat kemudian setelah menyadari hasil karyanya yang amburadul.

“Hehe sorry, ulang lagi dong tapi pelan-pelan jelasinnya,” ucap Ve.

“Perhatiin, yang bener,” balas Kala.

Kala akhirnya mengajarkan Ve kembali dari awal, pelan-pelan, sesuai permintaan Ve. Satu jam berlalu, di tengah asyiknya mereka mengerjakan patung masing-masing, handphone Kala berbunyi. Kala yang tangannya masih penuh dengan clay meminta bantuan Ve yang sedang mencuci tangan untuk mengambil handphone yang berada di kantong apronnya.

Ve segera mengeringkan tangannya dan berjalan menuju Kala. Kala menggeser badannya agar Ve bisa mengambil handphone tersebut. Kala mengisyaratkan Ve untuk mengangkat panggilan itu dan menempelkan handphone ke telinga Kala. Selama Ve memegang handphone, selama itu pula Ve menatap Kala yang masih bisa mengerjakan patungnya sembari berbicara di telepon.

Ve yang fokus melihat Kala tak sadar bahwa panggilan itu sudah ditutup penelepon di sebrang sana. Kala mengarahkan kepalanya ke arah kiri. Pandangan mereka bertemu, wajah mereka yang sangat dekat kembali membuat Ve deg-degan, tak hanya Ve, Kala pun begitu.

Mereka bertatapan cukup lama hingga Ve tersadar dan menurunkan tangannya dari telinga Kala. Ia dengan cepat memasukkan kembali handphone itu ke kantong apron Kala. Ve mengambil tasnya dan keluar dari ruangan setelah pamit dengan cepat tanpa melihat Kala.

🎨🎨🎨


Halooo 👋
Hari ini update 1 bab dulu ya
Jangan lupa vote komennya ya 😆

VELOV (Kala Senja Menyapa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang