Kita Harus Bicara

24.2K 2.2K 93
                                    

Helllowwwwww
Pokoknya kalau pengen lanjut harus komen sama vote yang banyak.

Kwkwkwkkwk

Udah ah cusss

Happy reading😘😘😘😘

Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, Amira baru saja menyelesaikan tugas menyetrikanya.

Wanita itu meringis mengusap punggungnya yang terasa begitu pegal, badannya pun tak kalah lelah.

Selepas mengemas tumpukan baju itu ke dalam plastik, Amira memasuki kamarnya.

Wanita berambut panjang dan begitu lebat tergerai indah itu menatap putri cantiknya yang tertidur pulas sambil memeluk Ciki.

"Unda sayang Ayu." Bisik Amira mencium kening putrinya.

Amira berjalan menuju lemari reot yang hampir habis dimakan rayap, mengambil sebuah kotak disana dan membukanya.

Sebuah kalung emas berbandul kupu-kupu juga cincin emas di dalam kotak itu selalu sukses membuat hati Amira bergetar hebat.

Amira mendudukan dirinya dipinggir ranjangnya sambil membuka secarik surat yang tersimpan dalam kotak yang sama dengan cincin dan kalung indah itu.

Teruntuk kekasih halalku Amira Larasati.

Sayang..
Saat kamu membuka dan membaca surat ini berarti mas sudah pergi.

Maafkan mas sayang, mas pergi bukan berarti mas tidak mencintaimu.

Ini semua mas lakukan karena mas sangat mencintaimu Ra, mas tidak ingin membuatmu terluka.

Percayalah Ra, mas akan pulang.. kita akan kembali bersama. Mas akan pulang Ra.. tunggu mas, mas janji.

Dengan penuh cinta
SATRIA

Amira menitikan air matanya.

"Kapan kamu pulang mas? Lirih Amira.

Wanita itu percaya pada Satrianya. Amira begitu mencintai Satria tanpa sedikitpun ragu di dalamnya.

Meski tak dipungkiri rasa kecewa itu ada, tapi Amira percaya Satria akan kembali padanya, Satria akan pulang.

Amira mengecup foto kecil dimana dirinya dan Satria kala itu sedang pergi ke puncak selepas pernikahan keduanya.

"Aku cinta kamu mas.. selalu." Lirih Amira.

Keesokan harinya Amira dan Ayu kembali menjalani rutinitas mereka.

Namun Amira sedikit merasa aneh, ia merasa seperti sedang diperhatikan seseorang.

"Sayang.. nanti kalau Unda belum jemput jangan kemana-mana ya sayang." Peringat Amira.

Ayu mengangguk "iya Unda."

Amira merasa benar-benar gelisah pagi ini.

Disisi lain

"Saya berhasil menemukan keberadaan Bu Amira pak."

Satria tersenyum mengembang "Kirimkan alamatnya sekarang."

Satria memutuskan panggilannya sepihak, lelaki yang baru saja tiba di Indonesia setelah sekian tahun itu merasakan buncahan kebahagiaan di dadanya.

Dalam hatinya berdoa semoga Amira mau memaafkannya dan menerimanya kembali, ia ingin memulai kehidupan yang baru bersama Amira dan Arga, memberika kehidupan yang layak untuk Amiranya, menebus segala kesalahannya. Semoga saja Amira mau menerimanya.

Sore menjelang setelah mengantar Arga untuk vaksin dirumah sakit, lelaki itu menuju alamat rumah dimana Amira tinggal.

Jantungny berdetak dua kali lebih kencang, bahkan tangannya menjadi sedingin es. Ia tak menyangka akhirnya saat-saat yang ia tunggu tiba juga.

"Nar, kamu tunggu disini bersama Arga." Titah Satria pada Kinar babysitter Arga.

Mobil lelaki itu tak bisa melewati gang sempit untuk sampai dirumah Amira.

Perasaan lelaki itu semakin berkecamuk kala melewati jalanan becek dan lingkungan yang menurutnya kumuh, rasanya benar-benar menyakitkan. Bagaimana selama ini Amiranya hidup?

Kaki Satria berhenti melangkah kala melihat sebuah rumah kecil yang menurutnya sangat kecil bahakan reot namun terlihat begitu bersih, ia mencocokan rumah itu dengan foto yang dikirimkan oleh orang suruhannya.

Langkah Satria terasa semakin berat kala ia mendengar suara yang selama ini ia rindukan tengah tertawa, tawa begitu renyah dan disusul oleh suara tawa seorang anak kecil.

Kening Satria terlipat sempurna.

Apakah Amira sudah menikah?

Satria kembali melangkah mundur, rasanya tak sanggup bila harus melihat Amira bersama lelaki lain.

"Cari siapa mas?"

Lelaki itu tersentak kala seorang menepuk pundaknya.

"Sa-saya temannya--- lelaki itu menunjuk rumah itu.

"Oh, teman bundanya Ayu?" Sambung lelaki bersarung itu.

Satria hendak menggeleng namun mengangguk.

"Suaminya kira-kira dirumah nggak ya pak? Sa-saya nggak enak kalau bertamu tapi suaminya nggak ada." Alibi Satria, lelaki itu sebenarnya ingin tau dimana suami baru Amira.

Lelaki bersarung itu menggaruk kumisnya "Saya sendiri kurang tau mas dimana suami mbak Amira, soalnya sejak pindah kesini lima tahun lalu mbak Amira itu cuma sendiri."

Kening Satria berkerut semakin dalam "A-ayu?"

"Oh, kalau Ayu saya juga nggak tau bapaknya siapa, waktu pindah kesini mbak Amira dalam kondisi hamil mas." Jelas bapak itu

"Ah yasudah mas, saya duluan mau ke masjid. Mas kalau mau bertamu bertamu saja, keburu malem nanti malah digrebek pak RT." goda lelaki itu. Satria mengangguk.

Satria meraba dadanya yang berdetak tak karuan, bahkan matanya kini berkaca-kaca. Badanya hampir saja terhuyung, berbagai spekulasi berkeliran di kepalanya.

Namun Satria tak mau menunggu lebih lama, malam ini ia harus menjelaskan semuanya pada Amira  dan Amira pun sebaliknya.

Perlahan namun pasti Satria mengetuk pintu kayu itu.

"Unda!! Ada tamu. Boleh Ayu buka?"

"Biar Unda saja nak, Unda cuci tangan dulu."

Amira memutar kunci pintu rumahnya dan membuka handelnya.

"Maaf, cari siapa pak?" Tanya Amira sopan pada lelaki yang memungginya

Lelaki itu terlihat mengusap pipinya lalu berbalik menatap Amira.

Amira hampir saja tersedak, kepalanya seketika pening, lidahnya kelu tak dapat berkata-kata.

Wanita itu hendak menutup pintunya kembali namun tangan besar Satria menahannya.

"Rara tolong.. kita harus bicara."

Cutt🤣🤣🤣🤣

Hayolohhhh ketemu juga.

For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang