23. Pengakuan Raga

125 4 0
                                    

Di part ini kita mulai bahas konflik ya!!!
Biar ceritanya cepat selesai 😁
Jangan salfok sama intrumentnya, aku lagi suka banget sama instrumen itu, sampai2 tiap nulis pasti sambil dengerin itu. 😅

Happy reading 😘

*****

Jiwa terdiam memikirkan kalimat terakhir Oji. Kata-kata cowok itu terus berputar dikepalanya hingga Jiwa merasa kepala sedikit sakit.

"Woi." Jiwa terlonjak kaget karena tiba-tiba saja Lisa datang mengejutkannya.

Gadis itu datang bersama Nadya yang sekarang sedang besedekap dengan gaya angkuh.

"Ngagetin banget sih, Sa," omel Jiwa.

Yang diomeli malah tertawa garing.

"Lo kenapa melamun Wa? Kangen doi ya?" ledek Lisa lagi.

Nadya?
Gadis itu sekarang sedang sibuk dengan ponselnya yang entah sedang apa.

"Nggak kok. Kalian dari kantin ya? Udah jajannya?"

"Udah, kita nungguin lo hampir lumutan tau nggak. Taunya malah ngelamun disini," celutuk Nadya yang masih sibuk dengan ponsel.

"Kirain kalian udah kekelas duluan."

"Tadinya juga mau gitu. Tapi siapa sih yang tadi ngomong minta tungguin pas gue sama Lisa kekantin?"

Jiwa meringis mendengar sindiran Nadya.

Sebelum menemui Oji, Jiwa memang sempat mengatakan bahwa dia akan menyusul Nadya dan Lisa dikantin. Parahnya lagi, Jiwa meminta kedua gadis itu untuk menunggu sampai ia kembali.

Nyatanya, bukan ke kantin Jiwa malah melengos ke lapangan futsal seperti sekarang ini.

"Tadinya gue beneran mau kesana kok. Tapi nggak jadi, akhirnya gue kesini deh. Lagian kan nanti kelas Revan main futsal lawan anak kelas X."

"Ughhh, bebeb gue juga main tau. Tuh dia tuh." Lisa berkata heboh sembari menunjuk keberadaan Nando.

"Lebay," kata Nadya pedas.

Lisa tak peduli.

Beberapa pemain sudah mulai memenuhi lapangan.

Perbedaan baju olahraga disetiap angkatan membuat mereka bisa dengan mudah membedakan mana anak-anak kelas XII dan mana anak-anak kelas X.

"Loh, Raga main juga? Tumben?"

Jiwa dan Nadya yang tadinya sibuk dengan dunia mereka masing-masing langsung melihat kearah yang Lisa maksud.

Jiwa mengernyit.

Biasanya, Raga tidak pernah ikut bergabung bersama Revan dkk.

Raga lebih sering bergabung dengan anak kelas XII lain ketimbang dengan anak-anak dari kelasnya sendiri.

"Wajar lah. Kan ikut perwakilan kelas mereka," seru Nadya.

Jiwa mengangguk membenarkan.

"Raga mainnya jago kok. Semalem gue liat dia main."

"Hah?" Lisa tiba-tiba terkejut.

"Lo nemenin Raga main futsal?" tanya Lisa.

Dengan santai, Jiwa kembali mengangguk.
Nadya sendiri malah bersikap biasa saja seolah-olah sudah tau dengan fakta jika Jiwa yang menemani Raga bermain futsal semalam.

Jiwa & RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang