Bab 19

2.2K 54 0
                                    

Hari cepat berlalu, kini malam sudah berganti dengan fajar. Langit dan sekeliling masih gelap, Lisa segera beranjak dari tempat tidurnya. Kasur lantai dengan selimut yang tipis.

Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya. Mengerjakan pekerjaan rumah kemudian memasak dan berangkat bekerja. Masalah kuliah? Dia melupakannya sejenak karena harus mencari uang yang banyak agar tidak dimaki-maki oleh Rosa.

"Ceklek..."

Baru saja Lisa membuka pintu kamarnya. Dia sudah dihadang oleh Elga dan Rosa di depan pintu, mereka saling bersitatap dan sesekali tersenyum licik.

"Deg..."

Saat itu juga jantung Lisa hampir lepas dari tempatnya. Tangan dan kakinya gemetar, bulir keringat dingin hampir keluar dari dahinya.

"Apa mereka akan memarahiku karena kemarin aku pergi pagi dan pulang malam namun tidak membawa uang sepeserpun," pikir Lisa.

Tebakan kamu salah Lisa. Elga malah justru mengandeng Lisa sambil tersenyum. "Adikku Lisa kenapa masih pagi kau sudah bangun," ucap Elga yang membuat Lisa tertegun. "Lebih baik kamu kembali ke kamar dan tidur," Rosa pun juga mengangguk.

Rosa menunjuk jendela belakang rumah, "lihatlah sayang. Di luar masih gelap." Tersenyum meyakinkan Lisa.

"Gleg..."

Lisa hanya bisa menelan salivanya, bulu kuduknya juga sudah berdiri. Bagi Lisa kebaikan Rosa dan Elga yang secara mendadak adalah suatu malapetaka.

"Aaaaa.. Kiamat sudah dekat," Lisa hanya bisa berteriak di dalam hati.

"Kamu kenapa Lis?" tanya Elga, membangunkan lamunan Lisa.

Bibir Lisa sudah mengunci. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Haha, harusnya kamu manfaatkan keadaan dong Lis. Mumpung mereka lagi bagi sama kamu.

Tapi Lisa ya Lisa, ia mengangguk menurut saja dan masuk ke dalam kamar lagi. Sementara Elga dan Rosa melancarkan aksinya.

Mereka repot-repot membuat sarapan untuk Lisa dan menyiapkan segala keperluan Lisa. Jelas saja, ini adalah hari terakhir Lisa sebelum Lisa dijemput oleh Zae.

Bukannya senang, Lisa malah justru gelisah. Dia duduk di kursi kecil menghadap jendela, berharap matahari segera terbit. Pikirannya sudah tidak karuan, ada perasaan yang tidak enak menghantui.

"Sebenarnya ini ada apa?" gumam Lisa sambil menatap foto kedua orang tuanya.

Keringat bercucuran dari dahi, sementara mata sesekali melirik ke arah pintu dan akhirnya.

"Tok.. Tok... Tok.."

Elga mengetuk pintu kamar Lisa. "Lis, mandi dulu. Aku sudah siapkan air hangat di kamar mandi." Ucap Elga dari luar kamar Lisa.

"Deg..."

Jantung Lisa semakin tidak karuan. Meskipun begitu ia tetap keluar membawa sehelai handuk yang dikalungkan di leher. Elga dan Rosa menyambut di meja makan dengan senyuman ceria.

"Pagi kak Elga, pagi Ibu." Tegur lirih Lisa.

Mereka berdua membalas teguran secera serentak, "pagi Lisa." Elga mendekati Lisa dan memberikan sebuah pakian ganti untu Lisa, "nanti setelah mandi pakialah ini."

Lisa melongo terkejut, "tapi kak ini bukannya baju kakak yang mahal. Nanti kalau aku yang memakainya bisa rusak." Lisa berusaha menolaknya.

Elga menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak Lis, ini harganya tidak seberapa dengan pengorbannanmu. Sekarang mandilah!"

Cinta Berawal Dari TerpaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang