Bab 33

633 20 3
                                    

Mereka telah selesai menyantap sarapannya masing-masing. Meskipun hanya dalam keheningan, dalam diam. Tapi Ken merasa cukup senang, sebab tidak ada penolakan dari Lisa.

"Berangkatlah bersamaku," Ken memecah keheningan.

"Uhuk.. Uhuk.."

Ajakan tersebut malah justru membuat Zae tersedak akan makanannya sendiri. Bagaimana tidak, selama ini Zae belum pernah mendengarkan kata-kata manis dari mulut Ken untuk Lisa. Kali pertamanya Zae menyaksikan kebenaran yang diungkapkan oleh Ken sendiri, bahwa ia melunak.

Pandangan Lisa dan Ken langsung tertuju pada Zae. Ken menatap dingin pada Zae, "kenapa ?" Ketusnya. "Ada yang salah?" Tanyanya lagi.

Zae menggeleng dan meraih air putih di depan. "Tidak, aku hanya terlalu buru-buru menyantap makananku." Elaknya.

Berdecak kesal melihat ulah Zae. "Makanlah dengan baik, tidak ada yang akan merebut makananmu." Ken beralih menatap paman Li dan Bi Nar. "Apa paman dan bibi akan merebut makanan milik Zae?"

Paman Li dan Bi Nar hanya tersenyum dan menggeleng. "Tidak Tuan," balas Bi Nar. "Kami sudah memiliki jatah makanan masing-masing Tuan," sahut paman Li sambil menatap Zae menahan tawanya.

"Kau dengar bukan ?" Tegasnya lagi pada Zae. "Apa perlu aku mendaftarkanmu ke sekolah tata krama agar tidak terlihat kampungan?" Tentunya Ken dengan menekankan kata kampungan.

"Uhuk.. Uhuk.."

Sekarang gentian Lisa yang tersedak. Penekanan kata kampunagan sedikit mengusik hatinya. Namun ia tetap bersikap tenang karena tahu batasnya. Tidaklah mungkin protes, ia segera meraih gelasnya. Meneguk segelas air putih, Ken menatap penuh tanda tanya pada dirinya.

"Saya sudah selesai Tuan," elak Lisa.

Ini semua memang gara-gara Zae. Kalau saja dia tidak menjawab pertanyaan dari Ken dengan jawaban yang aneh-aneh. Tidak lah mungkin akan jadi sepanjang ini, sampai menyinggung Lisa.

"Diamlah di tempat!" Tegas Ken. "Suamimu belum selesai makan," Ken langsung menangkap raut wajah gelisah Lisa. "Tenanglah aku akan mengantarkanmu," imbuhnya lagi.

Lisa menggeleng, "tidak perlu Tuan. Saya bisa berangkat sendiri." Jawabnya namun dibalas dengan tatapan membunuh oleh Ken. Berada disituasi yang sangat sulit ini, Lisa kini tidak bisa berbuat apapun selain menerimanya.

Terlihat raut wajah sedikit gelisah dan ketakutan. "Jony," panggil Ken. Dengan sigap Jony yang sedari tadi berdiri di belangkang mereka mendekati Ken.

Tidak ada yang tahu akan jalan pikiran Ken. Bahkan Zae pun tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Ken sekarang. Penuh dengan tanda tanya, apalagi perihal hubungan dan tindakan kepada Lisa.

"Ya Tuan," Jony mendekati Tuannya sambil menundukkan kepalanya membei rasa hormat. "Ada yang bisa saya bantu Tuan ?" Ken hanya mendengus kesal.

Pertanyaan macam apa itu Jony. Tidaklah mungkin Ken memanggilmu kalau bukan karena dia membutuhkanmu. Kau membuat Ken kesal saja.

Lisa langsung menangkap wajah Jony. Wajah yang sangat ia kenali dan pernah ada untuk beberapa saat dalam hidupnya. Tapi dia tetap bersikap tenang seolah tidak ada apa pun. Baginya menegur Jony sama saja mencari mati.

"Mulai sekarang tugasmu adalah menemani Non." Ken berdiri dari duduknya. "Dan ingat jangan biarkan dia," matanya menunjuk pada Lisa. "Tidak berbuat macam-macam di belakangku." Ken segera berlalu dari meja makan diikuti oleh Zae dan para pengawal serta paman Li yang mengantarkan sampai di depan pintu.

Sesuai dengan perintah Ken. Lisa mau tak mau berangkat ke restaurant bersama pengawal pribadinya. Sebenarnya ada rasa tidak nyaman karena kemanapun harus diikuti. Sementara fasilitas yang diberikan Ken tersebut tidaklah sepadan dengan pekerjaannya sekarang di luar sana.

Kalau pun ada yang mengetahuinya, entalah cibiran apa yang akan ia dapatkan. Seorang pelayan restaurant yang banyak tingkah. Kemanapun bersama dengan pengawal pribadi, apa sebenarnya statusnya. Masih bisakah disebut sebagai pelayan. Bahkan managernya saja pun berangkat dan pulang pergi tanpa sopir maupun pengawal. Tapi apalah daya, selain hanya menerima dan ikhlas lapang dada.

Hening.

Tak ada satupun yang memulai pembicaraan di mobil yang Lisa tumpangi. Jony yang ia kenal dulu sebagai teman kecilnya sudah berubah. Diam, dingin dan tak jauh berbeda dengan Tuannya.

Jony harus memastikan Nona Mudanya sampai di restaurant dengan selamat, sesuai dengan perintah dari Ken. Semua sudah ia pelajari di jurnal yang diberikan oleh Ken. Di dalamnya ada banyak aturan dan tugasnya selama menjaga Nona Muda. Tentu saja sebelum memberitahu di meja makan kepada Lisa dan seluruh orang di ruang makan itu, ia telah menugaskan Jony terlebih dahulu.

Tapi sebelum sampai di restaurant Lisa sudah menyuruh Jony untuk menepikan mobilnya. "Berhentilah Kak Jony." Pinta Lisa.

Tanpa berpikir panjang Jony menepikan mobilnya dan menatap Lisa dari spion kecil dalam mobil. "Tapi kita belum sampai Nona," ujarnya.

Lisa menghela nafasnya. Ternyata Jony sama sekali tidak paham apa maksudnya menyuruh berhenti sebelum sampai tujuan. "Aku hanya tidak ingin mendapat cibiran dari teman-temanku karena aku pergi bekerja bersama dengan ajudan."

"Tapi Nona.." Jony kembali menolaknya namun ucapannya lebih dulu dihentikan oleh Lisa.

"Cukup Kak!" Pontongnya dengan tegas. "Tuan Muda pasti akan mengerti posisi ini. Aku tidak akan kenapa-kenapa hanya karena kakak tidak mengantarku sampai di dalam restaurant. Justru aku dan Tuan Mudamu akan kenapa-kenapa jika kau mengantarkanku sampai di restaurant. Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang nanti, tidaklah mungkin seorang pelayan di dampingi oleh ajudan. Sudahlah pasti mereka akan menerka-nerka siapa sebenarnya diriku, sementara pernikahanku dan Tuan Mudan hanyalah sebuah kontrak hutang."

Mereka saling bertatapan melalui spion kecil di dalam mobil tersebut. "O iya," Lisa tersenyum sini. "Aku ingin bertanya, apa benar sekarang yang sedang duduk di depanku ini Jony Wijaya ?"

"Gleg..."

Pertanyaan Lisa membuat Jony menelan salivanya kasar. "Maaf Nona. Apa yang Nona maksud ?" Pura-pura tidak paham akan maksud Lisa.

"Berhentilah sandiwara kak," Lisa tersenyum sinis. "Kalau memang kau Jony Wijaya seharusnya tidak bersikap seperti ini." Tukas Lisa. "Kak Jony yang ku kenal adalah orang yang baik hati dan murah senyum dan tidak kaku sepertimu." Imbuhnya lagi.

"Maaf Nona," ucap Jony dengan wajah dinginnya. "Mengertilah batasan kita. Saya di sini adalah pengawal sementara Anda adalah Nona Muda saya. Jadi berhentilah meminta hal yang tidak sewajarnya, menyuruh saya berhenti memanggil dengan sebutan Nona." Jelasnya. "Dan satu lagi berhentilah memanggil saya dengan sebutan kakak. Karena itu akan membuat masalah besar untuk Anda maupun saya."

Lisa semakin kesal. "Berhentilah bersikap yang membuatku muak kak. Kau sungguh berubah, bukan kak Jony yang ku kenal lagi!" Tukasnya.

"Nona jadinya ingin turun di sini atau saya antarkan sampai..." belum sempat Jony melanjutkan sudah terpotong oleh Lisa.

"Enyah lah kau dari sini," kesal Lisa.

Tersenyum tipis. "Tapi saya tetap akan menjaga Nona. Saya harus memastikan Nona berada di luar mansion dalam keadaan aman." Ucapan Jony menghentikan tangan Lisa yang hendak membuka pintu mobil.

Bersambung.

Cinta Berawal Dari TerpaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang