30

2.2K 74 0
                                    

Saat ini Brayen hanya diam, dia tidak ingin menyaksikan kesedihan Tiara, bukan karena dia tidak mau mengurus jenazah mertuanya, tapi jika dia di sana Tiara akan semakin murka.

Dia hanya melamun, tersenyum sendiri saat mengingat pertama kali dia menjabat tangan penghulu, saat awal mereka menikah. Rasanya baru saja kemarin mereka bermusuhan dan saat ini sudah memiliki buah hati. Namun, kebahagiaannya tiba-tiba sirna jika mengingat keadaan yang sekarang. Hal yang paling ditakuti oleh semua orang yang memiliki keluarga, kini terjadi pada dirinya.

Setiap dia berjalan kemudian tersenyum jika mengingat Tiara, mengingat Rey yang sangat lucu saat merajuk. Saat keluarga kecil ini menonton anime kesukaan. Ah, rasanya Brayen sudah tidak kuat jika harus kehilangan mereka.

"Maya, gue bakal pecat lo dari kantor gue!" ucap Brayen kemudian membuka handphonenya.

"Shit! Apaan ini?!" Seketika matanya melotot saat melihat fotonya dengan maya yang sudah dibanjiri komentar oleh para netijen.

"Maya, dasar kurang ajar!" Brayen meremas kuat handphonenya.

Brayen langsung menyambar kunci mobilnya dan melaju menuju rumah Maya. Dengan rasa amarah bercampur dengan bingung dia terus melajukan mobilnya, tidak peduli banyak orang yang meneriaki caranya mengendalikan mobil. Hingga kini dia berhenti tepat di depan rumah Maya.

"Jalang! Keluar lo sekarang!" teriak Brayen dari luar.

Saat ini maya sedang duduk di sofa memainkan ponselnya dengan tenang, dia mendengar ada yang berteriak pun langsung keluar.

"Brayen, kamu kok ngomong gitu sih! Sini masuk!" ucapnya dengan rasa tidak bersalah.

"Apa lo bilang? Masuk?!" teriak Brayen yang sudah ingin meluapkan amarahnya.

"I ...  iya, masuk!" ucap Maya gelagapan karena ngeri.

"Lo, jalang gak ada otak, ha!" bentak Brayen tepat di depan muka Maya yang memejamkan matanya.

"Lo mikir dong! Lo itu siapa, lo mau ngerusak rumah tangga gue?! Sekarang juga, lo minta maaf sama Tiara, kalo semua ini akal-akalan lo doang, dan satu lagi. Posting ucapan maaf lo soal foto itu dan bilang itu foto hanya rekayasa. Paham?!" Brayen memundurkan langkahnya dan masuk ke dalam mobil dengan kasar.

"Brayen! Gue sayang sama lo, yang pantes sama lo cuma gue, cuma gue ...!" teriak Maya saat Brayen sudah melajukan mobilnya.

"Gue gak akan mau minta maaf sama Tiara, keluarga kalian bakalan usai!" ucapnya dengan mata sinis. Kemudian dia kembali masuk ke dalam rumahnya.

***

"Mama, oma sama opa kenapa? Kok bisa kaya gini sih, Rey rindu mereka, Ma." Rey terus menangis di pangkuan Tiara yang menyaksikan orang tuanya sudah dibalut dengan kain kafan.

Kini, rumah yang menurutnya akan bisa membuat dia lebih tenang malah berubah menjadi rumah duka baginya.

"Sayang, kamu yang sabar ya," ucap Sinta yang tiba-tiba sudah ada di dekat Tiara. Dia pun langsung memeluk mertuanya itu.

"Ma, Tiara udah gak sanggup lagi, hiks ...." Tiara menangis sejadi-jadinya.

"Sayang, mama pasti tenang di sana, kamu kan masih punya mama Sinta sama papa Ilham."

"Bukan itu ma, setelah pemakaman mama, nanti Tiara akan cerita semuanya." Tiara tetap menangis di pelukan mertuanya, dan juga Rey di pelukan Ilham.

***

Pemakaman orang tuanya sudah berjalan dengan lancar, Tiara tinggal menunggu penjelasan dari Polisi kenapa orang tuanya bisa seperti ini. Mungkin minggu depan sudah ada laporan baru mengenai kasus ini.

Tiara dan Rey saat ini ingin kembali ke apartemen mengambil semua keperluannya. Saat ia masuk, dia melihat Brayen sedang memejamkan matanya. Sakit, sangat sakit yang saat ini Tiara rasakan, harus kehilangan orang tua, serta keluarga kecilnya.

Rey berlari dan langsung memeluk Brayen.

"Dor ...  papa!" teriak Rey saat Brayen membuka matanya.

"Loh, Rey!" Brayen sangat senang karena bisa melihat Rey di hadapannya.

"Rey, sama siapa?" tanyanya dengan terus mengecup kening putranya  serta tangan yang memeluk erat.

"Itu, Mama!" Rey menunjuk Tiara yang sedang mengemas barang-barang ke koper, Tiara pun hanya tersenyum. Dia tidak ingin lagi Rey tau dia akan berkelahi seperti tadi.

"Rey, tunggu sini ya. Papa mau sama mama," ucap Brayen dan Rey pun mengangguk, kemudian menuju kamar dan mencari robot kesukaannya.

"Ra, aku mau bicara sama kamu." Brayen mencoba mencairkan suasana.

"Iya, tinggal ngomong aja kok," ucap Tiara tersenyum.

"Ini semua salah paham Ra, dia jebak aku!" Brayen terus mencoba menjelaskan.

"Udah, gak papa kok! Rey ... ayo sayang, kita kerumah oma!" teriak Tiara agar Rey cepat menghampirinya.

"Iya, Ma!" Rey berlari kecil dengan membawa 2 robot kesayangannya.

"Rey bawa ini ya ma." ucapnya dengan senyum semangat.

"Iya sayang, ayo!" Saat Tiara mengajak Rey berjalan, tiba-tiba Brayen meneteskan air mata saat menatap Rey. Rey yang bingung pun memeluk kaki Brayen.

"Papa, papa kenapa? Ayo buruan ikut! Kita kan mau pindah ke rumah oma!" ucap Rey dengan penuh semangat.

Brayen pun berjongkok menyamakan tinggi badanya lalu menangkup kedua pipi putranya yang chaby itu.

"Rey, kamu duluan sama mama ya, nanti papa nyusul!" ucap Brayen mencolek hidung putranya, sangat pedih yang Brayen rasakan, harus terpisah dari 2 orang yang sangat berharga baginya, orang yang selalu menjadi penyemangat.

"Rey, ayo sayang!" ucap Tiara sekali lagi. Rey pun melepaskan tangan Brayen dan melambaikan tanganya.

"Dadah papa, nanti nyusul ya!" ucap Rey dengan tertawa kecil.

Saat Tiara sudah di ambang pintu, dia berhenti dan berbalik menatap Brayen.

"Keluarga kita, cukup sampai di sini!" ucapnya dengan diikuti tetesan air mata, kemudian melanjutkan langkahnya.

Deg ....

Seketika Brayen mematung, tangan yang tadinya melambai ke arah putra kesayangannya berhenti.

'Apa ini akhir dari semuanya?' batin Brayen dengan hati yang sangat pedih, air mata pun mengiringi kepedihannya.

Menikah SMA [Tamat] Belum Revisi, Hati-hati Sakit Mata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang