bagian 1

5.4K 114 2
                                    

"Papa! Lintang mau telur dadar"
"Pa! Awan mau minum susu"

"Pa, nasinya jangan banyak-banyak,"
"Papa, Lintang mau disuapin!"
pagi itu Langit seperti biasa, mengurus kedua putra putrinya. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk ke sekolah. Terhitung tujuh tahun lamanya semenjak kematian Senja.
Jangan tanyakan mengapa dia begitu kerepotan, karena semenjak kepergian Senja dia sudah berjanji, akan mengurus kedua anaknya dengan tangan sendiri. Mungkin juga tak ingin menikah lagi.
"Ok, sayang. Papa sudah siap menjadi koki kalian pagi ini" tangan begitu cekatan dengan alat-alat dapur, semenjak dia sadar ada tanggung jawab yang harus dia penuhi.

"Yey!! Kita juga akan diantar papa kan?" Dengan bibir mengerucut gadis kecil itu menunggu jawaban sang papa.

"Tentu saja papa yang akan antar" mengacak rambutnya gemas, Langit menyodorkan susu cokelat kesukaan sang jagoan, "Pa, kalau Papa sibuk kita bisa sama sopir aja" anak lelaki itu sambil memakan roti isi strowbery ke mulutnya.

"Papa nggak sibuk Awan." Yah, anak lelaki itu memang begitu bijaksana. Mirip sekali mamanya, ah Langit jadi teringat kembali pada wanitanya.

"Makanya, mending kamu cari istri lagi Er! Mereka membutuhkan kasih sayang seorang ibu, kamu jangan egois." Ah, mamanya memang selalu saja seperti itu.

"No! Kami tidak butuh ibu oma!" Serentak, kedua kesayangan Langit menimpali sang oma.

"Lihatlah mereka Erlan! Mereka kurang didikan karna tidak ada sosok ibu yang mendampinginya."

"Ma! Kalau anak-anak merasa tidak membutuhkan ibu, kenapa sih mama harus repot-repot membahas ini?" Langit meletakkan sendoknya, kini napsu makannya sudah hilang, selalu begitu saat mamanya membahas sesuatu yang tidak mungkin dilakukan olehnya.
"Lalu apa kau pikir asetmu itu gak akan karatan, kalau cuma kau gunakan untuk buang air saja Er?"

"Oma gak sayang mama kami!" Si kembar kembali menimpali ucapan sang oma. Lega rasanya, saat Langit tau, kalau anak-anaknya mampu menjadi perisai untuknya."pokoknya mama nggak mau tau ya, kamu harus segera kembali menikah, atau kamu menikah saja sama Lena!" Wanita paruh baya itu menatap tajam pada putra tunggalnya tersebut. Seolah tak ingin dibantah beliau menekan setiap ucapannya.

"Ayo anak-anak kita segera berangkat!"
"Ok, papa" si kembar kembali kompak menjawab.

"Jangan lupa, pulang harus bawa menantu buat mama!"

Langit tak lagi menggubris teriakan sang mama, dia bosan dengan bahasan yang itu-itu saja. Oh, Senja! Kenapa juga dirinya harus pergi meninggalkan Langit dan putra-putri mereka. Sungguh Langit begitu tersiksa dengan tanpa kehadiran wanitanya. Lintang duduk di depan, sedangkan Awan lebih suka duduk di belakang, "Pa, kita gak butuh ada mama baru" gadis kecil itu kembali mengeluarkan isi hatinya. "Iya pa, Awan juga gak mau." wow kompak sekali mereka, Langit hanya mengembangkan senyum sambil fokus menyetir, dia juga setuju dengan keinginan dua kesayangannya itu. "Nanti pulangnya gimana pa?"Awan sepontan bertanya pada papanya.
"Iya bener nanti kita pulangnya gimana?kita kan takut kalo naik kendaraan umum, kalo diculik nanti papa gak ada yang belain lagi" Lintang nyengir kuda pada sang papa. 'Kenapa setiap melihat gaya bicara dan senyummu selalu mengingatkan papa pada mamamu nak?' Tak terasa air mata Langit lolos dengan sendirinya.

"Papa nangis? jangan khawatir pa, kita gak akan diculik kok, iya kan bang?" Gadis itu meminta pendapat saudaranya.
"Hm" singkat padat. Karakter Langit sekali.
"Hari ini spesial buat kalian, papa akan menunggui kalian di tempat parkir sekolah"

"Yeyy yeyy!"
"Besok juga kan pa?" Memainkan puppy eyes andalannya, berharap sang papa mengabulkan permintaannya. Yah, gadis itu memang pandai sekali merayu, dan sebisa mungkin, Langit akan selalu mengabulkan keinginan mereka. Asalkan tidak berseberangan dengan prinsip hidupnya.
"Kalau besok, papa gak bisa dong. Kan papa ada meeting sampai sore, besok om Reza yang akan menjemput kalian!" Sedikit melirik ke arah sang putri yang begitu suka merajuk, Langit menggunakan salah satu tangannya yang tidak dipakai untuk menyetir, mengusap pelan rambut lurus alami itu.
'Maafkan papa sayang, seharusnya papa bisa menepati janji papa, untuk selalu mengurusi kalian dengan tangan papa sendiri. Tapi, papa juga harus mencari nafkah untuk kebutuhan kalian'
Langit yang terkenal dingin, cuek dan arogant tapi semua itu tidak akan pernah berlaku untuk Senja dan putra-putri mereka.

"Iya pa, kita gak papa kok" jelas sekali itu bukan jawaban Lintang, melainkan Awan."Papa kan harus bekerja mengurus perusahaan, Dek. Bukan cuma kita aja hllo tanggung jawab papa tuh."
Dan, gadis kecil itu cuma membuang muka ke arah jendela, Langit bisa apa kalau sudah begini.
"Baiklah, besok papa usahakan bisa jemput kalian, ok?"
"Makasih papa!" Lintang langsung mencium sayang pipi papanya. "Pasti mama akan tersenyum bahagia, melihat papa begitu sayang sama kami" senyum mengembang brgitu mendengar ucapan sang papa barusan.
"Ok, sudah sampai! Kalian belajarlah yang rajin, dan jangan nakal ya" memeluk hangat pada kedua anaknya itu. Melihat punggung mereka yang menjauh, Langit tersenyum dan beranjak ke dalam mobilnya. Dirinya kini sudah mirip sekali dengan ibu-ibu rumah tangga, tapi tidak masalah baginya, justru itu sangat membahagiakan untuknya. Walaupun mungkin tak akan bisa menebus kesalahan pada istrinya dulu.

TBC
❤❤❤

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang