🐾Khawatir.

1.9K 196 43
                                    

Selamat membaca, jangan lupa vote dan komen ya.

"Trauma itu bukan dirangkul dari belakang, tapi harus di hadapi seperti ini."
Pernah dengar istilah ini?

🌹

Mayra menggenggam tangan Devan, dia tidak tau apa yang membuat Devan terus melamun sedari tadi.

"Van kamu kenapa?."

Devan tersenyum lalu menggeleng, dia tidak ingin Mayra tau tentang perasaannya pada Valen. Pikiran Devan berkecamuk, memikirkan apa gadis itu baik baik saja? Bagaimana keadaannya saat ini? Devan sangat ingin mengetahui semua itu, tapi dia tidak bisa muncul begitu saja menemui Valen apalagi saat ini Alara sedang bersama gadis itu.

"Mikirin apa sih? Kamu dari tadi diem terus."
Devan melepaskan genggaman Mayra.

"Aku mau ke toilet sebentar." Devan langsung pergi meninggalkan Mayra di taman.

Devan berjalan terus, bingung harus kemana, akhirnya dia memilih ke rooftop sekolah. Menatap hamparan bangunan yang ada di sekelilingnya, rasanya ingin menangis kalau saja pantas.

"Kenapa gue kayak gini? Kenapa gue nyakitin orang yang gue sayang? Kenapa!." Devan mengusap wajahnya kasar, dia harus tau keadaan Valen tapi bagaimana caranya?

Keadaan semakin membingungkan, sulit bagi Devan menentukan arah saat ini.



"Ar, Valen nggak kenapa kenapa kan?." Ardi menepuk pundak Reyhan bebrapa kali, dia kemudian tersenyum.

"Valen nggak kenapa kenapa, dia cuma terlalu kaget, mungkin sama halnya kayak titik tumpu om Brian, Valen selalu hilang keseimbangan tiap kali di bentak orang yang di anggapnya penting di hidupnya. Dan mungkin tadi dia dapet bentakan dari orang yang dia anggap penting, jadinya dia langsung syok kayak gitu."

Alara mengepalkan tangannya, satu satunya kemungkinan adalah Devan tidak mungkin ada yang lain. Reyhan mengangguk, untung saja keadaan adiknya tidak separah yang dia takutkan.

"Sementara ini mending dia di jaga dari hal hal yang buat dia syok deh." saran Ardi.

"Valen itu tipikal yang susah di kasih tau kak, dia keras kepala, sejauh ini dia selalu biarin dirinya melangkah ke titik tumpu kelemahannya." Reyhan membenarkan ucapan Alara, Valen tidak pernah mau melupakan kenangan buruk yang terjadi dalam hidupnya.

Bukan tidak mau, hanya saja tidak bisa. Meskipun dia menginginkannya tapi dia tetap tidak bisa melupakan rasa sakit yang selama ini menggerogoti dirinya.

"Agak susah memang, tapi kita usahain sebaik mungkin sebagai orang terdekat Valen." mereka berdua mengangguk, terhitung sudah beberapa kali Valen masuk rumah sakit sejak dia betemu Mayra.

Ardi pamit ke ruangannya, Reyhan dan Alara menunggu Valen sadar di ruang inapnya.

"Ra, tadi ada Devan?." Alara mengangguk, dia memang melihat Devan tadi sudah berada di dalam kelas. Reyhan menggeram, ini pasti gara gara Devan, kenapa Devan sekarang malah menjadi musuh bagi Valen, kenapa Devan malah berbalik menyakiti Valen seperti ini?

"Udah gue tebak, pasti dia!."

"Faktor utamanya pasti Mayra, Valen sempet bilang kalungnya di curi Mayra, padahal pagi ini gue baru mau ngasih tau kalo kalungnya jatoh pas kita ngumpul di kantin."

F. A. M. O. U. S (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang