#19 Helm dan Sunset

75 16 9
                                    

Ketika tenggelamnya mentari jadi saksi

🎨🎨🎨


"Mau makan dimana?" tanya Ve semangat saat mereka berjalan menuju parkiran.

"Lo mau dimana?" tanya Kala balik.

"Yakin nanya gue?" tanya Ve lagi sambil nyengir.

Kala menatap Ve bingung dan semakin bingung saat Ve malah membuka tasnya dan mengeluarkan sticky note yang tampak familiar.

"Nih," ucap Ve memperlihatkan list tempat makan yang ingin ia kunjungi.

Kala tersenyum samar, bahkan mungkin Ve tidak sadar. Satu lagi keunikan yang Kala temui di diri Ve. Kala membaca satu-persatu list tersebut dan ternyata tempat yang ada di pikirannya masuk ke dalam list Ve.

"Gimana? Nyesel kan nanya gue?" tanya Ve melihat tidak ada respon yang diberikan Kala.

Kala masih diam dan terus berjalan hingga mereka sampai di depan motor Kala. Kala mengambil helm dari jok motornya dan memberikannya pada Ve. Ve tampak sedikit terkejut saat menerima helm tersebut karena desain dan ukurannya memang terlihat seperti untuk perempuan. Seingat Ve, selama ini tak pernah ada satupun perempuan yang dibonceng oleh Kala. Helm itu memang sengaja Kala siapkan jika sewaktu-waktu ia mulai berani untuk berkenalan dengan Ve dan memboncengnya.

Ve yang masih diam menatap helm itu membuat Kala yang sudah naik ke motornya turun kembali. Ia mengambil helm di tangan Ve dan memakaikannya ke kepala Ve lalu naik kembali ke motor. Kala mengisyaratkan Ve untuk naik, Kala tak menyadari bahwa perlakuannya barusan membuat jantung Ve berdetak kencang.

"Velov," panggil Kala akhirnya karena Ve masih diam.

"Eh iya iya," ucap Ve tersadar lalu segera naik ke motor.

Jangan kenceng-kenceng, nanti kedengeran, batin Ve menenangkan jantungnya sepanjang perjalanan.

Ve yang awalnya sudah berniat untuk modusin Kala dengan memegang pinggangnya saat dibonceng, mengurungkan niatnya akibat insiden dipakaikan helm tadi. Ve takut nanti jantungnya berdetak lebih kencang. Alhasil Ve hanya memegang pinggiran motor dengan erat. Kala juga rupanya sama saja, ia tak menyuruh Ve berpegangan pada pinggangnya karena ia masih belum bisa mengontrol jantungnya.

Bego lo Kala, bisa-bisanya sok inisiatif makein dia helm, batin Kala sepanjang perjalanan.

Sepuluh menit kemudian motor Kala berhenti di sebuah kafe yang menghadap langsung ke pantai, satu dari sekian banyak list yang Ve tunjukkan tadi. Kafe ini tidak seramai kafe-kafe lain didekatnya, namun tetap menyuguhkan pemandangan yang sama indahnya. Alasan inilah yang membuat Kala menyukai kafe ini.

Ve yang baru sadar beberapa saat setelah mereka turun, bersorak kegirangan.

"Wahhhh serius lo ajak gue kesini?" tanya Ve.

Kala mengangguk dan mengajak Ve masuk. Kala langsung menuju tempat duduk favoritnya. Dari sana mereka bisa melihat dengan jelas matahari terbenam.

"Lo suka kesini?" tanya Ve setelah mereka memesan makanan.

"Iya, sepi soalnya," jawab Kala.

Ve manggut-manggut mendengar jawaban Kala, alasan yang sudah Ve tebak.

"Kalo lo kenapa masukin ini ke list?" tanya Kala balik.

"Murah," jawab Ve diiringi tawanya.

Kala tersenyum kecil mendengar jawaban tak terduga dari Ve.

VELOV (Kala Senja Menyapa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang