CHAPTER XIX

1.8K 281 61
                                    

As if it was destiny. My shaking heart thinks of you. Just like now, hold my hand. You came to me like coincidence but you’re like destiny. You are my destiny and you are the only one.



Mentari mulai merangkak naik secara perlahan. Ombak biru bergelung dan terhempas pada karang dan tebing di Pantai Tian Ya. Yibo yang sudah selesai menumpahkan emosinya kemudian berjalan menuju rumah yang dulu pernah ia singgahi.

Kedua kaki Yibo menelusuri jalanan setapak hingga berhenti di depan gerbang kayu yang terbuka. Ia menaikan alisnya---bingung akan sosok yang kini berdiri membelakangi. Yibo melangkah dengan perlahan, ia ingin memastikan jika pemuda kurus dan tinggi itu bukanlah Sean.

Sean? Apa itu kau?

Yibo menggeleng. Sean sudah meninggal. Mana mungkin dia ada di sini. Tapi kenapa pemuda itu membuatku berpikir jika dia adalah Sean?

Yibo menarik napas panjang. Ia memicing guna menatap siapa pemuda di hadapannya itu hingga beberapa menit kemudian satu nama terlintas di benaknya.

“Zhan?”

Pemuda yang dipanggil Zhan itu menoleh. Xiao Zhan? Apa yang dia lakukan di sini?

Yibo menatap heran sosok yang tampak pucat di hadapannya. Ia bisa melihat bagaimana pemuda itu terlihat gemetar hebat. Apa yang terjadi?

Yibo baru saja akan menghampiri ketika Xiao Zhan terlihat sangat mengkhawatirkan. Namun, aksinya terhenti saat Xiao Zhan berucap dengan nada yang cukup lirih dan nyaris terdengar seperti bisikan.

“Yibo ...” ucapnya, “kau---”

Yibo mengerjap dan di detik berikutnya ia terkejut bukan main saat Xiao Zhan tak melanjutkan ucapannya. Pemuda di depannya itu melemas dan ambruk hingga mendarat di atas tanah dengan cukup keras. Mata Yibo terbeliak dan ia segera berlari menghampiri.

Yibo tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia mengangkat tubuh kurus yang terkulai dan dingin itu ke atas pangkuannya.

“Zhan? Xiao Zhan?” Yibo menepuk pipi Xiao Zhan dengan keras dan berulang kali namun hasilnya nihil. Pemuda manis itu tergolek lemas dengan mata terpejam dengan bibir pucat dan napas yang memburu.

“Z … Zhan ...." Yibo ikut gemetar. Ini kedua kalinya ia harus mendapati Xiao Zhan tergeletak tak sadarkan diri. Ini kedua kalinya ia harus melihat Xiao Zhan yang pingsan dalam pangkuannya. Ini kedua kalinya ia merasakan takut luar biasa---takut kehilangan.

Yibo berpikir keras, ia memutar otak dan mencari apa yang mesti ia lakukan sekarang. Dengan rasa cemas yang membuncah akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Yuchen.

Yibo mengangkat tubuh kurus itu ke atas rumah panggung kayu di depan sana. Ia kemudian membaringkan Xiao Zhan di atas lantai yang sedikit terselimut debu.
Pemuda tampan itu melirik ke sekitar---berharap jika tempat yang ia sambangi memang cukup aman. Ia lalu mengambil ponsel di dalam saku celananya dan berharap jika Yuchen bisa segera datang.

“Hallo?”

Hallo, Yibo? Hallo? Kau mendengarku?”

Yibo berdecak. Sinyal di ponselnya sangatlah buruk. Pemuda itu akhirnya mulai melangkah keluar pelataran rumah, berjalan agak jauh untuk menemukan sinyal terbaik dan meminta bantuan dengan segera.

“Kau di mana? Cepat. Cepat datang. Aku mohon. Kemarilah.”

Ada apa, Yibo? Tenanglah. Kau di mana?”

“Pemukiman warga. Tak jauh dari tebing. Datanglah ke rumah dengan gerbang kayu yang rapuh. Aku di sini. Tolong cepat datang karena aku membutuhkan bantuanmu!”

520 (Diterbitkan) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang