Malam Panas

22.9K 1.7K 50
                                    

Hellow...
Ya Allah.. lama banget nggak Up🥺🥺
Maafin ya guysss...

Ide lagi ngadat🥺 dan tiba2 nggak semangat karena sesuatu..

Happy reading all♥️♥️

Malam semakin larut dan dingin, Amira menatap tubuh atletis Satria yang nampak tertidur pulas disampingnya.

Pipi wanita itu memerah, menahan malu dan rasa berdosa yang membumbung tinggi.

Pernikahannya dengan Satria tinggal menunggu hitungan hari, namun malam panas kali ini seolah tak terelakan.

Amira mencium pelipis Ayunda dan Arga bergantian, wanita itu tersenyum lembut menatap dua malaikat kecilnya yang nampak sangat kelelahan karena bermain seharian.

Selepas memastikan anak-anaknya tertidur, Amira memilih untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat, mengingat esok hari Bibi Margareth mengajaknya untuk pergi ke spa.

Kedua mata Amira memincing kala melihat Satria yang nampak begitu kuyu, berjalan menaiki tangga.

"Kok tumben, jam segini baru pulang Sat?" Tanya Amira mengambil alih tas jinjing Satria.

Pria itu tersenyum namun tak dapat menyembunyikan rasa lelahnya.

"Setelah kita menikah besok, kamu kan minta kita menetap di Indo, jadi ada beberapa hal penting yang harus aku urus di kantor." Jawab Satria mengusap pipi wanita kesayangannya itu.

Amira mengangguk "ya sudah, kamu mandi gih.. aku bikinin teh hangat dulu, nanti aku antar ke kamar kamu."

Tak banyak membantah, Satria melangkahkan kakinya menuju kamar utama dirumah itu, sementara Amira pergi ke ruang kerja Satria untuk menaruh tas milik pria itu dan pergi ke dapur.

Sepuluh menit kemudian, Amira mengantar teh buatannya ke kamar Satria.

"Capek banget ya? Mau aku pijetin?" Tanya Amira sembari menyerahkan cangkir tehnya kepada Satria yang duduk ditas sofa, lelaki itu masih lengkap dengan pakaian kantornya, hanya beberapa kancing saja yang dilucuti.

Satria tak menolak, lelaki itu memutar tubuhnya membiarkan Amira memijat pundaknya.

"Anak-anak gimana?"

"Ya kaya biasa, cuma Ayu tanya kok kamu jarang ikut sarapan sama makan malam."

Satria memutar tubuhnya menatap Amira dengan tatapan menyesal.

"Maafin aku ya, semua ini demi keluarga kita nantinya.. aku mau menghabiskan banyak waktu sama kalian setelah kita menikah nanti."

Amira tersenyum meraih gelas digenggaman Satria dan menaruhnya di meja.

Wanita itu kembali menatap Satria, kali ini tangan mungilnya menangkup pipi Satria.

Kedua pasang netra itu saling berpandangan menyalurkan pedar cinta dan kasih sayang yang seolah tak pernah surut.

"Makasih ya Sat.. you're the best baba ever for our babies." Bisik Amira mengikis jarak diantara mereka dan mendaratkan bibirnya di bibir Satria, melumatnya perlahan seolah memancing Satria.

Entah hawa apa yang membawanya semakin berani duduk diatas pangkuan Satria dan melucuti kancing kemeja pria itu, bibir keduanya beradu semakin liar.

"Ss-sath.." desah Amira mulus dan begitu lembut di telinga Satria seolah bensin yang semakin mengobarkan bara nafsu Satria.

"Terlalu jauh Ra." Cegah Satria kala Amira hendak melepas ikat pinggangnya.

Amira menunduk malu, ia merasa seperti wanita yang haus belaian.

"Maafin aku" ujar Amira menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Entahlah ia ingin menangis sekarang, rasa-rasanya ia tidak memiliki muka lagi di depan Satria.

Satria menghela nafas perlahan lalu menarik Amira kedalam pelukannya.

"Sstt...aku pun sebenarnya ingin ra." Ujar Satria jujur.

Sesaat Amira nampak nyaman dalam dekapan Satria, wanita itu kembali mendongak dan menjauhkan wajahnya dari tubuh Satria.

Jemari lentik Amira menyusuri rahang tegas Satria.

Keduanya kembali saling mencumbu satu sama lain, kali ini perlahan namun begitu hangat.

"Please Sat.. I want you."

Remang cahaya rembulan malam itu menjadi saksi bagaimana kedua insan saling mencinta itu kembali menyatu, bergelung dalam kenikmatan dosa yang begitu memabukan.

Amira terkejut bukan main kala sebuah lengan kekar melingkari tubuhnya yang masih polos dibawah selimut.

"Ra? Are you okey?" Tanya Satria dengan suara seraknya.

Amira membisu, wanita itu memutar tubuhnya membelakangi Satria.

Ia pun bingung, semalam bahkan ia yang memaksa Satria, namun kenapa rasanya saat ini ia begitu malu, tak ada muka.. ia marah pada dirinya sendiri. Sangat.

"Maafin aku Ra, Kamu nyesel?"

"Nggak."

"Kenapa diam begini? Aku kasar?"

"Lepas Sat." Amira beranjak meninggalkan Satria sambil meraih kimono tidurnya, dan meninggalkan Satria yang dihujani banyak tanda tanya begitu saja.

Pagi menjelang

Suasana minggu pagi dirumah Serkan memang tak pernah sepi sejak kedatangan Amira dan Ayunda.

Sama seperti sekarang, baik Serkan maupun Satria nampak asyik menanggapi ocehan Ayu yang bercerita soal tata surya yang ia pelajari beberapa hari belakangan ini bersama Amira.

Diam-diam Satria melirik Amira yang nampak tak berselera.

"Ra-

Baru Satria hendak memanggilnya, wanita itu justru menghindar.

"Papah, bibi Amira izin ke kamar dulu ya, takut Arga menangis." Serkan dan Margareth mengangguk tersenyum

Amira berjalan cepat menaiki tangga, apalagi kala ia mendengar langkah Satria di belakangnya.

"Kamu ini kenapa sih ra?"

"Aku udah bilang aku nggak papa Sat!"

Tangan Satria menahan pintu kamar Arga yang hendak Amira kunci.

Amira mengalah, ia membiarkan Satria masuk.

"Kamu ini kenapa? Kamu banyak diam, kamu tiba-tiba marah gini kenapa? Kamu tau kan aku bukan peramal! Aku nggak akan tau apa yang mengganggu perasaan kamu kalau kamu nggak ngomong!" Cecar Satria tertahan, ia tak ingin membangunkan Arga.

Amira yang sejak tadi mondar mandir sok sibuk akhirnya luruh juga, wanita itu berjongkok menyembunyikan wajahnya diantara kedua lututnya.

"Aku-- aku malu Satria.."

Cutttt
Malu kenapa ibuk?
♥️♥️♥️♥️

For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang