Riani adalah Riani. Dan Riani bertekad akan melakukan apapun sesuai dirinya sendiri. Setelah lama termenung akhirnya Riani memutuskan untuk menulis cerita lagi. Masih belajar, Riani akan menuangkan ceritanya dengan cara iya sendiri.
Bodo amat dengan penilaian orang. Toh, dia sedang belajar, itu pikirnya.
Setelah sepuluh hari lebih Riani tak pergi kemesjid untuk mengaji karena datang bulan. Akhirnya Riani memutuskan pergi kemesjid meski pun sedikit tidak bersemangat.
Biasanya yang datang menuntut ilmu agama hanya Riani seorang. Kadang inilah yang menghambat semangat Riani untuk pergi mengaji, karena tidak ada teman,itu yang sering di katakan.
Riani membasuh kedua kakinya di pancuran air, sudah menjadi kebiasaan jika ingin masuk kemasjid dia akan membersihkan kedua kakinya, takut kotor dan berhubung sudah wudhu di rumah.
"Febri!! " pekik Riani nyaring. Jiwa bar-barnya keluar guys.
Febri dan ibu-ibu yang tengah berzikir hanya bisa mengelus dada. Heran dengan tingkah Riani yang diam-diam mengagetkan.
"Kapan kamu pulang? Kok enggak main kerumah aku sih? Kamu lupa ya sama aku? Atau kamu enggak ngangep lagi aku ini sahabat kamu? " Tanya Riani heboh dengan satu tarikan nafas.
Febri hanya bisa mengendus kesal dengan rentetan pertanyaan Riani yang kebilang banyak, cepet dan enggak jelas. Saking cepetnya Riani bertanya, Febri sampai tak tau Riani berbicara apa.
"Tenang Cuk! Sabar," Ujar Febri kemudian, panggilan Cuk selalu iya sematkan untuk Riani. "Aku baru pulang kemarin malem, dan besok aku juga harus berangkat buat kerja lagi."
Riani mangut-mangut namun bibirnya mengerucut merasa sebal. Gimana enggak sebel, tiap kali pulang Febri langsung balik lagi ke Jakarta.
"Jangan ngambek dong," Febri mencubit pipi tembem Riani. "Majikan aku cuman kasih waktu empat hari, itu pun terpotong di perjalanan, " Katanya lagi.
Riani menatap Febri sendu. Setelah mengatakan itu Febri kembali membuka Al-qur'an dan membacanya.
Febri ini orangnya selalu semangat dan gembira saat iya mengetahui suatu hal mengenai hal-hal baru. Impiannya ingin sekolah hingga menjadi sarjana. Namun sayang, karena kekurangan biaya, Febri merantau Ke Jakarta setelah lulus Smp dan menjadi pembantu.
Riani masih ingat saat mereka akan berpisah dulu, saat Febri akan pergi merantau, dialah yang menangis paling kencang. Dia merasa khawatir dan takut, apalagi Jakarta itu keras.
Setelah solat magrib dan berzikir bersama, Riani mengajak Febri untuk mengaji. Berhubung hanya dia seorang diri dan Febri sangat bersemangat.
Riani menyibak gordeng penghalang. Eh, ternyata bukan hanya dirinya, melainkan ada Hasan dan Ilham yang sudah duduk manis di sisi kanan Ustadz Ali.
Dengan ragu Riani melangkah dan duduk di sisi kiri Ustadz Ali, di sebelahnya Febri ikut duduk sambil tersenyum hangat kepada sang guru.
"Febri kapan pulang? Di sana baik-baik aja kan? " Tanya Ustadz Ali.
Febri tersenyum mengangguk. "Kemarin malem ustadz, dan Febri juga baik-baik aja disana."
Dan setelah bercengkrama menanyakan kabar ini itu kepada Febri. Pengajian pun di mulai.
Riani senang, melihat binar-binar kebahagian dan celotehan penuh semangat dari Febri yang selalu bertanya ini itu dan di jawab Ustadz Ali dengan penuh kesabaran.
Terima kasih Febri, kamu telah memberikan arti hidup yang sebenarnya. Hidup itu bukan hanya tentang kebahagian, karena pada dasarnya hidup itu adalah sebuah perjalanan. Apakah kita menyerah jika di beri cobaan dan kesedihan. Atau kita akan selalu tersenyum sama seperti mu meski pun impian dan harapan mu telah hilang di terpa angin.
Kamu adalah motivasiku.
Kamu sering mengatakan "Ada yang lebih menderita di banding denganku, jadi untuk apa bersedih jika kita hanya menyia nyiakan dan tak menikmati waktu. Ada saatnya hujan akan berubah menjadi pelangi. Dan aku percaya semenderitanya aku saat ini, sesedih aku saat ini. Pasti akan ada secercah kebahagiaan yang hadir, nanti"Kata-kata itulah yang selalu memotivasiku Febri, sahabatku. Dan aku akan selalu semangat menjalani hidup ini.
Riani menutup buku Diarynya. Dia bergegas untuk tidur untuk merajut mimpinya yang indah.
***
Ambil yang baiknya... Buang yang buruknya.
See you
Jangan lupa vote dan koment
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodo Amat!! (Selesai)
Fiksi RemajaBodo Amat!! Itulah satu kata yang selalu terucap dari bibir merah muda asli Riani. Ya, gadis cantik dengan tingkah bar-bar itu dirinya. Dengan segudang cerita, dengan berlatar tempat di pedesaan. Inilah kisah Riani dan cintanya.