Jangan bilang gendut, please.
Jangan bilang gendut, apalagi ke mamah aku.
Dari sd, penderitaan yang tak bisa di lepaskan adalah ketika aku mikirin gendut dan mulai diet tapi sayangnya malah tambah gendut.
Aku memang gendut, tapi aku juga punya hati. Apalagi jika ada orang yang menghina, mamah lah yang akan sakit hati sampai nangis-nangis memikirkan nasib anaknya yang gendut.
Keluargaku harmonis, tidak ada masalah. Aku hidup bahagia karena berkecukupan. Mau beli apa saja pasti kebeli karena keluargaku selalu memanjakan. Bukan sombong, emang kenyataan. Tapi bila aku jujur, perkataan kalian mengenai bentuk tubuh Riani yang besar, Benar-benar membuat siksaan batin yang cukup dalam. Please, aku juga tengah berusaha untuk jadi kayak orang lain. Kurus, badannya cuman tulang. Tapi itu butuh perjuangan. Sampai aku ingin berteriak frustasi dan stress berat. Ya stres berat sampai tak bisa tidur karena kurang makan tapi badan tetap saja gendut.***
Keluhan, permohonan dan untaian kata kejujuran dari seorang Riani telah berhasil di posting lewat media facebook. Bukan hal baru lagi. Setiap Riani galau, atau saat iya ingin mencurahkan sesuatu pasti iya akan posting di media sosial.
Tanggapan dari orang-orang pun beragam. Ada yang mengatakan sombong, postingan tak bermakna dan masih banyak lagi tanggapan-tanggapan dari orang - orang.
Reaksi Riani sih cuek-cuek aja. "Bodo amat! " pasti kata-kata itulah yang terlontar dari mulutnya.
Riani menguap, iya segera menutup mulut dengan telapak tangan. Matanya berair tanda mengantuk. Iya menopang dagu sambil berzikir dalam hati.
Pikirannya kemana-mana. Mikir hal apa yang akan iya lakukan kalo udah pulang dari mesjidlah, ngehayal punya tubuh langsing lah dan lain-lain.
"Astaghfirullah, " Riani beristighfar sambil mengusap wajahnya. "Kenapa susah banget sih ngilangin bayangan ini, bayangan itu pas solat atau dzikir. Di tambah mata yang udah ngantuk banget, duh jadi pengen tidur deh," cerocos Riani dalam hati.
Menguap lagi, Riani segera bergegas mengambil kitab suci yang iya taruh di tempat yang sudah di siapkan. Iya tersenyum sambil mengajak Titi dan Lily untuk segera bergegas mengaji.
Riani membuka tirai penghalang, tak seperti biasanya Hasan dan Ilham, eh bahkan sekarang sudah ada lima orang cowok lagi yang ikut mengaji. Salah satunya anak Ustadz Ali yang dulu memang susah kalo di ajak mengaji, sudah duduk manis di tempat yang tidak seperti biasa.
Ya, kini mereka duduk di tempat yang memang di peruntukan untuk mengaji di sisi mesjid. Cuman karena waktu itu hanya Riani atau Rahma berdua yang mengaji. Jadilah tempat itu tak lagi di pakai.
Riani segera duduk di pinggir sekat penghalang. Ustadz Fauzan sudah duduk manis di kursi hijau, depan anak-anak cowok. Jadilah Riani bernafas lega karena terhalang sekat dan menghalang pemandangan Ustadz muda yang ganteng itu.
Itung-itung belajar menjauh, eh bukan. Em..apa ya. Itung-itung nunjukin ke Ustadz Fauzan kalo Riani itu enggak suka sama dia. Mungkin karena sekarang jantung Riani berdetak normal seperti biasanya.
Mengaji pun di mulai. Tak seperti biasanya Ustadz Fauzan tak menanyakan ini itu, syukurlah. Riani bernafas lega.
Seperti saat berdzikir tadi, pikiran Riani melayang-layang kelalang buana. Hingga suara lembut itu mampu membuat Riani tersadar.
"Riani silahkan baca! " Ujar Ustadz Fauzan.
Riani gurung gusuh. Iya segera membuka Al -qur'an dan membacanya. Untuk terhalang sekat penghalang, jadi Ustadz Fauzan tak akan bisa melihat jika sejak tadi tangan Riani bergetar, iya gugup. Namun sebisa mungkin iya mencoba menenangkan.
Tiga ayat telah berhasil Riani baca dengan benar. Tuh kan, kalo Riani tenang Riani juga bisa membaca Al-qur'an dengan benar. Dan setiap ayat yang Riani baca dengan benar pasti Ustadz Fauzan akan berkata :"Em, bagus! " begitu terus membuat Riani tersenyum senang.
" في"
Ucap Ustadz Fauzan tiba-tiba menghentikan bacaan Riani yang memang tengah menyebut Fii."َ ف "(Fi)
Baca Riani kembali.َ " في"
Ujar Ustadz Fauzan membenarkan. Begitu terus sampai tiga kali."Ri, terakhirnya agak panjangin, dua harkat, Mad tabi'i Ya' soalnya. " Bisik Titi membenarkan.
Riani mengangguk, iya meruntuki diri sendiri karena selalu salah karena tak tau hukum bacaan yang satu itu.
(Fii) َ " في"
Baca Riani kembali yang langsung di respon Ustadz Fauzan."Ya bener, lanjutkan Ri." Ujarnya.
Riani pun melanjutkan bacaannya dengan konsentrasi penuh. Dia tak mau salah atau gugup karena takut salah.
"Dah, bagus! " Seru Ustadz Fauzan memberikan respon karena bacaan Riani memiliki kemajuan.
Dilanjut Titi dan Lily membaca. Namun anehnya Ustadz Fauzan tak pernah sekali pun memberikan respon atau tanggapan karena memang mereka jago dan sudah fasih dalam membaca Al-qur'an.
Jika di perhatikan, Ustadz Fauzan hanya merespon Riani saat membaca. Oh my mom, Ustadz Fauzan cuman merespon bacaan Riani.
" Baca sama-sama."Ujar Ustadz Fauzan, saat Lily sudah selesai membaca. Namun anehnya tak seperti biasa Ustadz Fauzan segera bergegas pergi setelah selesai. Tidak ada lagi pembelajaran mengenai cara membaca kitab suci dengan benar.
"Mungkin Ustadz Fauzan lapar atau mungkin ada urusan yang lain. " Batin Riani. Iya bertanya-tanya.
Atau mungkin karena tak ada lagi senyuman atau lirikan seorang Riani, Ustadz Fauzan jadi langsung pergi.
Oh my mom, entah apa yang ada di pikiran mu Riani. Ustadz Fauzan pergi kek, apa kek, bodo amat bukan urusan Riani, pikir Riani sambil mangut-mangut
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodo Amat!! (Selesai)
Ficção AdolescenteBodo Amat!! Itulah satu kata yang selalu terucap dari bibir merah muda asli Riani. Ya, gadis cantik dengan tingkah bar-bar itu dirinya. Dengan segudang cerita, dengan berlatar tempat di pedesaan. Inilah kisah Riani dan cintanya.