Hewwlloowww
Maaf Up jam segini.. wkwkw
Ini semua karena aku nggak bisa tidurr😭😭😭
Udahla.. cuss Hepi reading😘😘
Vote comentss♥️Hari menjelang sore namun Amira belum siuman, dan selama itu Ayu tak sedikitpun beranjak dari kursi disamping brankar Amira.
"Om Baik?"
Satria yang duduk di sofa yang terletak disudut ruang inap Amira berjalan kearah Ayu.
"Undanya ayu bakal bangun kan Om?" Tanya Ayu, bocah yang masih setia dalam balutan seragam kedodoran miliknya itu menatap Satria begitu sendu.
Satria mengusap kepala Ayu.
"Undanya Ayu pasti bangun sayang.. sekarang Ayu makan dulu yuk.. Ayu harus kuat biar bisa jagain Unda." Ujar Satria, Ayu mengangguk membuat Satria tersenyum lebar.
Gadis kecil itu kini duduk berdampingan bersama Satria. Gadis itu nampak berbinar memandang ayam goreng tepung dan sebungkus nasi yang nampak sangat menarik dimatanya.
Ia pernah sekali memakan ini, namun sudah sangat lama. Dan seingatnya ini enak sekali.
Satria yang lebih memilih untuk menikmati kopi pahitnya menatap Ayu heran.
"Kenapa nak? Ayu mau Om suapi?" Tanya Satria, Ayu menggeleng.
Gadis kecil itu memakan ayam dan nasi itu dengan wajah yang begitu bahagia.
"Om Baik.. terimakasih." Ujar Ayu sambil meminum air mineral yang Satria siapkan.
Satria tersenyum mengusap pipi Ayu.
Kening Satria terlipat sempurna kala melihat Ayu menutup kembali box kardus berisi ayam dan nasi itu, padahal bocah itu baru memakannya separuh.
"Kenapa nggak dihabisin nak? Nggak enak?"
Ayu tersenyum malu lalu menggeleng "Ayu sisain buat Unda Om, Unda pasti suka."
Satria tertegun. Ayu dengan segala kepolosannya membuat hati Satria ngilu seketika.
"Ayu habiskan saja ya nak, nanti Om belikan lagi untuk Undanya Ayu." Kata Satria mengusap pipi Ayu.
Gadis itu berbinar menatap Satria "benar om?" Tanya gadis itu memastikan. Satria mengangguk.
Ayu hendak membuka kembali box makannya, namun ia urungkan
"Jangan Om, kata Unda ayam tepung itu mahal.. Om sudah bayar bu dokter buat periksa Unda.. nanti uang Om habis."
Pernyataan polos Ayu tak kuasa membuat hati Satria bak dihantam palu godam.
Ya Tuhan, selama ini ia hidup serba berkecukupan sementara gadis ini, putrinya yang masih sangat belia ini harus hidup ditengah ekonomi yang kekurangan, dipaksa untuk bersikap dan berpikiran dewasa oleh keadaan demi ibunya.
Kedua mata Satria berkaca-kaca, membayangkan betapa menyedihkannya masa kecil Ayu, dimana anak seusianya asyik bermain sementara ia harus merasakan susahnya hidup ditengan kekurangan.
Disisi lain Satria salut pada wanita yang dulu ia tinggalkan dan kini terbaring lemah diatas brankar. Wanita itu sukses mendidik Ayu menjadi anak yang tangguh, penuh kasih sayang dan pengertian.
"Ayu habiskan ya nak? Uang Om nggak habis kok, kalau kurang kita beli lagi."
Ayu mengangguk antusias, melahap kembali ayam tepung yang terasa sangat enak dimulutnya. Ia teringat kemarin ia hanya bisa melihat temannya memakan ayam tepung sementara dirinya memakan nasi goreng. Dan kini ia bisa memakan ayam tepung berkat Om Baiknya.
Selepas mencuci tangan, ayu kembali duduk disamping Satria yang juga menatapnya.
"Om Baik?"
"Ya sayang."
"Ayu boleh peluk?" Tanya Ayu dengan sorot mata sarat akan permohonan.
Satria tersenyum haru, lalu mengangguk. Membuka lebar kedua tangannya.
Ayu memeluk Satria cukup lama, gadis itu terdiam dalam pelukan hangat Satria. Dalam batinnya berdoa semoga ia bisa dipeluk oleh ayahnya suatu hari nanti.
"Ayu tau dimana ayahnya Ayu?" Tanya Satria tiba-tiba, lelaki itu bahkan tak menyadari pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.
Wajah Ayu seketika murung, gadis itu menggeleng "Jangan ngomongin ayah Ayu di depan Unda ya Om.. soalnya nanti Unda pasti nangis."
Satria menghela nafas, lalu mengangguk.
Malamnya
Suasana kamar inap Amira begitu canggung, baik Satria dan Amira sama-sama mengunci mulut mereka.
Hanya ocehan Ayu yang nampak sangat bahagia hari ini, berada ditengah-tengah Unda dan Om Baiknya.
Gadis cantik itu kini nampak begitu imut dengan setelan piyama berwarna pink bergambar unicorn.
Malam semakin larut, Ayunda sudah tertidur pulas dalam dekapan Amira, tadi memang Satria meminta suster untuk mengganti brankar Amira dengan brankar yang lebih lebar.
"Terimakasih." Ucap Amira akhirnya membuka suara.
Satria tersenyum menggeleng "Terimakasih." Ujar lelaki yang kini duduk di kursi dekat brankar Amira sambil mengusap jemari mungil Ayu, gadis polos, cantik dan penuh kasih sayang yang telah merebut separuh hatinya.
"Terimakasih sudah merawat dan membesarkan dia hingga dia tumbuh menjadi anak yang sehebat ini. Aku tau semua yang kamu lalui tidaklah mudah, dan itu semua karena aku.. maaf."
Ya, maaf dan terimakasih.
Amira mengusap pipi putrinya.
"Kamu pergi karena suatu alasan.. dan aku yakin kamu kembali pun karena suatu alasan.. ada apa?" Tanya Amira to the point.
Satria menyentuh jari-jari kurus Amira, telapak tangan wanita itu bahkan terasa sangat kasar, lebih kasar dari dirinya yang notabene lelaki.
Namun, seolah telapak tangan kasar itu membuktikan betapa Amira sangat bekerja keras demi menghidupi putri mereka.
"Dulu aku pergi demi kamu, dan sekarang aku pun kembali untukmu." Ujar Satria.
Setitik air mata Amira lolos.
"Kamu menepati janjimu mas? Kamu pulang?" Ujar Amira penuh tanya dan pengharapan.
Satria menempelkan jemari Amira dipipinya, lelaki itu menangis dala diamnya.
"Boleh aku egois untuk meminta kalian kembali padaku?"
Amira mencoba menyembunyikan tangisnya.
"Ada banyak hal yang terjadi Ra.. terlalu sulit dan rumit untuk dijelaskan.. ku harap kamu mengerti." Ujar Satria memohon.
"Kamu boleh datang kapanpun demi Ayu.. tapi aku belum bisa kembali padamu.. disini masih sakit..." lirih Amira meraba dadanya yang terasa begitu ngilu.
Cut ah..
Gimana?
Saran dong saran...
KAMU SEDANG MEMBACA
For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔
Short StoryAda kalanya lebih baik diam daripada sibuk menjelaskan. Ada kalanya lebih baik pergi menjauh daripada harus bertahan. lima tahun berlalu, sejak kejadian yang melulu lantahkan hatinya, menghancurkan semua harapannya, menyisakan sebuah kerinduan tak t...