10. Perpustakaan

311 11 9
                                    


Awan mendung setia menyelimuti ibu kota pada pagi hari ini. Rintik-rintik hujan kecil mulai sedikit demi sedikit membasahi bumi.
Jiwa yang baru saja sampai di sekolah harus berlari kecil menuju koridor sekolah, tas yang biasa dia gendong di punggung sekarang dia gunakan sebagai penutup kepala untuk melindunginya dari hujan.

Sampai di koridor Jiwa menghela nafas lega.

"Akhirnya," seru Jiwa senang.

Dengan santai dia kembali berjalan menuju kelas.
Tapi saat baru beberapa langkah, dia langsung dihadang oleh seseorang.

"Heh, kemana aja lu kemaren?"

Jiwa meringis tak enak saat mengetahui orang yang mencegatnya adalah Miko.
Wajah pemuda itu nampak masam di pagi yang mendung ini.

Tangannya terlipat di depan dada dengan rambut klimis yang seperti nya baru saja terkena rintik-rintik air hujan. Kaki nya iya ketukan dengan gaya bossy.

"Maaf Ko, gue kemaren lupa ngabarin lo." Jiwa mencicit.

Tidak.
Jiwa bukannya takut dengan kemarahan Miko.
Hanya saja dia merasa tak enak hati karena sudah membuat pemuda itu menunggu kemaren.

"Lu kemana aja sih Wa? Nggak tau apa gimana susah nya gue ngatur mereka semua. Lu nggak ada, anak-anak senior yang lain juga nggak ada. Mampus gue nanganin mereka sendiri. Mana pada susah banget lagi kalau di kasih tau," gerutu pemuda itu kesal.

Dia sudah berjalan mendahului Jiwa. Dengan otomatis Jiwa mengikutinya dari belakang.

"Gue beneran minta maaf Ko. Sebenarnya kemaren gue ada janji sama kak Rio buat nemenin dia ke toko buku. Gue rencana nya mau bilang sama lo, tapi______"

"Dia bahkan dateng ke sekolah buat ngejemput lu, tapi lu nya malah ilang entah kemana," potong Miko.

Jiwa menghela napas.
Sudah biasa memang Miko bersikap seperti ini saat sedang kesal. Tapi lihat saja nanti, semua itu tidak akan bertahan lama. Karena Miko tipe orang yang tak bisa marah lama-lama. Apa lagi dengan Jiwa.

"Iya gue tau. Dia juga udah bilang kok. Gue kan belum selesai ngomong. Sabar dikit kenapa sih?"

Miko masih diam menunggu kelanjutan kalimat Jiwa.

"Kemaren itu gue bener-bener lupa. Lupa ngabarin lo, juga lupa ngabarin kak Rio. Gue nongkrong di cafe bareng temen-temen gue. Lo tau kan, kalau udah bareng mereka gue pasti lupa buat pegang Hp. Gue bener-bener lupa ngabarin lo."

Teman-teman Jiwa termasuk Miko memang sudah mengenal Rio dengan baik. Karena laki-laki itu sering menjemput Jiwa kesekolah.

"Alasan lu klise banget sih Wa. But, it's okay. Buat kali ini lu gue maafin. Tapi tolong dong Wa, yang profesional jadi orang. Lu kan ketua, masa' lu malah beri contoh buruk buat anak-anak lain."

"Ko," sentak Jiwa agak sedikit tersinggung.

Come on.
Ini hanya masalah kecil.
Kenapa Miko harus membesar-besarkan seperti ini.
Ini benar-benar bukan gaya Miko.

"Udah lah, gue balik ke kelas. Sore jangan ngilang-ngilang lagi. Kalo nggak, kita batalin aja ngisi acara di SMP CG."

Dan detik berikut nya Miko sudah pergi meninggalkan Jiwa yang masih diam kebingungan.

Jiwa & RagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang