Bab 53

58 7 1
                                    

"Kau boleh mencintai orang lain, tapi jangan menyuruhku untuk berhenti mencintaimu. Aku sungguh tidak bisa melakukan itu."

Tanpa memperdulikan ucapan Wily, Lisa segera berlalu dari ruangan tersebut. Ia ingin cepat-cepat kembali ke mansion menemui suaminya.

"Semoha keputusan yang ku ambil adalah keputusan yang tepat dan semoga memang  Ken memang benar  mencintaiku."  Batin Lisa menemani langkahnya keluar dari ruangan Wily.

Salah satu waiters restaurant tersebut menyeret tangan Lisa. "Kau ini, enak-enakan mengobrol dengan Tuan Wily." Ucap waiters tersebut dengan ketus. "Lihat lah, ada pelanggan yang ingin dilayani dirimu."

Belum sempat Lisa menjawab, mereka telah tiba di sebuah meja. Seseorang yang katanya ingin dilayani oleh Lisa.

"Kak Elga," lirih Lisa.

"Halo jalangg?" Tegur balik Elga dengan suara yang lantang dan tersenyum licik. "Apa kabar kau jalangg? Apa hidupmu sebagai simpanan lelaki hidung belang kekurangan sehingga kau bekerja sampingan menjadi pelayan seperti ini?" Pertanyaan tersebut disusul dengan suara tawa Elga dan kedua temannya.

Lisa masih bersikap tenang, sementara teman-teman Lisa yang mendengar hal tersebut saling berbisik-bisik membicarakan Lisa. Mungkin sekarang Lisa sudah dianggap buruk oleh para temannya, mungkin mereka juga sama menganggap Lisa sebagai seorang jalangg setelah mendengar penuturan dari Elga.

"Sabar Lisa,"  hibur Lisa dalam hati.

"Kenapa diam?" Diamnya Lisa ternyata membuat Elga semakin menjadi. "Ya aku tahu kalau diam memang artinya benar dan kau malu bukan mengakuinya di depan teman-temanmu yang rakyat jelata itu?" Tawa Elga menggelegar.

"Kalau restaurant ini milikku, sudah kupastikan kau akan habis ku bakar hidup-hidup." Batin Mira. Kedua tangannya mengepal erat, ingin membantu Lisa namun berulang kali Lisa memberi kode sebuah gerakan tangan agar Mira tidak berbuat macam-macam.

"Mana pesananku, cepat bawa kemari. Dasar pelayan tak berguna bekerja saja tidak becus."  Tunjuk Elga pada Lisa. Elga tersenyum miring. "Aku heran dengan restaurant sebesar ini, kenapa mereka mau memperkejakan dirimu."

Ucapan tersebut hanya dianggap sebagai angin berlalu oleh Lisa. Ia segera menurut mengambilkan pesanan Elga meskipun sebenarnya dirinya sudah resmi berhenti bekerja di tempat Wily.

Dari mansion, Lisa memang sengaja mengenakan pakaian kerja yang lengkap. Baginya ia harus berhenti secara baik-baik oleh sebab itu, ia sangat totalitas sampai mengenakan pakaian kerjanya. Namun niatnya tersebut malah membuat dirinya mendapat hinaan dari kakaknya sendiri. Sungguh miris hidup Lisa, ia tidak mau melawan kakaknya sediktpun. Ia masih menganggap Elga sebagai kakaknya mengingat ada darah Hendra yang mengalir di tubuh Elga.

Tiga gelas minuman ia bawa ke hadapan kakanya dengan sopan. "Permisi ini pesanannya," Lisa meletakkan gelas-gelas  minuman tersebut di atas meja Elga.

Dengan segera Elga mengambil satu gelas yang sudah Lisa letakkan duluan. Sembari Lisa meletakkan kedua gelas sisanya. Elga meneguk salah satu minuman tersebut. Tidak untuk di telan, melainkan ia semburkan tepat di wajah Lisa.

Hoek!

Lisa perlahan membuka kedua matanya yang basah karena semburan minuman dari Elga. "Minuman macam apa ini, kau mau meracuniku ya?" Tuduh Elga.

Byur!

Satu minuman yang dibawa oleh perempuan yang mendekati Elga menumpahkannya dipakaian bagian depan milik Elga. "Ups maafkan saya Nona, saya sungguh sengaja." Ucapnya sambil menutup mulutnya pura-pura bersalah.

Byur!

Dan lagi, satu minuman sengaja di siram ke rambut Elga. Sehingga seluruh tubuh Elga kini sudah basah karena minuman manis. Lengket dan pakaiannya sudah tidak berwarna indah lagi. "Maafkan kesalahan saya Nona, saya sungguh sengaja." Ucap perempuan tersebut.

Lisa melonggo melihat kejadian tersebut. Tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya yang terbuka lebar. Sungguh, mengapa bisa kedua perempuan kembar tak sedarah itu tiba-tiba datang kemari. "Bukan kah sudah ku katakan jika aku sedang pergi ke perusahaan bersama Zae. Apa mungkin Ken sudah bangun. Tapi kenapa dia bisa tau!"  Pikir Lisa.

Dengan wajah yang merah padam Elga bangun dari duduknya. Rahanya mengeras dan mengepalkan tangannya dengan erat.

Plak!

Plak!

Masing-masing mendapatkan satu tamparan dari Elga. Namun tangan Elga malah justru kebas. Sementara Jessy dan Jane tersenyum miring, wajah mereka sama sekali tidak ada bekas tamparan sedikit pun.

Jessy dan Jane adalah perempuan yang kuat. Saat Elga sudah bersiap menampar wajah mereka, mereka segera mengeraskan rahang mereka masing-masing. Sehingga yang terkena imbasnya adalah Elga sendiri. Mana mungkin perempuan seperti Elga bisa mengalahkan Jessy dan Jane yang pandai bela diri dan alhi tembak menembak itu.

"Apa sakit Nona?" Sindir Jane. Elga masih memegangi tangan kanannya yang ia gunakan untuk menampar Jessy dan Jane tadi.

"Sudah pasti sakit. Mana mungkin tidak merasakan sakit, jika yang kau tampar itu adalah batu." Jessy menyambung.

Keduanya tergelak, suara mereka menggema mengisi setiap sudut restaurant tersebut. Sementara itu orang-orang yang melihat mereka bergidik ngeri pada Jessy dan Jane. Termasuk Wily. Ia hanya mematung menyaksikan adengan tersebut.

Plak!

Plak!

Dua tamparan Elga dapatkan sekaligus. Kedua sudut bibirnya sudah berdarah. Elga mendapatkan tamparan di pipi kanannya dari Jessy dan mendapatkan satu tamparan di pipi kirinya dari Jane. Sakit? Benar-benar sakit sekali. Rasa malu, marah dan sakit bercampur menjadi satu.

Dengan sekuat tenaga Elga menahan rintihannya. Baginya terlalu malu jika harus merintih di depan mereka semua, padahal baru saja ia tadi menghina dan merendahkan Lisa di depan umum.

"Saya peringatkan Nona!" Jane menunjuk Elga dengan telunjuknya. "Jangan sekali-kali anda berbuat macam-macam atau menyakiti Nona kami. Sebab kami tidak akan segan-segan membayar apa yang telah Nona lakukan kepada Nona Alyssa." Peringatan dari Jane.

"Dan satu lagi Nona," Jesy menyambung dengan seringainya yang mengerikan. "Dua tamparan itu hanya sebuah peringatan. Jika Nona bertindak lebih."

Prang!

Jessy memecah gelas di meja tempat Elga. Ia menodongkan pecahan kaca gelas yang masih agak besar ke leher Elga. Ia hanya diam tak berani bergerak. "Mati lah kau Nona!" Ancam Jessy.

Jessy melemparkan bekas pecahan gelas tersebut sembarang. Menarik tangan Lisa. "Mari kita pulang Nona." Ajak Jessy.

Lisa yang mematung hanya mengikut saja. Ia masih terkejut dengan adegan guyur menguyur dan tampar menampar tadi. Apalagi seringai dan tawa kedua pengawalnya tersebut. Itu cukup membuatnya bergidik ngeri, baru kali ini Lisa mengetahuinya.

"Mungkin Ken tak akan menghukumku berat, tapi kedua pengawal ini yang akan menghabisiku." Batin Lisa.

Seperti raga yang tak bernyawa. Wajah Lisa pucat pasi, ia hanya tunduk dan lemah ketika Jessy dan Jane mundudukkan Lisa di bangku belakang. Bahkan di perjalanan pun Lisa masih saja diam.

Bersambung.

Cinta Berawal Dari TerpaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang