03.39
Riani terbangun dari tidurnya. Menguap, iya segera bangun saat rasa kantuk akan menguasai matanya lagi.
Bergegas bangun, Riani segera pergi ke kamar mandi. Segera mengganti baju dan mengenakan mukena.
Sambil menunggu adzan subuh tiba Riani mengisi waktunya dengan membaca Al-qur'an. Alhamdulilah, seperti ada alarm, iya selalu terbangun menjelang subuh tiba.
Sungguh Riani bahagia karena bisa mendengar adzan subuh lagi. Pelan-pelan iya mencoba mengubah dirinya menjadi lebih baik. Terlebih jika Riani tengah putus asa itu bahaya. Bisa saja dia menggantung dirinya sendiri. Karena Riani tau seperti apa dirinya, dan kata 'Bodo amat' adalah obat bagi keputus asaannya. Tak terkecuali jika Riani benar-benar tersinggung atau merasa tak ada gunanya hidup di dunia ini.
Maka dari itu Riani mencoba untuk merubah dirinya. Untuk dirinya sendiri dan orang lain, tentunya untuk kedua orang tuanya juga yang telah mendidiknya.
Jiwa labil Riani memang amat parah. Iya sering salah mengambil keputusan saat senang atau pun marah.
Adzan subuh tiba Riani pamit kepada sang ibu yang tengah sibuk di dapur. Lalu bergegas pergi dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Sebenarnya Rum itu protektif, jika saja Riani tak mengguasai jurus handal untuk menangkas seseorang yang ingin menculik atau berbuat jahat padanya, jangan heran jika Rum akan menggeret sang anak dan menguncinya di dalam kamar sebelum keluar dari pintu utama.
Siapa yang tak khawatir jika anak gadis kesayangannya berjalan sendiri di pagi buta, bahkan matahari pun belum menampakkan cahayanya.
Untungnya Riani jago bela diri.
"Riani Huruf ikhfa ada berapa? " tanya Ustadz Ali. Karena sekolah libur jadilah acara mengaji juga bertambah, tepatnya setelah solat subuh.
"15." Riani menjawab, meski pun hanya dirinya seorang cewek yang mengaji, Riani tak pernah gengsi atau malu.
Sudah di katakan Riani itu berbeda.
"Huruf apa aja? " Ustadz Ali bertanya lagi.
Riani mengetuk dagu dengan jari telunjuknya, perpikir. "Sod, da, sa, ka, jim, sin, kop, sin, dal, too, jay, pa, ta, doo, do. " Riani menyebut huruf yang sudah di luar kepalanya. Meski pun awalnya susah karena banyak hurufnya, namun perlahan Riani berhasil menghafal hufur ikhfa yang lima belas.
Ustadz Ali mangut-mangut. Lalu beralih menguji Maulana dan Bara dengan berbagai pertanyaan seputar masjid.
Bangun subuh memang berat apalagi mengaji sungguh sangat-sangat berat. Apalagi Riani selalu menguap menahan kantuknya.
"Maulana, beresin lagi Qurannya yang rapih, " Ujar Ustadz Ali.
Maulana dengan sigap menyanggupi titah sang guru. Sedangkan Riani memilih berjalan keluar mesjid terlebih dahulu dengan Bara tentunya.
"Matiin lampu di musola Ri, " Ustadz Ali memerintah.
Riani mengangguk. Iya melepas alas kakinya lalu segera pergi kemusola, lebih tepatnya tempat mengaji dekat dengan masjid.
"Hayu Ri, kita matiin lampunya. Aku di sebelah barat, kamu di sebelah timur. " Meski pun tak di suruh, Bara cukup mengerti juga. Terlebih iya sudah hafal tata letak sakelar lampu luar dan dalam musola ada di mana saja.
Riani mengangguk menyetujui. Lalu segera masuk dan menekan sakelar yang Riani tau terhubung dengan lampu di luar dan di dalam.
Setelah selesai, Riani mengenakan alas kakinya lagi.
"Maulana, kalo misalnya mau ngaji lagi telephone kayak biasa ya. " Ujar Riani saat berpas-pasan dengan Maulana.
Maulana mengangguk, "Siap tenang aja. " Ujarnya.
Riani mengangguk, lalu segera melangkah kembali untuk segera pulang. Habis ini iya akan langsung mencuci pakaian. Dan sepertinya Bara juga langsung pulang setelah mematikan lampu.
Bala-bala, goreng tempe, risol. Harum gorengan itu mampu membuat cacing-cacing di perut Riani memberontak, terlebih iya belum makan sejak bangun tidur.
Eh, Ustadz Fauzan!!. Riani memekik dalam hati menyebut nama pria yang iya sukai itu.
Suami-able banget sih. Apalagi Riani tau saat ini Ustadznya itu tengah memasak di dapur. Terlebih Riani juga sudah pernah mencicipi berbagai gorengan yang di masak oleh Ustadz Fauzan. Seperti maniak gorengan, tiap pagi Ustadznya itu pasti selalu memasak gorengan.
Terbukti saat wangi gorengan tercium harum menusuk indra penciumannya. Hanya sebentar karena Riani terus melangkah dan rumah Ustadznya itu terlewati dengan berat hati.
Ustadznya itu memang suami idaman, selain pintar mengajar maupun mengaji dia juga pintar urusan masak-memasak.
Hah, dan Riani tau karena perasaannya ini pula iya tau banyak tentang dia.
Ck, bucin memang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodo Amat!! (Selesai)
Teen FictionBodo Amat!! Itulah satu kata yang selalu terucap dari bibir merah muda asli Riani. Ya, gadis cantik dengan tingkah bar-bar itu dirinya. Dengan segudang cerita, dengan berlatar tempat di pedesaan. Inilah kisah Riani dan cintanya.