CHAPTER XLIII

1.9K 205 40
                                    

Jika pancasona dapat membuatmu kembali suatu saat, maka aku akan membuatnya nyata.
Jika lelap akan membuatmu tersenyum bahagia aku akan melepasmu.
Jika cinta yang kau tinggal ini meninggalkan jerit dalam hati, apa kau akan kembali?


Salju masih berdansa di luar sana. Gelapnya langit berselimut kelabu masih menjadi pemandangan yang tak asing bagi kedua netra indah yang kini menatap penuh sendu. Xiao Zhan menyukai butiran lembut itu dan rasanya ingin sekali ikut menari di luar sana sambil menikmati dingin yang membekukan belulang.

Pemuda manis itu menyentuh kaca jendela di hadapannya. Bias salju bersandar pada benda persegi panjang yang dibiarkan tertutup. Dingin mulai menyulut jemari Xiao Zhan hingga tanpa sadar pemuda itu mengulas senyum samar.

"Lan Zhan, inikah yang kau rasakan saat kehilangan Wei Wuxianmu? Saat kau dihukum di depan paviliun utama, saat kau memainkan Inquiry Song di Jingshi-pastilah berat. Merindukan orang yang kita sayangi itu ... sulit. Hati 'kan membeku dengan sendirinya dan jiwa 'kan terkoyak habis hingga menyerah pun tak bisa jadi jalan terbaik," gumam Xiao Zhan, "Apa ... Wang Yibo akan sepertimu? Apa dia akan melakukan hal yang sama ketika aku pergi? Apa dia akan merelakan hidupnya dengan sepi ketika aku beranjak dari sini? Dia sudah menungguku selama dua puluh tahun lamanya, dia sudah setia mencintaiku selama itu, dan dia juga sudah mengucapkan janji untuk terus menjagaku di pertemuan awal kita. Bukankah itu menakjubkan?"

Xiao Zhan menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa sosok Lan Zhan yang ia ajak bicara hanyalah semu. Sosok itu hanya satu karakter yang banyak orang mengira bahwa pangeran Gusu itu nyata saking luar biasanya-begitupun dengan Xiao Zhan yang merasakan kehadiran Lan Wangji benar adanya.

Pemuda manis itu merasakan pelukan hangat yang hadir di detik berikutnya. Tubuh kurusnya dipeluk dari belakang oleh pemuda tampan yang baru saja selesai mandi. Aroma mint yang segar baru saja menyapa hidung sang malaikat hingga ia tersenyum.

"Kalau begitu jangan pergi. Jika kau takut aku akan menderita, maka berjuanglah bersama," bisik Yibo.

Xiao Zhan tersenyum pilu. Ada luka yang kembali singgah ke hatinya. "Yibo, cukup. Tolong jangan paksa aku untuk bertahan disaat aku tak mampu untuk melakukannya. Jangan membuat diri ini berat untuk melangkah. Kupastikan, jika kita memang ditakdirkan bersama, Tuhan punya cara untuk mewujudkannya. Jika tidak, mungkin kita ini tidaklah pantas untuk bersanding."

Yibo menggeleng. Pemuda itu membuat Xiao Zhan berbalik menghadapnya. Jemarinya bergerak mengusap rambut pemuda manis di depannya. "Aku ... akankah aku sanggup melakukannya?"

"Jadilah Lan Wangji untukku. Lan Zhanku. Kau pernah berkata jika kau akan jadi sosok itu untukku. Jika kau memang ingin melakukannya, maka lakukan. Sama halnya dengan Lan Wangji, bersikaplah kuat. Jika kau mampu untuk menunggu sampai diri ini dilahirkan kembali, maka tunggu. Jika tidak-"

"Aku tidak akan sanggup," Yibo menyergah. Pemuda itu memandang Xiao Zhan dengan lekat. "Satu hari tanpamu saja terasa sangat berat. Zhan, pernahkah kau bertanya bagaimana perasaanku saat kau terbaring di rumah sakit dan mengetahui jika kau mungkin sudah berkelana di alam lain? Pernahkah kau bertanya bagaimana perasaanku saat jantungmu sempat berhenti berdetak? Pernahkah kau bertanya bagaimana kacaunya diriku saat aku nyaris kehilanganmu?"

Sang malaikat menundukkan kepalanya lagi. "Sulit. Aku tahu itu sangatlah sulit. Maka dari itu aku berkata-jika saja itu sangatlah berat, kau boleh menyerah."

Yibo menggelengkan kepalanya. Ia melepaskan pandang pada salju di luar sana guna menahan sesak yang kembali mendekapnya. Lagi, suasana ini timbul ke permukaan hingga aroma melankolis kembali menguasai ruangan itu.

"Tolong tanyakan pada Lan Wangji, apakah dia menyerah atas Wei Wuxian?"

Tak ada jawaban. Xiao Zhan mendadak kelu saat Yibo kembali berucap, "Tidak. Lan Wangji tidak menyerah. Dia rela bertarung dengan banyak klan hanya untuk menyelamatkan Wuxiannya, dia rela melanggar beberapa aturan Gusu Lan hanya untuk mengenang Wuxiannya, dia rela bersitegang dengan sang kakak yang saat itu lebih membela orang lain dibanding Wuxiannya, dan ia juga rela menentang pamannya hanya demi Wuxiannya." Yibo berhenti berucap. Pemuda tampan itu menarik napas panjang.

520 (Diterbitkan) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang