Ketika berserah memberi arah
🗿🗿🗿
Ve masih terdiam di depan panti, tatapannya kosong."Kak," panggil Vino dari arah belakang Ve.
Ve masih diam, tak menyahut panggilan Vino. Vino dan anak laki-laki lain baru saja dikabari Alya mengenai kejadian ini. Vino menyuruh yang lain menyusul ke rumah sakit sedangkan dirinya pergi ke panti.
"Kak," panggil Vino lagi sambil menepuk bahu Ve.
Ve menoleh menatap Vino, ia kemudian memberikan beberapa tas yang berisi barang-barang yang sempat ia dan Alya selamatkan pada Vino.
"Kamu ke rumah sakit aja ya, temenin yang lain," ucap Ve lalu beranjak pergi.
"Kak," Vino menahan lengan Ve.
"Kamu tenang aja, kakak pasti cari jalan keluarnya," ucap Ve sambil tersenyum samar.
***
Ve ternyata pergi menuju ATM terdekat, ia hendak mengecek tabungannya. Namun tabungannya jauh dari kata cukup jika ingin digunakan untuk membangun panti kembali. Ve mengeluarkan handphonenya, ia membuka aplikasi kalkulator.
Ve menghitung kekurangan uang yang mungkin bisa ia dapatkan dengan mencari tambahan kerja part time. Tapi kerja part time sebanyak apapun tetap butuh waktu yang lama untuk mengumpulkan uang sebanyak itu.
Ve merasa itu bukan pilihan disaat seperti ini, ia mencoret pilihan tersebut. Ve beranjak ke pilihan kedua. Ia membuka kontak dan mulai mencari nama bos di tempat kerjanya. Ve berniat ingin meminjam uang kepada mereka. Saat hendak menekan tombol panggil, Ve tiba-tiba mengurungkan niatnya.
"Ga...ini bukan lo Ve," ucapnya pada diri sendiri sambil mematikan layar handphonenya.
Tak lama Ve menghidupkan kembali handphonenya. Layar masih menampakkan deretan kontak dan Ve melihat nama Kia disana. Ve menggelengkan kepalanya, ia kembali mengingat prinsipnya, ia tak boleh berhutang pada siapapun, tak terkecuali Kia. Ve yakin detik dia menceritakan kejadian ini pada Kia, detik itu pula Kia akan terbang ke Bali. Ya, Kia sudah sebulan menjalani pertukaran mahasiswa di Jepang dan baru akan kembali dalam waktu dua bulan.
Ve kembali berpikir, sudah dua pilihan yang tak mungkin ia lakukan sekarang. Ve memejamkan matanya, menarik napas panjang dan menghembuskannya.
"Jangan panik Ve...jangan panik," ucapnya lagi pada dirinya sendiri.
Ve mengulang kalimat itu beberapa kali dan berhenti ketika ia mendapatkan ide. Ve membuka kontak di hanphonenya dan mulai mencari nama pengadopsi yang pernah mengadopsi salah satu anak di panti mereka beberapa tahun silam.
Ve berencana ingin meminta bantuan pengadopsi tersebut untuk memberitahukan kepada kerabat ataupun tema maupun kenalannya jika ada yang berniat ingin mengadopsi anak, terutama anak-anak panti yang masih kecil.
Namun Ve lagi-lagi mengurungkan niatnya. Akan butuh waktu cukup lama untuk mencari pengadopsi, apalagi untuk semua anak-anak panti. Ve juga teringat ucapan mereka saat acara ulang tahun Rara bahwa tak satupun dari mereka ingin diadopsi dan berpisah dari yang lain. Ve menghela napas, ia berdiri dan keluar dari ATM tersebut lalu berjalan tak tentu arah.
Matahari mulai mengintip dengan malu-malu. Jalanan yang tadinya gelap kini mulai terlihat jelas. Ve berhenti sejenak untuk melihat sunrise.
"Gue harus gimana?" tanya Ve yang mulai putus asa.
Ve masih menatap indahnya mentari di hadapannya hingga beberapa saat kemudian Ve berlari, penuh harap.
🗿🗿🗿
Ve kira-kira lari kemana ya?
Apa Ve sudah dapat jalan keluar?
Temukan jawabannya di next chap 👇👉
KAMU SEDANG MEMBACA
VELOV (Kala Senja Menyapa)
Novela Juvenil"Saya terima nikahnya......" "Bagaimana semuanya, sah? sah?" "TIDAK SAH," ucap Ve berteriak memasuki gedung pernikahan dengan foto Kala dan seorang perempuan di pintu depan, semua mata seketika tertuju pada Ve. Ve tiba-tiba terbangun karena mimpi an...