Note: Seriusan part ini panjang banget. Mau kalian skip juga nggak apa-apa. Asal jangan lupa vote dulu. 😂 (Dan kalo bingung sama part berikutnya karena gak baca part ini dulu, jangan pada ngamuk ya😅)
5000+++ words.*****
Jiwa memantul-mantulkan bola basket yang ada di tangannya secara kasar, tak peduli bell masuk sudah berbunyi sedari beberapa menit yang lalu.
Setelah adu mulut dengan Lisa dan Nadya, Jiwa langsung ngancir ke lapangan basket. Bermain basket seorang diri, berniat untuk menenangkan diri sendiri.
Koridor-koridor kelas sudah mulai sepi, hanya tinggal Jiwa sendiri yang ada di lapangan basket tersebut.
Jiwa terus mendrible bola ke arah ring basket, dan hap. Bola berwarna orange itu langsung masuk ke dalam ring. Jiwa terus mengulangi hal tersebut secara terus menerus, baju olah raga yang masih ia kenakan bahkan sudah agak basah karena keringat.
Tapi tak lama kemudian suara salah satu guru yang ada di sekolah mereka langsung mengalihkan perhatian Jiwa.
"Kamu ngapain masih di sini, Jiwa? Ini sudah jam masuk kelas. Kenapa kamu masih bermain basket di sini." Itu suara ibu Ebit.
Guru seni budaya di sekolah mereka. Jiwa mendekat pada guru tersebut, tanpa canggung sama sekali.
Bersyukurlah karena Jiwa memang dekat dengan guru seni tersebut karena Jiwa ikut ekskul seni musik di sekolah."Ngapain masih di sini? Gih, sana masuk kelas." Suara ibu Ebit kembali terdengar saat Jiwa sudah berada tepat di samping nya.
"Nggak boleh ya buk, kalau bolos masuk kelas sekali aja?" Bukan nya menjawab pertanyaan ibu Ebit, Jiwa malah balik bertanya, membuat wanita paruh baya itu mengernyit bingung.
"Kamu ini kenapa? Ibu belum pernah ngeliat kamu kayak gini?"
"Saya nggak papa, buk."
"Kalau nggak papa sana masuk kelas, ini kamu udah telat dari beberapa menit yang lalu. Saya yakin, sekarang kelas kamu bukan lagi belajar pelajaran olah raga, kamu aja di sini sendiri."
Akhirnya dengan berat hati, Jiwa menuruti permintaan ibu Ebit. Kembali ke kelas dengan langkah lungai.
Sampai di depan kelas, Jiwa sedikit mengintip, sudah ada pak Masdar di sana selaku guru Bahasa Indonesia.
Dengan pelan, Jiwa mengetuk pintu kelas tersebut. Dimana sang penghuni kelas langsung melihat ke arahnya.
"Permisi, pak. Maaf saya terlambat." Jiwa mendekat pada meja guru tersebut.
Pak Masdar sempat memperhatikan penampilan Jiwa. Rambut yang sedikit acak-acakan, baju olah raga, dan tak lupa wajah yang sudah sedikit kusam karena terkena paparan sinar matahari saat bermain basket tadi.
"Dari mana?" tanya guru itu pada akhirnya.
"Dari lapangan basket pak, maaf agak telat, tadi ke toilet dulu sakit perut."
Dan bersyukur lah Jiwa karena guru tersebut langsung percaya. Jiwa pun langsung di persilahkan duduk.
Pak Masdar memang di kenal sebagai guru yang paling mengerti anak muridnya. Dia tidak pernah marah, tidak pernah menghukum siswa, ataupun memberikan tugas yang berat-berat. Pokoknya pak Masdar itu idola mereka di sekolah.
"Dari mana sih?" Nadya langsung bertanya saat Jiwa bari saja duduk di samping nya.
Jiwa diam, mengeluarkan bukunya dari dalam tas lalu mulai fokus dengan apa yang pak Masdar jelaskan kepada mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa & Raga
Teen FictionYUK FOLLOW DULU SEBELUM BACA!!! ***** Raga itu ganteng, cuek, dingin, kaku, kasar, tapi kadang perhatian. Jiwa itu ceria, cantik, baik, pengertian, dan suka menolong. Rio itu tampan, penyayang, perhatian, sayang banget sama Jiwa, juga selalu pedul...