Jam 2 pagiiiii.... wkwkwk ada yang masih melek?
Absen dulu sini😂😂 kayanya nggak ada..
Okedeh.. hepi reading.
Amira Larasati
Wanita yang bahkan belum genap berusia duapuluh tahun itu mengusap perut buncitnya sambil berjalan kaki menyusuri deretan pertokoan untuk mencari pekerjaan.
Empat bulan ini ia bekerja di sebuah toko baju muslim, namun sudah seminggu ini ia menganggur karena tiba-tiba saja pemilik toko baju itu memecatnya dengan alasan kinerja Amira tak dapat dapat diandalkan karena sedang hamil.
Amira mengalah, karena kenyataannya demikian, ia memang mudah sekali lelah.
Berbekal ijazah SMA dengan nilai memuaskan Amira tetap saja ditolak bekerja karena kondisinya yang sedang hamil.
Tiba-tiba saja wanita itu berkaca-kaca sambil mengusap perutnya, ada rasa sedih yang begitu berkecamuk di dalam hatinya.
Ia seperti kehilangan arah, hidup sendiri di kota besar dalam kondisi hamil seperti ini benar-benar membuatnya semakin bersedih, hatinya terasa ngilu, pikirannya semakin tak karuan.
Satria, nama lelaki yang terukir dibalik cincin emas yang melingkar dijari manisnya itu kian membuat perasaan Amira semakin runyam.
"Kita pasti bisa kan dek? Kamu harus selalu disisi bunda.. kamu nggak boleh tinggalin bunda." Lirih Amira mengusap perutnya.
Pandangan Amira kini tertuju pada seorang penjual rujak dorong yang berada disebrang jalan.
Air liurnya hampir saja menetes membayangkan betapa segarnya makanan berbuah itu.
Namun Amira menggeleng "jangan ya nak.. jangan sekarang.. besok kalau bunda sudah ada uang bunda janji akan belikan." Batin Wanita itu.
Sinar mentari semakin terik, tenggoroka Amira mulai kering, wanita itu memutuskan untuk menaiki angkot dan kembali ke kontrakannya.
Tabungan Amira baru saja habis untuk membayar sewa kontrakan, karena gajinya bulan ini tidak diberikan oleh mantan bosnya.
Untunglah dalam kontrakan ini menyisakan satu kompor minyak dan beberapa perlengkapan dapur dari penyewa terdahulu.
Wanita itu memutuskan untuk memasak beras yang tinggal tersisa satu gelas, padahal uangnya tinggal sepuluh ribu di dalam dompet.
Tak butuh waktu lama nasi itu matang, dan kini amira duduk diatas karpet koyak yang sudah ada disini sejak Amira pindah kemari, wanita itu berdoa lalu menyantap nasi hangat dengan lauk telur sisa kemarin malam yang ia goreng kembali ditemani dengan segelas teh hangat manis.
"Alhamdulillah dek, kita masih bisa makan seperti ini.. adek tau, diluar sana banyak yang lebih tidak beruntung dibanding kita. Sehat-sehat ya nak." Ucap Amira pada calon anaknya sambil tersenyum, berharap anaknya akan mengerti.
Amira tersenyum getir teringat sesuatu.
"Mas nggak sabar lihat kamu makin gendut kalau hamil." Goda seorang lelaki pada istrinya yang tengah merajuk manja, malam selepas mereka menikah.
"Mas pengen punya anak cepet, rasanya nggak sabar lihat kamu versi mini."
Amira terkekeh "padahal aku maunya punya anak yang mirip persis kaya mas."
Satria mengusap bahu telanjang Amira "Apapun yang penting nanti anak kita sehat dan banyak."
Lelaki itu mengaduh kala Amira mencubit pingganya "satu aja belum jadi."
Satria mentap Amira serius selepas puas tertawa "Mas nggak pernah merasakan jatuh cinta yang sedalam ini sama seseorang.. mas nggak sedang gombal.. ini serius.. I really love you My Rara."
Air mata Amira tak tertahankan, tangis wanita itu pecah. Saat-saat seperti ini memang ia kerap kali menangis kala mengingat lelaki itu.
"Kamu dimana sih mas. Aku butuh kamu.. anak kita butuh ayahnya."
'Tok tok tok'
Amira menghapus air matanya, dan segera membuka pintu.
"Bu Rania, ada yang bisa saya bantu bu?"
Ibu-ibu paruh baya itu tersenyum mengangguk.
"Mari silahkan masuk dulu ibu."
"Dek Amira sudah dapat pekerjaan?" Tanya Rania, Amira menggeleng lemah.
"Jadi gini dek, anak ibu kan lagi bangun rumah di halaman kosong samping rumah ibu. Nah rencanya setiap hari kita mau menyediakan makan siang untuk para tukang. Dek Amira mau bantu menghandle?"
Amira mengangguk
"Jadi nanti dek Amira tinggal belanja sama masak saja, terus diantar ke rumah saya."
Sekali lagi Amira mengangguk dengan senyum mengembang "saya mau bu Rania."
Rania tersenyum "kalau begitu lusa dek Amira mulai masak ya?"
"Iya buk." Amira tersenyum.
"Ini uang belanjanya, masak untuk delapan porsi ya, sisanya boleh dek Amira simpan. Nanti kalau sudah selesai ibu tambah lagi."
"Makasih ya Bu Rania, sekali lagi terimakasih."
Dan pekerjaan pemberian Rania serta menjadi buruh cuci selama hamil, membuat Amira bisa melanjutkan hidupnya sekaligus menabung untuk biaya persalinan.
Cut😋
Besok kita langsung tancap gas😂
KAMU SEDANG MEMBACA
For My Beloved Daughter [END/COMPLETE]✔
Short StoryAda kalanya lebih baik diam daripada sibuk menjelaskan. Ada kalanya lebih baik pergi menjauh daripada harus bertahan. lima tahun berlalu, sejak kejadian yang melulu lantahkan hatinya, menghancurkan semua harapannya, menyisakan sebuah kerinduan tak t...