Juna pov
Gue matiin sambungan telpon Denzy. Gue lupa si Denzy kan, pulang duluan begitu bel bunyi. Dia pasti gak liat si Acil sebelumnya. Ya, kecuali di kelas tadi.
Si Acil kemana sih. Gue gak punya waktu banyak buat ngerjain soal cerdas cermat gini, gue harus berangkat ke kafe sebentar lagi. Gak mungkin gue ngerjain berdua doang sama Elvano di perpus. Gue gak terlalu pintar Inggris.
Btw, gue ikut seleksi lomba bahasa Inggris. Dan kita di bagi beberapa kelompok. Kebetulan gue satu kelompok sama Syeila dan Elvano. Sebenarnya, gue gak pernah niat buat masuk lomba.
Ini semua gara-gara Aril. Dia ngajak gue buat ikut lomba bahasa Inggris. Katanya buat perwakilan setiap kelas. Dan perwakilan orang tersebut adalah gue, Acil, sama Elvano.
Sedangkan si Aril, dia cuma ngedaftarin kita. Dan dia gak ikut sama sekali.
Kampret emang!
Lama gue tunggu, orang yang di tunggu - tunggu akhirnya udah dateng. Dia gak sendiri, ada Rendy di sampingnya.
Di lihat - lihat semenjak hari itu, mereka berdua jadi tambah deket. Kayaknya si Rendy udah mulai pdkt.
Tapi itu bagus sih, gue jadi tenang kalau perasaan si Acil beralih sama Rendy. Soalnya gue pernah denger di taman belakang sekolah kemarin. Cuma, gue pura - pura gak tau aja. Gue gak suka sama dia, gue lebih nyaman temenan
Flashback last day*
Udah beberapa menit gue berdiri di depan meja pak Sapri. Gak tau juga, ngapain gue berdiri disini. Bilangnya mau minta tolong sama gue tapi, si bapak sampe sekarang belum ngomong apa - apa. Sibuk banget sama lokernya yang gak bisa dibuka dari tadi.
"Jun, masih disana?"
Juna mengerjap. "Hah? Iya, saya?"
"Bapak kira kamu udah pergi."
Apaan sih nih guru tijel amat. Gue ketawa aja bales dia, gak tau juga mau ngomong apa.
Perut gue udah bunyi daritadi. Gue belum makan apa - apa, dari pertama istirahat. Si Bobby juga, bukannya berinisiatif temenin gue sama pak Sapri, eh dia malah kabur. Temen laknat dasar.
"Aduh ... Tadi saya mau ngapain ya manggil kamu?" Gumam pak Sapri saat lokernya berhasil di buka.
Lah mana saya tahu, pak!
"Oh iya, sekarang udah inget." Pak Sapri menjentikkan jari dan mulai mengambil kertas di loker nya.
Serah bapak.
Kertas itu ia berikan pada Juna. Yang langsung diterima oleh pemuda tersebut. "Ini. Tolong panggilin ya, suruh ke ruang bapak."
'Hah? Gini doang? Serah pak, Serah!'
"Oh siap, pak!"
"Kamu gak keberatan kan?"
'Berat njir, waktu istirahat gue terbuang banyak' dumel gue.
Juna tersenyum membalasnya. "Nggak kok, pak. Kalau gitu saya langsung panggilkan."
Gue langsung salam dan pergi dari sana. Gue baca nama - nama yang tertera di kertas tadi. Dan gila aja, ada dua puluh orang yang harus gue panggil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Three Brothers [Terbit]
Humor(Chapter masih ada) kebayang gak punya ketiga Abang yang super overprotektif banget? mau ngapain aja susah, kemana - mana harus bareng salah satu dari mereka. Makan harus yang sesuai. Pokoknya apa - apa harus mereka yang ngatur. kalau lo jadi gue, k...