Aku Akan Datang

23.2K 2.2K 143
                                    

Hellowwwwww

Cuss yang rindu Bu Amira sama Ayu..

Hepi reading.

Vote coments yg banyakkk

"Satria akan kembali ke Indonesia bersama Arga pah."

Serkan tak menggubris, lelaki tua yang kini terbaring lemah di brankar rumah sakit itu setia mengunci mulutnya.

Kecelakaan mobil yang ia alami bulan kemarin, yang merenggut nyawa sang istri membuat Serkan mengalami depresi ringan dan kesehatannya pun kian menurun.

"Ini saatnya Satria mencari Amira pah.. Satria harap papah ngerti atas apa yang selama ini Satria rasakan. Kehilangan orang yang kita cintai bukanlah hal yang mudah pah." Ungkap Satria menggenggam tangan ayahnya.

Serkan diam, lalu kemudian berkedip dalam menatap Satria.

Perlahan senyum Satria terbit dan mencium kening papahnya.

"Satria sayang papah."

Serkan diam menutup matanya, kehilangan Ralia menjadi tamparan kuat untuk Serkan, betapa ia selama ini selalu egois pada anak-anaknya bahkan hingga ia kehilangan Dilara, putrinya.

Dalam diamnya Serkan menangis menyalahkan dirinya atas kepergian Ralia, wanita yang teramat sangat ia cintai. Andai malam itu ia tak berambisi untuk memisahkan Satria dari Arga, mungkin Ralia masih ada disisinya saat ini.

Mungkin inilah karmanya.

"Besok Satria berangkat pah. Bibi Margareth akan mengurus papah disini sampai keadaan papah membaik dan papah bisa menysul kembali ke indonesia." Ujar Satria, Serkan mengangguk tipis.

"Aku akan datang Ra.."

Amira menatap Ayu yang begitu cantik dalam balutan seragam TK yang masih nampak kedodoran.

Ya, hari ini adalah hari pertama Ayu masuk ke taman kanak-kanak meski usianya masih lima tahun kurang satu bulan.

Yayasan taman kanak-kanak milik keluharan yang berada di dekat rumah makan tempat Amira bekerja menjadi pilihan sekolah untuk Ayu.

Selain karena tempatnya yang dekat, Amira pun tak perlu merogoh kocek terlalu dalam.

"Ayu udah selesai Unda." Ujar gadis kecil yang nampak semangat menggendong tas kecil yang merupakan bekas milik anak Bu RT yang kini sudah SMP, kedua kaki mungilnya berbalut flatshoes kecil berbahan karet yang kemarin Amira beli di pasar, meski murah namun Amira teringat betul bagaimana bahagianya Ayu kala menerima sepatu itu.

"Anak Unda cantik sekali." Puji Amira mencium pipi Ayu.

"Nanti kalau sudah pulang, jangan kemana-mana dulu ya sayang. Tunggu Unda jemput dulu." Pesan Amira sambil membantu Ayu duduk di boncengan sepedanya. Beberapa hari ini Amira tak membuat donat karena baju-baju yang harus ia setrika bertambah banyak.

"Iya Unda."

Ayu memegang pinggang Amira sambil sesekali bernyanyi lirih, menghafalkan nama-nama binatang dalam bahasa inggris melalui lagu yang kemarin Amira ajarkan.

Dalam diamnya Amira tersenyum mendengar nyanyian lirih putrinya yang begitu cerdas.

"Nasi gorengnya dihabiskan ya nanti nak, tehnya juga." Pesan Amira kala mereka sudah tiba di depan bangunan sederhana yang baru setahun belakangan menjadi sebuah taman kanak-kanak.

Ayu mengangguk "masih sepi ya Nda?" Tanya Ayu kala hanya melihat beberapa murid disana yang ditemani ibu mereka.

"Sekolahnya jam delapan sayang, ini masih jam setengah tujuh. Ayu makan dulu nasi gorengnya ya, atau sambil menulis juga nggak papa." Terang Amira. Ia sebenarnya tak tega harus melepas Ayu sendirian. Tapi mau bagaimana lagi, ia pun harus bekerja.

Ayu mengangguk tersenyum "okey." Jawab bocah itu begitu semangat menatap Amira.

"Anak baik, anak pintar... salim dulu sini."

Amira menatap punggung sempit putrinya yang berjalan memasuki pagar.

Wanita itu nampak berkaca-kaca menatap putrinya.

Ada perasaan haru juga tak rela kala melihat putrinya semakin besar, betapa Amira sangat menyayangi Ayu hingga rasanya ia akan memberikan apapun demi kebahagiaan Ayu, putri kecilnya yang sangat pintar dan penuh pengertian.

Disisi lain

"Bagaimana?"

"Saya masih sedikit kesulitan mencari ibu Amara Pak. Tetangga bahkan pemilk rumah tempat bapak tinggal dulu  tak tau menau tentang keberadaan ibu Amira saat ini."

Satria menghela nafas, salahnya dulu hanya meninggalkan sebuah kalung emas untuk Amira. Namun bagaiman lagi, papahnya benar-benar menutup aksesnya untuk memakai uang kala itu.

Dan kalung itupun sejatinya adalah pemberian Ralia, mendiang mamahnya.

"Cari terus sampai dapat, kalau perlu cari sampai keluar jakarta." Titah Satria yang kini dalam perjalanan udara menuju Indonesia dengan jet milik perusahaannya.

Dalam pangkuannya terdapat bayi montok bermata hazel yang tak pernah menangis dalam gendongannya.

"Tidurlah Ar, Baba juga mengantuk." Ujar Satria menepuk pelan pantat bayi itu.

.....

"Ngalamun aja sih Mir." Tegur Ina menatap Amira yang sedang mengelap piring.

"Sedih aku mbak.. nggak kerasa Ayu udah TK aja, padahal rasanya baru kemarin dia aku gendong kemana-mana jualan donat keliling."

Ina merangkuh bahu Amira, wanita yang sudah hampir enam tahun menikah namun belum memiliki anak itu tersenyum.

"Bersyukur kamu punya anak sebaik dan secerdas Ayunda."

Amira mengangguk berkaca-kaca "Padahal aku ini ibu yang buruk mbak..  aku belum bisa kasih kebahagiaan buat Ayu sebagai mana mestinya anak seusia dia.. aku payah."

"Jangan bilang gitu ah.. kamu hebat lagi, hebat banget malahan. Ayu bangga punya ibu yang strong kaya kamu." Ujar Ina, bukan berlebihan karena memang itu yang selama ini ia lihat.

Bagaimana kala itu seorang wanita belia, nampak begitu kelelahan berjalan membawa kotak plastik berisi donat sambil menggendong bayi berusia enam bulan, datang ke rumah makan ini memesan segelas teh hangat dan nasi dengan kuah sup.

Matahari begitu terik menusuk hingga ke kulit.

Amira menatap sisa donatnya yang tinggal dua buah.

"Panas ya nak?" Tanya Amira pada Ayunda, putrinya yang masih berumur enam bulan mulai nampak gelisah.

Amira memutuskan untuk singgah di rumah makan padang yang kala itu begitu sepi.

"Pesan apa mbak?"

Amira tersenyum "teh hangat, sama nasi pakai kuah sup boleh mbak?"

Pegawai bernama Ina itu awalnya cukup kaget, namun kemudian mengangguk.

Betapa Ina dibuat trenyuh dengan pemandangan itu, dimana seorang ibu yang masih nampak begitu belia menyuapi anaknya dengan nasi dan kuah sup, membagi teh hangat itu dengan putri kecilnya yang nampak sangat bahagia.

"Berap mbak?" Tanya Amira.

Ina tersenyum "Sudah tidak usah, biar saja saja.. sama itu donatnya tolong bungkuskan untuk saya ya."

Amira menggeleng "jangan mbak, mbak juga bekerja disini. Saya bayar saja."

Ina tak memaksa membiarkan Amira membayar dengan uang yang tersimpan dalam tasnya.

"Donatnya tolong bungkuskan ya." Ujar Ina, Amira mengangguk.

"Lima ribu mbak." Ujar Amira, Ina memberikan uang pecahan dua puluh ribu.

"Sisanya buat anak mbak, doakan saya ya supaya cepat memiliki anak juga."

Amira mengangguk haru mengucap aamiin begitu khidmat lalu berterimakasih.

Dan siapa sangka bahwa takdir membawa Amira dan Ina kini bekerja bersama dan berteman begitu akrab.

Cutttt ya....

Gimana???..

For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang