Bab 42

55 6 0
                                    

Matahari mulai menampakkan diri. Sepasang suami istri tersebut masih terlelap di ranjang dan selimut yang sama. Ken memeluk erat istrinya, hingga Lisa tidur nampak nyaman sekali.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Lisa baru saja menggeliat dari tidurnya, dia lupa apa tugasnya setiap paggi. Harus membangunkan Ken pukul enam.

"Astaga," lirihnya mendapati tidur dalam pelukan Ken. "Bukankah semalam aku tidur di sofa." Melirik ke arah sofa yang sudah rapih tanpa bantal dan selimut. "Kenapa aku bisa seranjang dengan si monster bertatto ini." Menatap sekilas Ken yang masih terlelap dengan wajahnya yang damai.

Memikirkan perpindahannya dari sofa ke ranjang membuatnya pusing. Ia memilih memilih melupakannya, lagipula kata Ken dia memang harus tidur seranjang. Perkara Ken tidur memeluknya dia juga akan segera melupakannya, seakan tidak terjadi apapun.

Pelan-pelan Lisa memindahkan tangan Ken dari perutnya. Karena cukup berat ia harus menggunakan tenaga yang extra dan malah justru membuat Ken terbangun. Ken kembali memeluk erat pinggang ramping istrinya. "Kenapa sudah bangun? Ini masih pagi sekali." Lirihnya berbisik di daun telinga Lisa hingga membuatnya bergidik ngeri.

"Tuan tapi ini sudah jam 7." Meilirik jam dinding. "Memangnya Tuan tidak pergi bekerja. Bukankah seorang bos harus memberi contoh yang baik pada karyawannya. Kalau bosnya saja seperti ini bag.." Belum sempat Lisa melanjutkan ucapnya sudah terpotong oleh Ken yang tiba-tiba bangun.

"Diamlah!" Kesalnya. "Segera mandilah, nanti kau terlambat pergi ke restaurant." Ken nampak perhatian kepada Lisa.

"Tuan. Tapi saya hari ini libur, karena kemarin seharusnya saya libur tapi karena ada staff lain yang berhalangan masuk jadi saya harus masuk dan sekarang adalah hari libur pengganti untuk saya."

"Hm." Jawab Ken malas, membuat Lisa bingung karena ulah suaminya tersebut. Tatapannya seakan bertanya ada apa. "Apa kau melupakan sesuatu, telingaku sakit kalau kau memanggilku dengan sebutan Tuan." Kesal Ken.

Lisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia baru sadar kalau pagi-pagi sekali sudah melakukan kesalahan. Entah hukuman apa yang akan diterimanya nanti, pikirnya. Lisa menatap Ken melas, bersalah.

Kedua bola matanya membuat Ken tidak tega untuk bersikap dingin pada Lisa. "Sudah tidak perlu meminta maaf." Ujar Ken seperti apa yang ada dalam pikiran Lisa. "Mandilah dan ikut bersamaku ke kantor. Hari ini pakailah pakaian yang sama denganku, aku ingin mengenakan setelan jas hitamku."

Lisa mengangguk dan turun dari ranjang. Ia membuka laci dekat meja riasnya untuk mengambil bathdrobe baru. Rambut yang masih acak-acakan bangun tidur serta kaos ketat yang digunakan Lisa membuat magnet alami bagi Ken.

Ken bergegas turun dari ranjangnya mendekati Lisa. Ia menarik tangan Lisa hingga wajahnya jatuh ke pelukan dada bidang Ken. Lisa diam sejenak mendapat pelukan tersebut. Merasakan kenyamanan dalam pelukan itu dan debaran jantung Ken yang tak beraturan. "Apa kau merasakan itu ?" Tanya Ken, Lisa mengangguk.

Ken tersenyum senang tidak adanya penolakan dari Lisa. Meskipun Ken selama ini bersikap kurang baik pada Lisa, tapi entah rasa apa yang ia alami sekarang. Dia merasa begitu nyaman dekat dengan Ken, apalagi sikap lembut Ken akhir-akhir ini. Sejak pertama bibir Lisa bertemu dengan bibir Ken, Lisa merasakan suatu perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Lisa. " lirih Ken tepat di daun telinganya. "Apa kau tahu ? Sejak pertama kali aku tak sengaja menciumu, ada sesuatu perasaan yang berbeda denganmu. Aku sebelumnya belum pernah merasakan debaran jantung yang kencang ketika berdekatan dengan perempuan. Tapi pertemuan pertama membuat jantungku hampir copot. Aku begitu tertarik padamu sampai mencari tahu tentangmu. Pertemuan kedua membuatku semakin yakin kalau aku memang tertarik padamu." Lisa masih nyaman di dalam pelukan Ken dan mendengarkan seksama penuturan dari Ken tersebut.

"Caraku memang salah untuk mendapatkanmu, tapi hanya itu satu-satunya cara agar kau mau menikah denganku. Maafkan atas segala sikapku yang selama ini menyakitimu, selama ini aku kurang baik memperlakukanmu. Semua itu karena aku masih bingung dengan perasaanku, apa benar aku hanya tertarik denganmu atau memang benar aku mencintaimu."

Ken manarik Lisa dan memegang wajahnya agar bisa saling bertatapan. "Benar Lisa, aku sangat mencintaimu. Hanya saja aku tidak tahu bagaimana caranya memperlakukanmu."Ken menempatkan kedua tangan Lisa tepat di dadanya, agar Lisa merasakan debaran di dadanya. "Apa kau mau memulai semuanya dari awal, melupakan semua masa lalu. Kita berjalan ke depan bersama, memulai kehidupan rumah tangga yang bahagia dan lupakan akan kontrak perjanjian kita selama ini."

"Aku tidak akan memaksamu menjawabnya sekarang. Yang terpenting sekarang aku sudah mengungkapkan seluruh isi hatiku."

Lisa masih diam, dia menatap lekat kedua bola mata Ken mencari kebenaran. Dalam padangannya tak ada kebohongan sama sekali. Ken memang benar-benar tidak berbohong. Entah dari mana dorongan yang membuat Lisa tiba-tiba mengangguk. "Tapi..." Lirih Lisa.

Ken membungkam bibir Lisa dengan telunjuknya. Dia paham akan apa yang dimaksud oleh Ken. Apa lagi kalau bukan urusan ranjang. "Aku tidak akan memaksa jika kau belum siap." Hal itu membuat Lisa tersenyum bahagia, begitu pun dengan Ken.

Ken kembali membenamkan wajah Lisa di dadanya. "Huh, mimpi aku bisa memiliki suami seorang Casanova." Lirih Lisa tapi masih terdengar oleh Ken.

Ken kembali meraih wajah Lisa agar menatapnya. "Apa kau bilang. Aku Casanova ?" Tanya Ken kesal. Lisa diam karena takut.

"Bukankan aku tadi hanya membatin ?" Batin Lisa.

"Apa kau tahu rahasiaku selama ini bermain dengan para wanita?" Ken menatap Lisa tajam membunuh.

Sebenarnya Lisa ingin sekali mendengar penjelasan dari suaminya namun karena tatapan Ken dia menjadi enggan. Lisa segera mendorong tubuh Ken dari hadapannya. "Diamlah. Aku malas mendengar omong kosong itu." Lisa mulai mengerucutkan bibirnya.

Bukannya marah, Ken malah justru tersenyum melihat ulah Lisa. "Sekarang kau berani ya. Apa kau tahu hukuman apa yang pantas untuk istri kecilku ini karena telah mendorongku ?" Ancam Ken.

Lisa sama sekali tidak takut dengan ancaman itu. "Terserah, hukum saja aku. Maka aku akan pastikan, aku akan berubah pikiran tidak membuka hati untukmu." Balas Lisa yang juga mengancam. Lisa segera berlalu ke kamar mandi dengan senyuman penuh kemenangan.

Sementara Ken ? Dia mengacak-acak frustasi rambutnya sendiri. Tidak menyangka istrinya tidak akan takut dengan ancamannya tersebut.

Bersambung.

Cinta Berawal Dari TerpaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang