CHAPTER XXII

1.9K 267 80
                                    

Aku paham kisah kita memang cukup sulit dan rumit.
Namun, ketahuilah bahwa aku ada di sisimu, menjaga dan melindungimu hingga Tuhan-mu menurunkan tangannya dan membuatku menjadi abu.

HENING. Baik Xiao Zhan maupun Zhuocheng tak lagi bersuara. Xiao Zhan memejamkan matanya lalu melangkah mundur sebelum akhirnya berbalik dan berjalan ke depan salib besar yang menjulang tinggi hingga mencapai langit-langit gereja.

Pemuda kurus itu berdiri di sana dengan tatapan nyalang. Ia mengulurkan tangan kanannya dan hanya butuh beberapa detik saja kaca jendela gereja pecah menjadi berkeping-keping hingga suara nyaring itu membuat Zhuocheng tersentak kaget.

Xiao Zhan menggerakkan tangannya---kepingan kaca yang berhamburan di lantai kini terangkat ke udara dan bergerak hingga menuju genggamannya. Ia menggenggam kepingan kaca nan runcing itu dan detik berikutnya dengan gerakan yang sangat cepat ia sudah menggoreskan luka pada pergelangan tangan kirinya.

“Xiao Zhan!”

Zhuocheng berlari menghampiri. Ia mendorong tubuh di dekatnya dan meraih kepingan kaca yang masih Xiao Zhan genggam lalu melemparnya dengan kasar. Kedua mata Zhuocheng melebar saat melihat darah segar merembes dari pergelangan tangan juniornya---mengalir dan menetes hingga ke lantai. Luka itu menganga dan Zhuocheng bisa menerka jika panjang luka itu mencapai 10 cm.

“Apa yang kau lakukan, huhh!” teriakan itu menggema hingga keseluruh ruangan. Rahang Zhuocheng menegang dan ia sungguh tak habis pikir jika juniornya itu benar-benar melakukan percobaan bunuh diri di hadapannya---juga di hadapan Tuhannya.

Xiao Zhan masih tak bersuara. Pemuda yang kini terlihat pucat itu masih menatap kosong ke titik yang sama, salib besar yang ada di hadapannya. Ia bahkan tak peduli dengan teriakan Zhuocheng maupun darah segar yang mengalir terus menerus tanpa henti.

“Apa kau benar-benar menginginkan kematian?” tanya lirih Zhuocheng. Pemuda itu mulai melunak setelah melihat wajah pucat dan keringat dingin yang mulai bermunculan di kening Xiao Zhan.

“Xiao Zhan ....” Zhuocheng mengambil satu langkah dan memegang kedua bahu Xiao Zhan agar mau menatapnya.

Pemuda manis itu menatap Zhuocheng sejenak sebelum akhirnya tubuhnya melemas dan ambruk. Zhuocheng dengan sigap menahannya hingga malaikat itu tak jatuh membentur lantai. Kepala Xiao Zhan terkulai pada lengan Zhuocheng. Matanya terlihat sayu dengan bibir yang membiru. Darahnya sudah mengotori baju, celana dan lantai dengan pekat.

Xiao Zhan menghirup napas dalam dan dengan suara yang sangat pelan ia berucap, “Biarkan aku bertemu dengan malaikat agung. Aku mau dia menyaksikan kematianku saja!”

“Kenapa kau sebodoh ini? Kenapa kau segila ini!” Zhuocheng sedikit geram. Bagaimana tidak? Ia kecewa karena Xiao Zhan lebih memilih mati dibandingkan menjalankan hidupnya yang sekarang.

“Siapa malaikat agung itu? Siapa yang kau sebut agung itu? Cao Yuchen? Apa nama malaikat itu adalah Cao Yuchen?” Xiao Zhan kembali bertanya dengan napasnya yang mulai tersengal.

Zhuocheng menghembuskan napasnya dengan kasar sedangkan Xiao Zhan terkekeh. “Jadi dugaanku benar? Wah. Bagaimana bisa sosok menyebalkan itu merupakan malaikat agung yang terkenal akan kehebatannya? Bagaimana mungkin sosok aneh itu adalah malaikat yang sudah membawaku kemari dan mengangkatku menjadi malaikat junior? Benar-benar sulit untuk dipercaya.”

“Xiao Zhan ...”

“Jadi, apa tujuannya? Apa dia datang untuk mengawasi kinerjaku di dunia? Apa dia berpura-pura menjadi pelatih dan sutradara di teaternya Yibo agar dia bisa mengawasi apakah aku menjalankan hukumanku dengan baik?”

520 (Diterbitkan) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang