14.Ustadz Fauzan itu...

12 2 0
                                    

Ustadz Fauzan itu ganteng...

Ustadz Fauzan itu baik...

Menyayangi orang tuanya..selalu berbakti kepada mereka.  Dan Ustadz Fauzan itu selalu baik dan melindungi adik-adiknya.  Tak heran,  sebagai anak sulung, iya sering rela berkorban untuk kedua adiknya.

Riani kagum,  iya benar-benar kagum dan suka akan kebaikan Ustadz Fauzan.  Sejak kecil,  saat Ustadz Fauzan tengah mengasuh sang adik. Riani sering memperhatikan bahkan terkagum-kagum karena kegantengannya, eh becanda.

Sejak lulus Sd Ustadz Fauzan sudah di kirim ke pesantren. Iya bersekolah sambil menuntut ilmu agama.  Iya pintar,  selalu berprestasi.  Meski jauh dari orang tua Ustadz Fauzan tak pernah mengeluh karena rindu. Dia selalu bersyukur,  dan Riani sangat mengaguminya.

Saat libur dari pesantren,  Ustadz Fauzan sering ikut bermain dengan Bara,  bukan bermain sih tapi menjaga.  Saat itu pertama kalinya Riani bermain dengan Ustadz Fauzan.  Mereka bermain petak umpet.  Dan yang membuat Riani suka,  Ustadz Fauzan itu sering mengalah,  jadilah Riani dan kawan-kawan,  termasuk Bara sering menang dalam permainan.

Seru sih,  biasanya kalo main sering terjadi perselisihan yang berujung permusuhan.  Beda dengan Ustadz Fauzan,  boro-boro berselisih,  salah paham pun terselesaikan saat itu juga berkat ungkapan bijaksana dari Ustadz Fauzan,  dia terlihat dewasa.

Dan Riani benar-benar menyukainya.

Bukan hanya Riani,  banyak pula santri dan santriwati lainnya yang menyukai Ustadz Fauzan,tak ayal Riani akan melakukan segala cara untuk bisa dekat dengannya.

"Ri, kasih salam tuh sama teh Rina. " Perintah Ustadz Fauzan malu-malu.  Wajar Teh Rina memang cantik,  meski pun Riani sedikit tak suka tapi iya rela melakukan apa saja demi bisa memenuhi semua permintaan Ustadz Fauzan.

Riani mengeleng kepala setelah iya melaksanakan perintah Ustadznya itu.  "Riani enggak suka!  Teh Rini jutek banget,  bahkan enggak jawab salam dari Aa" Ujar Riani kesel.  Iya cemberut lucu.

Ustadz Fauzan tertawa kecil,  Riani memang penurut.  "Ya udah sini Riani duduk deket Aa." Kata Ustadz Fauzan.

Riani mengangguk semangat,  tadi sebelum menjelang magrib. Iya dan Ustadz Fauzan seperti biasa bersolawat, mereka bernyanyi berdua di pojok mesjid.  Riani selalu bersemangat,  apalagi saat iya di puji suaranya bagus oleh sang Ustadz Fauzan yang di kaguminya.  Itulah pujian pertama yang membuat semangat Riani bernyanyi.

Memang sudah hal wajar jika tiap menjelang magrib mereka bersolawat,  mengajak orang lain untuk pergi ke mesjid sambil bersolawat menyebut Asma Allah dan Rasullulah Saw.

Riani duduk dengan gembira di halaman mesjid yang tersedia bangku-bangku panjang.  Berhubung Riani sudah menggaji, jadilah iya bisa dekat dengan ustadz mudanya.

" Kemarin Aa'pergi kemana?  Kok enggak mengaji? " tanya Riani kepo. Kemarin iya sangat sedih karena tak melihat Ustadz Fauzan.  Padahal libur dari pesantrennya masih lama.

"Cimindi," jawab Ustadz Fauzan.  "Abis di desa Cimindi,ada urusan. " Lanjut Ustadz Fauzan sambil tersenyum kecil.

Riani magut-mangut,  sebenarnya iya ingin bertanya desa Cimindi itu dimana, tapi karena tak ingin membuat Ustadz Fauzan tak nyaman karena iya bertanya terus jadilah iya memilih diam.

"Cimindi, " Ustadz Fauzan bergumam kecil.  "Mulai sekarang aku panggil kamu Cimindi ya?  Cimin?" Ujar Ustadz Fauzan.

Riani melongo,  matanya membola dengan mulut yang terbuka.  Namun kemudia iya tersenyum ceria sambil mengangguk samangat.  Iya senang sekali.

Dan saat itu,  nama itulah yang sering Ustadz Fauzan sebut ketika memanggil dirinya.

Riani pun senang,  iya selalu tersenyum bahagia.

***

Ustadz Fauzan itu rajin dan pintar membersihkan rumah.  Iya selalu cekatan dan lihai membersihkan debu atau noda di rumahnya.  Pintar menyuci dan juga pintar merapihkan bendan yang berserakan dan tak sedap di pandang.  

Pokoknya Ustadz Fauzan itu sempurna di mata Riani.

Bercerita bertahun-tahun lalu. Saat iya masih kelas satu atau dua smp. Saat bulan puasa,  Riani tengah membantu sang ibu membersihkan kebun di dekat rumahnya. Karena sering banyak hewan liar yang mengganggu.jadilah acara bersih-bersih ini sudah di mulai setelah solat subuh.

Berhubung masih pagi dan sejuk. Riani masih memiliki banyak tenaga untuk sekedar mencabuti rumput-rumput liar.

Saat asik-asiknya mencabuti rumput sambil membanggakan diri dalam hati karena Riani belum tidur sejak sahur, iya merasa hebat karena semangat membantu sang ibu.  Jantung Riani rasanya akan copot dari tempatnya.

Saat datang seorang cowok, iya di datangi cowok.  Lebih tepatnya Ustadz Fauzan yang bertandang.

Rum tersenyum hangat iya segera menghampiri Ustadz Fauzan dengan senyum ramah. Tampak mereka tengah berbincang-bincang.

Nyali Riani ciut,  iya tak seberani saat iya masih kecil yang selalu mendekati Ustadz Fauzan.

Rum memanggil sang anak. Ustadz Fauzan tersenyum simpul sambil terus melihat Riani.

Riani tak ingin salah tingkah,  menghembuskan nafas Riani memasang wajah judes dan galak andalannya.  Jangan harap iya tersenyum lebar,  hatinya tak kuat karena debaran jantungnya yang cepat saat melihat Ustadz Fauzan.

Rum cemberut,iya mengerutu dalam hati melihat reaksi si anak.  " Riani,  mau enggak nganter Fauzan nagih uang sama beras ke anak-anak,  besok kan ada acara bukber jadi kamu mau enggak ikut Fauzan? " tanya Rum,  harap-harap cemas.  Iya berharap si anak menerima dengan senyum lebar. Namun di sisi lain iya juga cemas,  takut si anak malah bereaksi seperti biasa, judes dan galak.

Riani bergeming di tempat, tak terbayang jika harus duduk berdua di atas motor. Sekarang saja iya tak kuat mengontrol detak jantungnya,  iya sadar rasa kagumnya dulu telah berganti oleh perasaan berbahaya.  Cinta atau hanya sekedar suka,  tapi efeknya tetap sama: patah hati. Kan sakit.

"Enggak ma,  Riani sama Rara aja. " jawab Riani agak ketus.

Rum menghembuskan nafas jengkel,  iya mengusap dada melihat reaksi si anak saat kedatangan cowok ganteng.

Ustadz Fauzan masih diam di tempat, senyumannya masih bertahan meski Riani tak sekali pun membalas.

Riani telah berubah.  Berubah untuk menutupi perasaannya.  Riani itu tidak bisa berbohong,  mangkanya iya memilih bersikap ketus dan galak, iya takut ketahuan.  Jika selama ini iya telah suka kepada Ustadz Fauzan.

Riani berlalu, iya mengeluarkan motornya tak sabaran.  menabrak meja hingga pas bunga tumpah dan mengelinding ke lantai.

Praaang

Pecah sudah,  rasanya Riani ingin menangis.  Iya tak kuat bersikap seperti itu,  apalagi sama cowok yang iya taksir.

Rum hanya bisa mengusap dada sambil beristighfar dalam hati.  Jika saja bukan bulan puasa iya sudah marah-marah dari tadi.

"euu.. Maaf ya Fauzan,  Anak bibi memang seperti itu.  Bukan kali ini aja,  ada yang datang ngembaliin buku aja dia ketusnya enggak ketulungan. Entah deh,  kalo sama cowok emang gitu dia mah.  Bibi juga pusing,  enggak tau kenapa sama anak itu. " Ujar Rum sambil curhat.

Ustadz Fauzan mengangguk mafhum,  iya menatap Riani yang masih cemberut.  Tersenyum simpul,  dia segera pamit undur diri.  Karena sekarang waktunya iya bertugas melayani masyarakat yang akan berzakat.

Dan saat itu Riani tak menyadari bahkan sekarang pun iya menyesali.  Mungkin saja Ustadz Fauzan sakit hati dengan tingkahnya.

Dan Riani berpikir, bagaimana cara dia meminta maaf?  Uh,  rasanya malu sekali.

***

Ekhem,  sebenernya cerita ini terinspirasi sama kisah aku sendiri.  Kalo kalian ada yang merasa Ustadz Fauzan itu ada,  emang iya tapi dalam cerita ini aku ubah ya. Termasuk perasaan Riani yang dalam cerita ini tergila-gila sama Ustadz Fauzan. Tapi kalo di kehidupan asli mah enggak tau ya,  Rahasia.

Vote
Koment

Bodo Amat!! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang