18. Bertemu Nina

189 11 2
                                    

Jiwa dan Raga sampai dikediaman Raga saat ini. Setelah turun dari motor Raga, mata Jiwa mulai melihat-lihat kesekelilingnya. Rumah mewah bercat serba putih telah berdiri kokoh didepan mereka.

Raga berjalan menuju pintu utama, mau tidak mau Jiwa pun mengekori dari belakang. Pintu jati bercat coklat itu berdiri dengan gagah menyambut kedatangan keduanya.

"Masuk." Raga membuka pintu tersebut semakin lebar.

Jiwa menurut saja.

Sampai diruang tamu, dia dipersilahkan duduk oleh sang tuan rumah.

"Gue mau ganti baju dulu," kata Raga lalu meninggalkan dirinya sendiri.

Dengan tenang, Jiwa terus menunggu diruang tamu. Menatap sekeliling yang tentu saja masih asing baginya.
Ini pertama kalinya Jiwa berkunjung, jadi wajar saja jika Jiwa masih merasa asing.

Tepat di sebelah kanan ruang tamu ada pintu kaca besar yang langsung menghadap ke taman kecil disamping rumah.

Jiwa menajamkan penglihatannya, dimana ada seorang anak kecil yang duduk dikursi besi sembari memeluk boneka beruang berwarna coklat.

Jiwa pun mendekat. Meyakinkan dirinya untuk tidak ragu mendekati Nina.
Iya, gadis kecil itu pasti Nina.

Sesampainya ditempat tujuan, Jiwa berinisiatif untuk langsung duduk tepat disamping anak itu.
Dapat Jiwa rasakan jika Nina agak terkesiap saat Jiwa duduk disampingnya. Tapi itu benar-benar hanya sebentar, karena setelah itu kehadiran Jiwa malah seperti tak dianggap.

Nina malah terus fokus memandangi bunga-bunga berwarna putih didepannya.

Ah, Jiwa merasa payah karena tak tau nama bunga tersebut.

Jiwa memperhatikan anak itu sebentar. Tubuhnya sangat kurus, benar-benar terlihat seperti orang sakit. Bibirnya juga pucat, bahkan Jiwa bisa melihat bahwa bibir kecil itu sedang mengalami pecah-pecah.

"Emhh.. Hai Nina. Kamu apa kabar?" sapa Jiwa sedikit canggung.

Ya, bagaimana tidak.
Pertemuan terakhir mereka tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Waktu itu Nina juga bahkan tak ingin melihatnya. Jadi wajar saja kalau Jiwa merasa tak percaya diri jika harus menyapa anak ini kembali.

"Baik."

Dan mata Jiwa langsung terbelalak kaget saat suara anak itu bergema digendang telinganya.

Apa itu tadi?
Suara Nina?
Gadis kecil itu menjawab sapaan Jiwa?

Ah, Jiwa merasa terharu.

"Kamu masih inget kakak nggak?"

Nina menoleh sebentar, lalu menggeleng.

"Nggak kenal."

Jiwa mengangguk tak nyaman. Padahal, dia sudah berharap kalau Nina masih mengingat dirinya. Tapi ternyata harapan memang tak selalu sesuai dengan kenyataan.

Jiwa berusaha berpikir positif saja. Waktu itu Nina sedang sakit parah, mungkin itu menjadi penyebab Nina tidak mengingat dirinya.

"Kenalin. Nama kakak Jiwa, kakak temennya abang kamu. Kita udah pernah ketemu sih sebelumnya. Tapi mungkin kamu lupa." Jiwa mengulurkan tangan kanannya berniat untuk bersalaman dengan Nina.

Gadis itu hanya melihat tangan Jiwa sebentar. Setelah itu ia malah membuang pandangannya kearah lain.

"Nina."

What the____

Jiwa hampir saja mengumpat melihat bagaimana respon gadis itu.
Benar-benar mirip dengan abangnya.
Dingin, cuek dan yaaaa agak sedikit arrogant.

Jiwa & RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang