Bab 24

2.4K 61 4
                                    

Ken pergi ke ruangan kerjanya yang berada di lantai dua. Di dalam ruangan tersebut kedap sengaja dibuat kedap suara. Ia membanting guci – guci dan melemparkan semua buku – buku yang tersusun rapih di rak. Tak satu pun yang mendengar murkanya.

Mengacak – acak rambutnya kesal. "Dasar kau wanita tidak tahu di untung Lisa !!" Teriaknya kesal. "Aku akan memberimu pelajaran karena telah berani menolaku. Tak satu pun di dunia ini yang boleh menolakku !!"

Frustasi. Ya dia benar – benar gila karena sikap yang diberikan oleh Lisa. Menarik kursinya dan duduk menghadap jendela. Menyalakan sebatang rokok dan perlahan menghisapnya. Amarah Ken belum juga mereda.

Teriknya matahari tak membuatnya bergeming. Dia tetap berjaga, menatap pemdangan halaman depan rumah sambil menatap para pelayan dan penjaga rumah yang sedang bekerja. Sesekali ada yang menunjukkan tawa kebahagiaannya, namun Ken masih berwajah datar dengan sebatang rokoknya.

"Ceklek.."

Pintu ruangan tersebut terbuka. Nampak Zae menggelengkan kepalanya melihat ulah Ken. Putung rokok berserakan di lantai, abu – abu sisa pembakaran rokok juga berhamburan di ruang kedap suara tersebut. Ken sudah menghabisakan hampir sebungkus rokok bersama lamunannya.

"Sebenarnya apa maumu ?" Zae duduk di hadapan Ken. Batang rokok yang baru dihisap tersebut langsung dipadamkan dengan tangan kosongnya. "Mau apa kau kesini ??"

"ck.. ck.. ck..." Zae berdecak kagum. "Kau juga, mau habis berapa batang rokok sampai malam ini ?" sindir Zae.

Salah satu sudut bibir Ken ia naikan, senyumnya kecut. "Bukan urusanmu, pergilah !!" Kedua bola matanya menatap dengan tajam. "Kau sama saja dengan wanita murahan itu !"

Zae sama sekali tidak bergeming. Meskipun kata – kata dan sikap Ken yang kasar ia tetap saja menghadapinya dengan sabar. Dia sudah menganggap Ken sebagai adiknya sendiri, meskipun usia Zae lebih muda dua tahun dari Ken.

"Siapa maksudmu ?" tanya Zae. "Apa Lisa orang yang kau sebut sebagai wanita murahan ??" Tebak Zae meskipun sedikit ragu – ragu.

"Brak..."

Tak segan – segan Ken mengebrak meja yang menjadi pembatas duduk mereka. "Kalau bukan dia siapa lagi ? Memangnya ada perempuan lain di rumah ini ??"

Zae menggelengkan kepalanya. "Lalu pelayan di rumah ini kau anggap sebagai apa, wanita atau bukan ??" Goda Zae.

Cukuplah Zae, Ken sedang marah. Kenapa kau terus menggodanya. Memangnya kamu mau menjadi bahan amukannya. Haha.

"Kau pikir aku sedang bercanda ??" Ken tak segan – segan meremas kerah baju milik Zae. Namun Zae tetap tenang meskipun Ken berdiri di depannya dengan wajah yang murka. "Apa ? Kenapa kau diam ?? Ayo lawan !!"

"Tok.. Tok.. Tokk..."

"Masuk !!" Seru Zae kepada seseorang yang mengetuk ruangan tersebut.

Seorang pelayan tiba membawa secangkir teh madu untuk Ken. Sesuai perintah dari Zae tadi. Ya, meskipun Zae dari tadi sibuk dengan laptopnya di ruang keluarga tapi ia tetap mengamati gerak – gerik Ken yang sedang murka. Berjam – jam Zae munggu Ken keluar namun tak kunjung keluar. Akhirnya ia menemui Ken di ruang kerja dan meminta salah satu pelayan membawakan minuman tersebut.

Minuman kesukaan Ken. Dimana itu bisa sedikit menenangkannya dan membuat tubuh Ken menjadi lebih segar.

Zae tak sungkan tersenyum pada pelayan wanita tersebut. "Kemarikan !!" perintah Ken. Ken seketika langsung menoleh ke pelayan tersebut dan mengambil secangkir teh madu yang masih berada di nampan dalam pegangan pelayang.

"Pranggg...."

Cangkir tersebut ia lempar ke dinding. Tak peduli dengan teh yang masih mengepul. Kaki dan tangan pelayan tersebut gemetar ketakutan melihat Tuannya yang tempramen. Zae yang mengetahui reaksi tersebut segera mengintruskikan dengan memberi kode tangannya agar sang pelayan beranjak dari ruangan.

Ken kembali duduk di sofanya sambil mengacak – acak rambutnya tersebut. "Beraninya dia menolakku !" ungkap Ken.

"Kau membuat pelayanmu takut Ken," balas Zae. Mata Ken kembali menyorot ke wajah Zae yang tampan tersebut.

"Pecat saja kalau dia takut. Aku tidak butuh pekerja pecundang." Jawab Ken dengan entengnya.

Zae paham betul kenapa Ken semarah ini, pelan – pelan ia berbicara pada Ken. "Kenapa ? kau marah karena Lisa tidak mau kalau kau menyentuhnya ??"

Ken nampak sudah pasrah. Kedua tangannya menyangga kepalanya yang menunduk dengan bertumpu di pahanya. "Perempuan sok jual mahal." Ungkap Ken yang masih kesal, namun intonasinya sudah mulai stabil dan tenang.

"Kau salah Ken." Bela Zae. "Dia bukan sok jual mahal atau perempuan murahan yang kau katakan tadi." Ia menepuk pelan bahu Ken.

Dengan segera Ken menampiknya namun dia tetap kembali ke posisinya semula. "Tapi dia istriku dan aku mencintainya."

Zae menggelengkan kepalanya. "Kau salah besar Ken. Dia besikap seperti itu karena dia sangat menjaga kehormatannya untuk orang yang dicintainya."

"Kau tau apa ??" bantah Ken.

"Aku tahu semuanya Ken !" ucap Zae dengan mantap. "Kau dari awal memang salah. Kau memaksa dia untuk menikah denganmu dan bahkan kau membelinya hanya karena memenuhi nafsu. Apa itu semua yang dinamakan dengan cinta ? Cinta bukanlah memaksa tapi cinta memang benar – benar tumbuh dari hati ke hati."

"Tutup mulutmu Zae !!"

"Aku memang benar Ken. Kenapa aku harus menutup mulutku. Kau dari awal tidak pernah mencintainya. Kau menginginkan dia hanya untuk kebutuhan ranjang, sementara kau setiap bermain di ranjang dengan seorang wanita kau selalu mengungkapkan cinta." Zae menepuk pelan bahu Ken. "Jangan menyiksa perempuan yang tidak bersalah hanya karena memenuhi nafsumu Ken."

Ken menetap Zae dengan senyum sinisnya. "Sejak kapan kau pandai berspekulasi seperti ini ?" Tuduh Ken. "Haha." Ken mengeraskan tawanya. "Bualanmu itu sungguh membuatku tertawa. Tapi kau benar, tidak ada yang namanya cinta. Cinta hanya omong kosong dan semua wanita di luar sana sama. Semua adalah penjilat dan penggoda. "

"Aku tidak mengatakan kalau tidak ada yang namanya cinta. Cinta itu ada." Ucapan Zae terhenti.

Kembali Ken meremas kerah kemeja Zae. "Cukup dan hentikan jangan menasihatiku dengan bualan – bulanmu yang konyol itu lagi. Lebih baik kau pegang laptop itu." Ken menunjuk laptopnya yang ada di atas meja kerja. "Buatkan kontrak pernikahan kami. Aku sudah membayarnya mahal dan aku tidak mau rugi hanya karena bulanamu." Ken beranjak dari duduknya mendekati pintu tapi tiba – tiba ia membalikkan tubuhnya. "Ingat Zae !" telunjuknya menunjuk Zae yang masih duduk di sofa. "Aku tidak akan pernah melepaskan apa yang sudah menjadi milikku !!"

"Drrrrr..."

Tak segan – segan Ken membanting pintu ruangan tersebut dan keluar. Ken menatap jendela dan melihat mobil Ken melaju keluar, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ken yang kekanakan. "Mau sampai kapan kau seperti ini ?" 

Bersambung

Cinta Berawal Dari TerpaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang