Brayen ingin pergi menjemput anaknya. Namun, saat ini sedang hujan dengan lebatnya. Saat berjalan keluar dari pintu masuk kantor, dia melihat Maya yang berdiri di dekat mobilnya.
"Lo, ngapain di sini?" tanyanya pada Maya.
"Bray, gue boleh minta tolong nggk?"
"Apa?"
"Anterin gue pulang ya," ucapnya dengan senyum nakal.
"Lo, mau gue anter?"
"Iya Bray mau," ucapnya dengan kegirangan.
Lalu Brayen merogoh saku celananya, kemudian memesankan taxi online untuk Maya.
"Udah gue pesenin taxi online, gue duluan, minggir!"
"Bray, kok taxi online sih!"
"Brayen!" Maya terus memanggilnya. Namun, tidak dihiraukan.
Brayen pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
***
"Kok, sekolah udah sepi ya? Rey juga gak ada." Brayen pun turun dari mobilnya membawa payung yang sudah ada di dalam mobilnya.
Dia menyusuri setiap kelas, tetap saja tidak ada putranya. Namun, dia melihat ada gadis kecil sedang duduk yang kedinginan, dia pun menghampirinya.
"Hay, kok sendirian?" tanyanya, anak itu sempat kaget kemudian menjawab.
"Lagi nunggu mama."
"Ini udah mau gelap lo, om anter yok."
"Emang gak papa, Om?"
"Gak papa, ayok! Kasih tau alamat kamu ya."
Anak itu pun mengangguk, kemudian mengikuti Brayen menaiki mobilnya.
Di dalam mobil Brayen bercerita kepada anak itu tentang pelajaran sekolahnya dulu."Nama kamu siapa? Om boleh tau 'kan?"
"Boleh kok, Nama aku Nina, Om."
"Kalo ayah kamu?"
Seketika Nina menunduk, dia tidak tau harus berkata apa.
"Nina, belum punya ayah," ucap Nina dengan pelan.
"Loh, kok sedih, maafin om ya, om gak tau." Brayen mengusap kepala Nina dengan lembut.
"Om, itu rumah Nina!"
Nina menunjukkan sebuah kontrakan kecil yang mungkin hanya muat untuk 1 keluarga kecil saja. Mereka pun berhenti, Nina mengajaknya masuk ke dalam rumahnya.
"Mama, Nina udah pulang!" Nina berjalan ke arah dapur, meninggalkan Brayen sendirian di ruang tamu.
"Sayang, pulang sama siapa?"
"Sama om itu." Nina menunjuk Brayen, seketika Maya pun tersenyum nakal.
"Yaudah, kamu ganti baju sana, terus makan ya, mama udah siapin."
"Iya, Ma."
Maya yang tau ini adalah kesempatan baginya pun membuatkan teh, beserta obat tidur di dalamnya. Kemudian menuju ruang tamu.
"Bray, makasih udah anter Nina, diminum dulu tehnya!"
"Maya!" Brayen pun kaget, kenapa ada Maya? Apakah dia ibu dari Nina?
"Iya, gue mamanya Nina, sekali lagi makasih."
"Oke, gue pulang dulu."
"Eh, Bray!" Maya memegangi tangan Brayen yang sudah ingin keluar dari rumah itu.
"Hargain gue dong, gue udah buatin minuman buat lo, anggep aja itu ucapan trimakasih dari gue."
"Nggak perlu, ucapan lo itu udah cukup!"
"Bray, plis." Maya tetap memegangi tangan Brayen dengan mata yang memerah.
"Oke, gue minum, tapi lepas!"
"Iya, makasih." Maya pun tersenyum puas, karena rencananya akan berhasil.
Brayen meminum teh itu, mungkin karena terlalu banyak obat tidur yang dimasukkan oleh Maya, obat itu bereaksi dengan cepat. Brayen menggelengkan kepala, sesekali mengerjapkan matanya. Hingga lama kemudian dia tertidur.
"Brayen, Brayen ... lo bodoh banget tau gak, keluarga lo bentar lagi bakalan ancur!" ucap Maya dengan senyum nakalnya.
"HP dia mana ya? Aku patiin ah, biar Tiara nggak bisa telfon dia!"
"Nah, ini dia, haha ...." Maya tertawa setelah menonaktifkan handphone milik Brayen.
Maya mengambil ponsel miliknya, kemudian membuka 2 kancing baju Brayen, dia sengaja memotret dirinya saat bersama Brayen, agar terlihat foto itu bukan hanya rekayasa saja.
Setelah itu, Maya memposting foto itu di Instagram miliknya, dengan caption #Selamat tidur sayang# di sana banyak sekali yang berkomentar.
Dia pun sangat senang, karena banyak yang tau soal ini.***
"Rey, tadi beneran, papa belum jemput kamu?" tanya Tiara pada putranya yang sedang memakan jajan kesukaannya. Rey pun menggeleng kecil."Udah reda hujanya, mama telfon papa dulu ya." Tiara sebenarnya ingin menelfon dari tadi, tapi karena guntur yang sangat mengerikan, dia pun mengurungkan niatnya hingga menunggu hujan reda.
"Iya, Ma." Rey terus memakan jajannya dengan lahap.
Tiara menelfon suaminya, tapi selalu tidak bisa, akhirnya dia memutuskan untuk membuka aplikasi yang sudah pasti akan membuatnya murka. Seketika matanya terbelalak, melihat ada suaminya bersama Maya, musuhnya dari dulu.
Tiara pun berlari menghampiri Rey yang sedang menikmati jajannya.
"Rey, ayo kita pergi!"
"Ma, mama kenapa?" Rey terus bertanya kepada Tiara yang sibuk mengemas bajunya ke dalam koper.
"Gak papa sayang, kita tinggal sama oma dulu ya, sementara ini."
"Terus, papa gimana?"
"Papa nanti nyusul."
Akhirnya mereka pun pergi ke rumah Mita dengan hati yang sangat kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah SMA [Tamat] Belum Revisi, Hati-hati Sakit Mata!
RomanceCerita ini mengisahkan tentang perjodohan antara dua orang remaja yang sama sekali tidak saling mencintai, terus bersama walaupun penuh dengan tekanan dan juga rasa benci. Apakah mereka bisa membina rumah tangga mereka?