Hari ini Brayen akan berangkat ke kantor, dengan fikiran yang kacau akibat ulah Maya yang membuatnya malu. Saat dia berjalan, banyak karyawan yang menatapnya aneh, sudah pasti dikarenakan foto itu. Tapi untuk hari ini Brayen sudah berencana mengumpulkan semua karyawan dan juga Maya, untuk menjelaskan ke semua orang agar tidak ada lagi yang salah faham.
Brayen berjalan ke dalam ruangannya bersama dengan asisten pria, biasanya asisten itu wanita, tapi Brayen lebih memilih pria karena dia sendiri merasa risih jika harus bersama wanita lain.
"Roni, tolong kumpulkan semua karyawan ke ruangan meeting! Termasuk Maya!" perintah Brayen kepada Roni, asistennya.
"Baik, Pak!" Roni pun pergi.
Brayen menunggu Tiara datang, karena tadi pagi dia sedang menunggu Rey di sekolah. Tak lama kemudian, ada yang mengetuk pintu dan sudah pasti itu Tiara, Brayen pun tersenyum.
"Acara udah dimulai?" tanya Tiara pada suaminya. Brayen pun menggeleng.
"Rey, sini dong!" teriak Brayen pada Rey yang sedang memakan roti. Rey pun berlari ke arah papanya. Kemudian duduk di pangkuan Brayen.
"Rey tadi belajar apa?"
"Tadi itu, Rey belajar itung, Pa! Sampe 50 tau!" ucapnya dengan mulut yang masih penuh dengan roti.
"Rey bisa?"
"Bisa dong, kan Rey udah belajar sama mama, iya 'kan, Ma?!" Tiara pun manggut-manggut dan tersenyum.
"Wih, nanti sore kita mau jalan-jalan gak ni?"
"Rey mau ...!" ucap Rey, lalu memeluk papanya.
"Yah, baju papa kena coklatnya 'kan." Brayen mendengus pelan. Tiara pun mengambil tisu lalu mengelapnya.
"Pa, tadi itu Rey berantem lo!" ucap Rey kemudian turun dari pangkuan Brayen, dia memeragakan caranya berkelahi.
"Gini ni pa, hak ... hak ... Rey pukul kepalanya, tendang lagi bokongnya!" teriaknya dengan semangat. Brayen pun tertawa melihat kelakuan putranya.
"Tapi gurunya dateng, Pa. Rey padahal masih pengen mukul perutnya," ucapnya mendengus kesal.
"Wah, harus belajar lagi ni!" ucap Brayen mengelus kepala putranya yang belepotan dengan roti coklat.
"Dasar oon, anaknya berantem malah dibelain!" Tiara menimpali.
"Lo mau, anak kita jadi bahan tonjokan! Gue si ogah, Ra, hi ...!" ucap Brayen menggelengkan kepala.
"Ya, ajarin yang bener kek!" Tiara semakin dibuat kesal olehnya.
"Udah deh, Rey harus jadi ...!" Brayen berteriak ke arah Rey.
"Jagoan ...!" teriaknya lagi bersamaan, membuat Tiara menutup telinganya. Kemudian mereka tertawa lepas.
Saat sedang asik berbincang ada yang mengetuk pintu, tak lain yaitu Roni.
"Permisi, karyawan sudah kumpul, Pak!" ucapnya.
"Yaudah, kamu duluan!" Roni pun mengangguk, kemudian pergi.
"Yok, kita bikin onar!" teriak Brayen kepada Rey.
"Dih, orang mau jelasin salah paham juga, malah bikin onar," ucap Tiara yang kesal.
"Biarin, nanti kita bikin malu Maya!" Mereka pun berjalan menuju ruangan yang akan digunakan.
***
Di ruangan ini sudah banyak karyawan, termasuk juga dengan Maya, dia senyum ke arah Brayen. Namun, Brayen hanya cuek saja."Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Brayen yang berdiri di depan bersama anak dan istrinya. Brayen pun memberikan mikrofon itu kepada Rey.
"Alolo, tes, tes, haha ...." Rey tertawa saat suaranya menggema. Semua karyawan juga ikut tertawa.
"Alo semua, mau dengerin Rey nyanyi ya?" tanya Rey dengan muka polosnya, Brayen hanya tersenyum, karena dia ingin dahulu mencairkan suasana agar tidak terlihat begitu menegangkan.
"Cie, nungguin ya, haha ..." Rey terus tertawa diikuti semua orang.
"Udah deh, ni, Pa!" Rey memberikan mikrofon itu kepada Brayen.
"Baiklah, di sini saya akan menjelaskan persoalan yang kemarin sempat membuat kalian semua risih, yaitu persoalan foto saya bersama Maya!" ucap Brayen tegas. Maya pun kaget, dia tidak menyangka hal ini akan dibahas sedetail ini.
"Foto itu hanya rekayasa, saat itu saya mengantarkan Nina, anak dari seorang Maya, yang kedinginan saat di pojok kelas, kebetulan saya sedang mencari anak saya, yaitu Rey!" Brayen tersenyum ke arah Rey, dan Rey menciumnya.
"Saya sendiri mulanya tidak tahu jika Nina itu adalah anak dari Maya yang entah siapa ayahnya! Saya sudah menolak untuk meminum teh buatannya. Namun, dia tetap memaksa, agar saya lebih cepat pulang ke rumah, akhirnya saya memilih untuk meminum, alhasil saya menjadi tidak sadarkan diri, keluarga kami sempat goyah hanya karna seorang Maya, anda hebat sekali!" ucap Brayen penuh penghinaan.
Saat ini semua karyawan menoleh ke arah Maya dengan penuh tanda tanya. Maya hanya bisa menunduk saja.
"Nina, seorang gadis polos dan cantik, tapi tidak tau di mana dan siapa ayah yang sebenarnya!" ucap Brayen sudah penuh dengan emosi.
"Bray, udah!" bisik Tiara.
"Saya menerima dia bekerja di sini hanya karna kasian dengan anaknya, tapi tingkah bejat dia yang membuat saya muak!" bentaknya yang membuat semua orang kaget.
"Brayen, udah dong." Tiara tetap berbisik.
"Hari ini, Maya saya pecat! terimakasih, Wasalamualikum warahmatullahi wabarakatuh." Brayen dan Tiara pun keluar dari ruangan itu dengan lega, berbeda dengan Maya yang mendapat hujatan dari para karyawan lainya.
***
Brayen dan Tiara sudah siap pergi jalan-jalan sesuai janjinya waktu di kantor tadi, mereka menggunakan sweater couple berwarna putih, celana hitam, dan sepatu putih.
"Udah siap?" tanya Brayen kepada Tiara.
"Udah dong."
"Rey udah siap?" Tanya Brayen kepada Rey yang masih sibuk memainkan game.
Prak ....
"Udah, Pa!" Rey langsung melempar hpnya dan lompat ke kaki Brayen. Langsung meminta gendong.
"Bego! Ini hp kesayangan papa, malah main lempar aja ni anak!" Brayen menjitak pelan kepala putranya.
"Duit papa banyak 'kan?" tanya Rey yang mencubit pipi Brayen.
Cup ....
Brayen mencium pipi putranya dengan gemas.Mereka pun langsung berangkat jalan-jalan menggunakan mobil sport merahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah SMA [Tamat] Belum Revisi, Hati-hati Sakit Mata!
RomanceCerita ini mengisahkan tentang perjodohan antara dua orang remaja yang sama sekali tidak saling mencintai, terus bersama walaupun penuh dengan tekanan dan juga rasa benci. Apakah mereka bisa membina rumah tangga mereka?