Dua Sisi Berbeda

23K 2.2K 196
                                    


Double Up nihhhh... wkwkwk

Komen dan vote yg banyak yaaaaa..
Makasiiiiihhhhh

Malam Satria nampak semakin gelap, raut wajahnya sarat akan kegelapan berselimut kerinduan dan penyesalan.

Tok Tok Tok

Satria menghapus lelehan air matanya yang selalu saja lolos setiap kali mengingat tentang Amira, bahkan ia tak tau sekarang bagaimana dan dimana Amira saat ini.

"Masuk."

Seorang wanita paruh baya menunduk sopan memasuki kamar majikannya.

"Tuan, tuan muda Arga menangis sejak satu jam lalu."

Satria mengusap wajahnya "keluarlah, bawa Arga kemari."

Wanita dengan baju pengasuh itu mengangguk menuruti permintaan majikannya.

Bayi berpipi bulat kemerah-merahan itu seketika diam kala Satria menggendongnya "You miss me son?" tanya Satria mencium pipi putranya yang memilik wajah begitu tampan.

Arga Armaga

Bayi tampan yang lahir dua bulan yang lalu dari mendiang istri Satria, Lyra.

Wanita berkebangsaan Turki, putri dari salah satu pejabat besar sekaligus pengusaha kilang minyak di lepas pantai Turki yang menikah dengan Satria lima tahun yang lalu tepat setelah Satria pergi meninggalkan Amira.

Pernikahan mereka yang berjalan cukup lama bukan berarti hubungan mereka akur, karena pernikahan mereka hanya sebatas pernikahan bisnis antar kedua orangtua mereka.

Bahkan tepat dihari kelahiran Arga, dipenghujung hayatnya Lyra mengakui  bahwa Arga bukanlah putra Satria, namun lelaki itu dengan senang hati mengurus dan membesarkan Arga kala seluruh keluarga Lyra bahkan ingin membuang bayi tampan nan malang ini. Memberi Arga nama belakangnya dan berjanji akan menyayangi Arga sampai kapanpun.

Dengan begitu telaten nan sabar, Satria menimang Arga dengan penuh kasih sayang.

"Kamu akan selalu menjadi anak Baba." Bisik Satria, seolah mengerti Arga kecil pun tersenyum memperlihatkan gusinya.

Lain disana, lain disini. 

Kembali kesebuah kontrakan kecil dipinggiran kota, dimana sepasang ibu dan anak nampak sangat antusias untuk menjual donat dagangan mereka di acara car free day. Mencoba peruntungan mereka untuk berjualan disana berkat informasi dari salah satu teman kerja Amira.

Dua kotak donat dengan toping coklat dan keju kini sudah terikat kencang di boncengan belakang sepeda butut Amira.

"Anak Unda sudah siap?" Tanya Amira membangkitkan semangat Ayu sambil  memakaikan topi pada putri cantiknya itu.

"Siap Unda."

Berbekal satu botol air putih dan satu botol teh manis, Amira mengayuh sepedanya melewati jalanan besar kota sambil sesekali bernyanyi bersama Ayu.

Matahari semakin terik, namun donat buatan Amira belum terjual satu pun. Mungkin berjualan donat di acara seperti ini bukanlah hal yang cocok. Orang-orang lebih memilih membeli minuman dingin atau air mineral.

Hingga acara berakhir, donat buatan Amira hanya laku beberapa saja.

Ayu menarik ujung baju Amira "Unda.." 

"Ya sayang?" Tanya Amira, namun sepersekian detik kemudian Ayu menggeleng.

"Kenapa? Ayu capek?" Ayu menggeleng.

Sejatinya gadis itu  menginginkan es krim, namun ia melirik donat dagangan Undanya yang masih sisa banyak, ia pun mengurungkan niatnya. Ia tak ingin jadi anak nakal lagi dan membuat Undanya menangis.

"Ayu mau teh, Unda." Pinta Ayu tersenyum menatap Undanya yang nampak kelelahan.

Amira tersenyum menyerahkan teh itu pada putrinya "Ayu mau donat?" Ayu mengangguk.

Kedua ibu dan anak itu pun kembali menaiki sepeda mereka.  Ditengah teriknya mentari Amira mengayuh sepedanya sambil bernyanyi bersama Ayu, sama seperti saat mereka berangkat tadi.

"Laris Mba Amira?" Tanya salah seorang tetangga Amira yang kebetulan bertemu di jalanan kampung.

"Alhamdulillah Bu, tapi masih banyak." Jawab Amira tersenyum.

Ibu itu  memandang Amira kagum begitu pun dengan Ayu "Bungkusin deh mbak, semuanya. kebetulan saudara saya mau datang."

Wajah Amira berbinar seketika, "Iya bu."

"Tiga puluh lima ribu bu semuanya." ujar Amira, ibu itu menyerahkan dua lembar uang lima puluh ribuan "Sisanya buat Ayu beli es krim mbak." Ucap ibu itu tersenyum.

"Makasih Bu Rina, terimakasih sekali."  Ujar Amira penuh haru.

"Ayu, bilang makasih sama tante Rina." 

"Makasih tante." ujar Ayu malu-malu

Sorenya

Ayu belajar membaca bersama Amira, rutinitas baru mereka belakangan ini.

Ayu adalah anak yang cerdas dan dapat menangkap semua penjelasan Amira dengan cepat, bahkan anak itu sendiri yang meminta untuk diajari menghitung juga.

"Sudah dulu yuk belajarnya, kita ke warung dulu yuk?"

Gadis kecil yang sedang asyik mengerjakan soal penambahan itu cemberut "Ayu masih mau hitung-hitung. Ayu mau belajar yang rajin biar jadi dokter." 

"Wah, jadi dokter ya? kenapa Ayu pengen jadi dokter?" pancing Amira, ia selalu mengajak Ayu berinteraksi secara intens saat sedang berada dirumah, karena Amira melihat Ayu tumbuh menjadi anak yang pendiam tak seperti anak kebanyakan.

"Pasti Ayu mau bantu orang sakit ya?"

Ayu menggeleng "Ayu mau ngobatin Unda kalau Unda sakit.. kata Unda periksa ke dokter bayarnya mahal, jadi Unda berobat aja sama Ayu, nggak usah bayar." jawab Ayu dengan polosnya membuat Amira meringis.

"Anak baik nya Unda.." puji Amira mengusap kepala Ayu.

"Ayu nggak papa dirumah sendiri?"

Ayu mengangguk "Unda kunci ya nak pintunya dari luar?" lagi-lagi Ayu mengangguk.

Amira tersenyum, ia tak pernah menyesal telah mempertahankan Ayu lima tahun yang lalu, ditengah sulitnya ekonomi dan hidup yang ia jalani. 

Ayu adalah kado terindah dalam hidup Amira

Ayu adalah pelita ditengah gelapnya hidup Amira selepas kepergian Satria.

Cutttt

Lanjut?

For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang