Happily Ever After [Bonus]

25.9K 1.8K 160
                                    

“Yera!”

Teriakan demi teriakan tidak hentinya memenuhi ruangan yang cukup luas itu. Tidak bisa ditahan lagi rasa kesal dan keluhan dua bocah lelaki yang terpaut usia enam tahun tersebut.

Seungjae selaku kakak pertama dan Junghee selaku kakak kedua sedari tadi sibuk menahan adik bungsu mereka yang teramat nakal.

Jeon Yera namanya. Walaupun lahir sebagai bungsu perempuan, tapi tidak bisa dielak lagi betapa senangnya si kecil itu membuat kedua kakaknya kewalahan. Terutama Seungjae yang sudah berusia sepuluh tahun, sedangkan Junghee yang berusia empat tahun pun tidak jarang terlipat pertengkaran dengan Yera yang baru berusia dua tahun.

“Yera, kembalikan mainan Junghee. Punyamu yang ini, ayolah... ”

Seungjae merasa bebannya bertambah sejak adik-adiknya lahir, tapi dia bukannya tidak senang, hanya saja rasanya pusing sekali kalau memiliki dua orang adik yang usianya masih sama-sama kecil.

“Mima! Mima!” Yera memekik senang, membuat kedua kakaknya menoleh ke arah pandangan Yera.

Rupanya Ibu mereka baru saja memasuki ruang tengah, ruangan yang kini selalu menjadi tempat anak-anak itu menghamburkan mainan mereka.

“Moma, Yera mengambil mainan Junghee!” Si kecil itu berlari terlebih dulu, memeluk kaki Ibunya dengan erat selagi mengeluhkan sikap adiknya.

Yerim dengan sabar mengusap pelan puncak kepala Junghee. Hal seperti ini sudah menjadi makanan sehari-harinya, anak-anaknya terutama Junghee dan Yera sangat sering merebutkan sesuatu. Tidak heran juga, ini salahnya dan Jungkook karena tidak melakukan program kehamilan yang berjangka. Perbedaan umur Junghee dan Yera menjadi pelajaran besar bagi Jungkook dan Yerim untuk kedepannya.

“Kau kan masih punya banyak mainan, kenapa tidak ambil yang lain saja? Jangan sering marah pada Yera, lihat adikmu itu, kasihan kan?”

Yerim sering kali iba melihat Junghee dan Yera memperebutkan mainan, walau sudah sama-sama dibelikan sesuai yang mereka mau, tapi tetap saja memang Yera senang sekali mengambil milik Junghee. Tapi Yerim tidak tega jika melihat Yera menjadi pelampiasan kemarahan kakaknya, karena pada dasarnya Yera masih terlalu kecil untuk memahami kesalahannya. Hal seperti ini pun sesungguhnya sudah biasa dalam keseharian anak-anak.

“Momaaa! Junghee hanya mau yang Yera pegang, itu mainan yang Papa belikan di Jepang, Junghee tidak mau Yera merebutnya.”

Yerim mengangkat tubuh mungil Junghee, mengisyaratkan Seungjae untuk menjaga Yera sebentar sebelum ia duduk dan memangku Junghee.

“Junghee ini adalah kakak untuk Yera, lalu Junghee adalah anak laki-laki. Papa juga kan sudah pernah bilang kalau anak laki-laki harus mengalah pada adik kalau mau menjadi laki-laki yang hebat. Memangnya tidak ingat?” Jelas Yerim secara pelan, tidak mau membuat anaknya merasa dipojokkan.

“Ingat... tapi Yera terus mengambil mainan Junghee, Ma. Papa bilang semuanya sudah punya mainan masing-masing, kenapa Yera terus merebut milik Junghee?”

Junghee menarik helaian rambut Ibunya yang kini sudah menjuntai panjang, sering kali menjadi mainan tangannya yang sedang bosan.

“Lalu Papa juga mengingatkan pada Junghee kalau Yera itu harus Junghee dan Seungjae jaga baik-baik, tidak boleh dimarahi terus, dia adik perempuan kalian dan masih sangat kecil. Bagaimana kalau Papa marah pada kalian karena terus bertengkar dan kalian dipisahkan? Yera akan dibawa ke rumah Bibi Seulgi dan Junghee akan dibawa ke rumah Bibi Sooyoung.”

Ucapan Yerim sepertinya cukup dipahami oleh Junghee. Terbukti karena anak itu langsung menunduk dan seperdetik setelahnya langsung memeluk Yerim.

“Tidak mau pisah dengan kakak dan adik, tapi Junghee hanya sedikit kesal. Junghee tidak marah, Junghee janji.”

[3] BERXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang