Haii haii
Up nih...kwkwkwkHappy reading all
Amira memalingkan wajahnya dari putri kecilnya, Ayu.
Ia sadar bahwa cepat atau lambat Ayu akan menanyakan perihal ayahnya.
"Unda?" Ayu menyentuh lengan Amira lembut.
Amira tak bergeming, wanita itu masih sibuk mengtur nafas dan laju air matanya.
Dirasa cukup tenang Amira menoleh menatap Ayu yang menanti jawabnya.
"Ayu punya ayah.. ayahnya ayu lagi kerja jauhh sekali." Jawab Amira, berharap Ayu mengerti.
Gadis kecil itu mengangguk.
"Ayu kira ayu nggak punya ayah."
Amira menggeleng perlahan, wanita itu membawa Ayu ke pangkuannya.
"Acara kembang apinya udah mau mulai tuh." Ujar Amira masih memangku Ayu.
Ayu mengangguk menyaksikan kerumunan orang disebrang jalan taman tempatnya duduk.
Tak lama acara kembang api dimulai, membuat Ayu tersenyum senang, sejenak melupakan perihal ayahnya.
Malam semakin larut
Amira belum juga memejamkan matanya.
Wanita itu menatap wajah damai putri kecilnya yang amat mirip dengan lelaki itu.
Lelaki yang sampai sekarang masih Amira tunggu, lelaki yang masih menempati tahta tertinggi dihati Amira, meski tak di pungkiri rasa kecewa, marah dan sakit itu ada.
Apakah lelaki itu sama merindunya seperti Amira yang kini merana dalam belenggu rindu?
Tak tau kah Satria bahwa disini ada dua orang wanita yang sedang menunggunya? Mengadu dan menangis dalam rindu kala bermunajat pada Tuhan.
"Unda?"
Amira tersentak, lalu menghapus air matanya.
"Unda nangis?"
Amira menggeleng
"Ayu nakal?" Tanya bocah polos bermata bulat nan cantik jelita itu.
Lagi-lagi Amira menggeleng sambil tersenyum.
"Unda nggak nangis.. Unda cuma ngantuk, Ayu nggak nakal kok, Ayu anak baik." Jawab Amira sambil memeluk tubuh kurus Ayu.
"Nda.."
"Apa sayang?"
"Ayu nggak papa nggak punya ayah, yang penting ada Unda sama Ciki. Unda jangan sedih ya?" Ujar Ayu begitu tulus meski tak dapat dipungkiri ada secercah rasa kecewa disana , entah dari mana gadis kecil itu bisa berkata demikian.
Amira tak menjawab, ia memeluk Ayu semakin erat, nafasnya kian tercekat menahan tangis.
Perasaannya begitu berkecamuk
Disisi lain
Seorang lelaki tampan dalam balutan handuk kimono menatap gemerlap kota Istanbul dari lantai lima apartemennya sambil menatap sebuah foto pernikahan sederhana yang masih dan selalu ia simpan.
"I miss you Ra." Lirih lelaki itu sendu.
Rasa rindu itu kian berkecamuk di hatinya, betapa ia merindu sosok manja dan penuh perhatian itu.
Rasa bersalah pun kian tak terelakan kala mengingat betapa jahatnya ia meninggalkan gadis itu sendirian malam itu.
Malam yang juga menjadi malam tersulit dalam hidupnya, dimana ia harus memutuskan untuk meninggalkan istri belianya karena ayahnya.
"Kamu pikir Papa tidak tau kalau kamu telah menikahi gadis ingusan yang tak jelas asal-usulnya itu?!"
Satria terdiam seribu bahasa.
"Dimana otak kamu bodoh! Kamu ini pewaris tunggal Armagan's Corp!" Bentak Serkan sambil meninju tulang pipi putranya.
"Tinggalkan dia atau papah yang akan pisahkan kalian?" Ancam Serkan.
Satria menatap papahnya "I love her pa.. please."
Satria adalah tipikal anak yang sangat menghormati orangtuanya, dan tak pernah membantah apapu keinginan mereka kecuali saat ini ketika ia sedang jatuh cinta.
"Kamu tau papah Satria! Papah nggak pernah main-main dan tanggung-tanggung dalam mewujudkan keinginan papa." Ujar Serkan sungguh-sungguh.
"Tinggalkan dia malam ini atau kamu akan melihatnya mati mengenaskan esok hari."
Satria mematung menatap sang mama yang sejak tadi hanya diam, Satria tak pernah lupa bagaimana sadisnya Serkan membayar pembunuh sewaan untuk melenyapkan nyawa kekasih adiknya beberapa tahun silam hingga membuat sang adik depresi dan bunuh diri.
Namun dimata Serkan, Dilara putrinya meninggal karena murni kecelakaan.
Lelaki berdarah Turki itu menutup mata dan telinga tentang apapun yang menyangkut kematian putrinya.
"Turuti papahmu Sat.. mamah tidak ingin kehilangan anak mamah untuk kedua kalinya, demi mamah Sat.." Ralia mengiba menatap putranya.
"Satria akan tetap bersama Amira mah, Satria mencintai Amira." Tegas Satria.
"Papah harap kamu tidak lupa bahwa Plato masih bekerja pada papah." Potong Serkan yang muncul kembali membawa sebuah ponsel dan menunjukannya pada Satria.
Satria mengumpat, Plato adalah penembak bayaran Papahnya, pria yang sama dengan pria yang membunuh kekasih adiknya.
Tak lama ponsel Satria berdering, menampilkan nomor telfon rumahnya.
"Mas dimana? Rara takut mas.. a-ada tem-
'Duar!'
"Mas pulang!!" Pekik Amira saat kembali mendengar suara tembakan yang memecahkan lampu di kamarnya.
Satria mematikan sambungannya "hentikan pah! Satria mohon. Beri waktu satu minggu untuk Satria melepas Amira. Satria janji setelah itu Satria akan kembali ke Turki."
Serkan tersenyum penuh kemenangan.
"Papah tunggu kamu di airport jam enam pagi, seminggu dari sekarang." Final Serkan.
Cut ya buibu...
Hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔
Short StoryAda kalanya lebih baik diam daripada sibuk menjelaskan. Ada kalanya lebih baik pergi menjauh daripada harus bertahan. lima tahun berlalu, sejak kejadian yang melulu lantahkan hatinya, menghancurkan semua harapannya, menyisakan sebuah kerinduan tak t...