CHAPTER XVI

2K 280 68
                                    

Armadaku telah berlayar dan untuk saat ini aku tahu kemana ia akan berlabuh. Kosongkanlah hatimu, karena aku akan mendaratkan hati ini hanya padamu.




Kabut yang mendekap dan berkeliaran di area pinus membuat Xiao Zhan mengusap kedua lengannya karena dingin yang menusuk. Jangan lupakan bagaimana tadi dia sempat berada di bawah gerimis bersama Yibo hingga jaketnya agak basah. Pemuda manis itu berdiri di salah satu ruangan yang mana dindingnya terbuat dari kaca. Pemandangan hijau dan jajaran pinus menjadi penyegar mata hingga tanpa sadar Xiao Zhan mengulas sebuah senyuman miris.

Aku rindu surga. Aku rindu dengan ketenangan dan alam yang indah tanpa bisa tertandingi. Aku rindu, tapi … untuk saat ini apa yang membuatku merasa nyaman menapaki diri di dunia? Bukan karena hukuman, aku yakin ada hal lain yang membuatku tak bisa beranjak begitu saja.

“Apa yang sedang kau pikirkan?”

Xiao Zhan mengerjap karena terkejut saat tiba-tiba saja Yibo sudah berada di sisi kanannya dan menyodorkan segelas teh hangat.

“Terimakasih.” Xiao Zhan menerima gelas itu dan menghirup aroma menyegarkan dari teh hijau yang Yibo berikan.

“Kau sedang memikirkan sesuatu?”

Xiao Zhan mengesap teh dengan perlahan lalu menganggukkan kepalanya. “Ya. Aku sedang merasa heran kenapa aku tak mengingat masa laluku sama sekali. Itu membuatku tidak nyaman," dusta Xiao Zhan.

Yibo menaikan alisnya. “Jadi ... kau memang benar-benar tak mengingat masa lalumu? Lalu ... pendeta di gereja itu … memang kakak angkatmu? Kau tinggal di gereja tua itu?”

Xiao Zhan mengangguk. “Anggap saja begitu. Zhuocheng dan aku cukup dekat. Namun, aku juga tak ingat kapan kiranya aku datang ke sana dan bertemu dengannya. Semuanya berjalan begitu saja tanpa bisa kupahami apa yang sebenarnya telah terjadi.”

“Kau ... benar-benar tak tahu tentang keluargamu?”

Xiao Zhan menggeleng. “Tidak.”

Yibo melepaskan pandang pada pinus yang tertutup tipisnya kabut di luar sana. Ia jadi teringat bagaimana ia juga hanya bisa mengingat Sean sebagai masa lalunya. Sisanya? Dia bahkan masa bodoh dan tak mau mengingat hingga lupa dengan sendirinya.

“Itu pasti sangat menyakitkan,” Yibo mulai bersuara setelah bungkam selama beberapa saat.

“Sangat, tapi ... aku percaya mungkin Tuhan punya alasan lain kenapa aku tak perlu mengingatnya,” ucap Xiao Zhan.

“Mungkin saja masa lalumu menyakitkan, hingga masa-masa itu tak perlu ada di memorimu.”

Xiao Zhan tersenyum samar. “Bisa jadi. Bagaimana denganmu? Apa kau bisa mengingat hal penting di masa lalu?”

Yibo mengangguk. “Hanya satu.”

Xiao Zhan menatap dengan antusias. “Apa itu? Memenangkan perhargaan bergenksi? Menjadi bintang tamu di sebuah acara terkenal? Punya banyak fans?”

Yibo menggeleng. “Tebakanmu meleset semua.”

Xiao Zhan mempautkan bibirnya hingga Yibo tergelak keras. “Aku berkata jujur, Zhan.”

“Ya, tapi ... tidak. Sudahlah. Lupakan saja.”

Yibo menyeringai. Kau sangat manis kalau sedang kesal. Ck! Kenapa kau sungguh menggemaskan? Andai saja aku tahu dari mana kau berasal dan di mana keluargamu, aku mungkin saja sudah menemui mereka dan meminta ijin untuk memilikimu.

“Jadi? Apa yang terus kau ingat hingga sekarang? Masa-masa yang bagaimana?”

“Masa di saat aku berlibur ke pantai dan bertemu seorang nelayan cilik yang rumahnya tak jauh dari pesisir,” ucap Yibo.

520 (Diterbitkan) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang