16. Satu hari menjelang puasa.

6 2 0
                                    

Tak terasa puasa sudah dekat di depan mata.  Riani senang,  iya bersyukur karena masih di pertemukan dengan bulan yang suci ini. Dia bahagia,  karena saat berpuasa ibadahnya optimal.  Terlebih, menjelang puasa ini,  iya sering terbangun waktu subuh.

Dan alhamdulillah nya di tak tertinggal lagi solat subuh bahkan iya pergi ke mesjid.  Meski pun sendirian,  di tambah ada beberapa tempat yang masih gelap karena tak ada lampu.  Namun cahaya bulan mampu menemani langkah Riani datang ke mesjid.

Menjelang puasa ini semuanya sangat sibuk.  Riani dan Rahma sibuk membereskan rumah,  sedangkan Rum sibuk memasak berbagai macam olahan daging sapi dan ayam.

Oh ya,  ngomong-ngomong.  Setelah meminta maaf kepada Ustadz Fauzan kemarin malam,  Riani pun meminta maaf kepada orang tuanya.  Datang dari mesjid iya bersimpuh,  mengakui segala kesalahannya dan meminta maaf.  Di lanjut, iya pun meminta maaf dengan tulus kepada sang kaka-Senja-awalnya iya agak kaget,  namun karena tatapan tulus dan untayan kata penyesalan Riani mampu menerbitkan senyuman dan anggukan darinya.

Masa lalu Riani itu kelam. Dulu iya anak yang tomboy,  pemarah dan keras kepala.  Waktu mengaji iya kabur kerumah tetangga dan bermain sampai sore hari.  Iya selalu marah jika di nasehati orang tua maupun keluarganya.

Terlebih Riani itu keras kepala. Susah di atur. Riani sampai tak bisa membayangkan bagaimana rasa orang tuanya saat Riani menumpahkan dengan sengaja teh hangat kepada sang orang tua.

Astagfirullah.

Riani benar-benar nakal waktu itu. 

"Assalamu'alaikum,  kepada santri putra putri Nurul Hidayah.  Di mohon segera kumpul ke masjid,  berhubung satu hari lagi puasa,  satu bulan lagi lebaran,  di mohon kerja samanya untuk membersihkan masjid!" Riani terdiam sejenak.

Alhamdulilah tak ada larangan untuk pergi ke masjid,  meski pun tidak boleh mengenakan pengeras suara saat solat terawih maupun tadarusan,  namun itu tak menghambat kebahagian warga desa karena masih bisa pergi ke masjid.  Itu pun harus mengikuti protokol kesehatan,  seperti memakai masker dan jaga jarak,  bahkan di larang bersalaman.

"Sekali lagi di mohon untuk segera datang ke masjid,  ayolah aku sudah menunggu lama nih! " Entah benar atau salah,  Riani tetap lah Riani,  iya nyeletuk ceplas ceplos dengan suara manja di akhir kalimat.

Lily dan Tity tertawa ngakak,  baru kali ini ada pengumuman bernada manja dan asal nyeletuk seperti itu.

"Jangan buat aku nunggu lama ya,  cepatlah datang!  Wa'salammualaikum" ujar Riani akhirnya.  Iya mematikan dan menaruh mikrofonnya kembali.

Lalu bergegas keluar dan segera menghampiri Lily dan Tity yang masih saja tertawa.

"Riani ini!  Nekat banget ucapannya, kamu enggak malu di denger atau jadi bahan gosip ibu-ibu sekampung! " Kata Tity begitu Riani bergabung.

Mereka akan mencuci karpet-karpet yang kotornya na'uzubillah,  Riani sampai bisa menghela nafas melihatnya.

"Bodo amat! " Riani menyeru,  lalu iya menyengir kuda. "Enggak peduli! biarin aja orang bilang apa, Riani cuman jadi diri sendiri. " Ujarnya bangga.

Tity dan Lily mengangguk ngangguk,  sudah tau Riani itu seperti apa.  "Ya udah terserah kamu aja lah! Ri? Kamu bawa ponselkan,  cepat sini poto-in aku! " seru Lily tak sabaran.

Riani nyengir lalu mengangguk. Mereka kini duduk-duduk di ujung pilar.  Mencelupkan kaki mereka ke mata air yang bersih.  Dingin,  tapi menyejukan.

Mereka pun berpoto ria sambil ketawa-tawa, sesekali narsis bak model papan atas yang tengah memegang gayung dan peralatan mencuci lainnya.

Cukup lama,  hingga banyak yang datang dan langsung bergegas membersihkan masjid begitu Riani memerintah.

"Ih,  banyak semut!  Gimana nih?!" Lily memekik,  sembari mengusir semut-semut kecil yang menyerang kakinya saat berdiri di atas karpet.

Tanpa ba bi bu,  Riani dan Tity segera menyiram dengan air sesekali menepuk nepuk segerombolan semut yang tak beranjak dari tempatnya.

Histeris,segera mereka berlari begitu semut-semut semakin menyebar ke arah mereka.  Tertawa ngakak,  segera saja mereka saling berpandangan. Lucu,  tingkah mereka tadi seperti anak kecil yang takut ulat bulu.

Dalam situasi ini,  Riani teringat semalam,  eh salah!  Saat iya mengaji dan Ustadz Fauzan menjadi gurunya.

Ustadz Fauzan selalu tertawa geli,  apalagi saat Riani selalu susah menyebut huruf خ (kho) sampai Riani moyong-moyong pun tetap saja salah.  Tapi tetap saja Ustadz Fauzan tak pernah menyerah.

Namun tetap saja derai tawa tak bisa di tahan saat Riani berkata dengan imutnya: "Iiiih, Ustadz Fauzan Riani bener-bener enggak bisa! " Riani sungguh imut.  Iya berkata manja sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Dan saat itulah,  Ustadz Fauzan akan tertawa geli tanpa bisa di cegah.

Ah,  rasanya Riani jadi malu.

"Hey!  Ri,  cepat basuh bagian sini jangan melamun! "

Riani mengerjap-ngerjap mata.  Lily dan Tity sudah bercucuran keringat.  Karpetnya berat,  kotor lagi.  Jadilah mereka harus punya tenaga ekstra menyikat dan membasuhnya.

Dengan segera Riani menyingkirkan pikirannya tentang Ustadz Fauzan, iya pun bergegas mengambil ember dan mengisinya dengan air,  tanpa ancang-ancang Riani membanjur dengan sekuat tenaga karpet penuh busa dengan air.

Lily dan Tity menjerit,mereka mengerutu kesal karena terciprat air busa.  Sedangkan Riani tertawa ngakak tanpa bisa di cegah.

***

Bodo Amat!! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang