bagian 2

2.7K 89 1
                                    

Pagi itu Mega bergegas pergi ke kampus, Mahasiswi smester pertama itu hanya mengikat rambutnya asal. Meskipun begitu, tetap terlihat cantik alami. Gadis berusia 17 tahun itu merupakan tiga bersaudara, dimana dia yang merupakan anak terkecil dan satu-satunya anak perempuan dari orang tuanya. Celana jins belel andalan Mega, tak lupa kaus t-shirt yang selalu menunjang penampilan gadis urakan tersebut, sepatu kets dan tas ransel yang selalu melengkapi penampilannya.

"Mamiii! Motor aku mana?" Mengambil pisang goreng di meja yang telah disiapkan maminya untuk papi pastinya, tapi bagi Mega apapun itu yang dimakan orang tuanya, akan selalu menjadi kesukaan gadis remaja yang menuju dewasa tersebut.

"Tadi dipake kak Vano dek, mobilnya habis dicuci katanya sayang kalo kotor lagi." Meletakkan kembali pisang yang hampir masuk ke mulutnya itu, dia melotot tajam kearah sang mami. "Terus kalo motor Mega yang kotor gapapa gitu? Apa sih yang dipikirkan anak kalian itu Mi Pi?" Kesal Mega.

"Yaudah sih, pake mobil mami atau papi aja Dek." Rima mengulurkan kunci mobilnya untuk sang bungsu, yang ternyata hanya di pendelikin saja.
Melangkah keluar rumah, sambil menunggu taksol yang langsung dipesannya begitu mendengar penjelasan maminya, Mega duduk dengan pak satpam yang berjaga di rumah megah itu. Begitu kendaraan yang dipesannya datang, gadis tersebut langsung masuk ke bagian belakang, di bangku penumpang.

Begitu turun dari taksol, Mega melihat Mimi sahabatnya sedari SMA dulu, setelah sejenak memperhatikan gadis itu tampak bengkak dibagian mata. 'Ada masalah apalagi dia?' Perlahan dihampirinya teman sekaligus sahabatnya tersebut. "Eh, lo ngapain duduk di sini? Abis nangis lo?" Menggeleng tanpa jawaban yang didapatinya.

"Ngomong dong Mi! Lo kenapa?" Dirangkulnya bahu Mimi dan seketika dirasakannya bahu itu terguncang. "Udah yuk, kita ke kantin, kita kudu bicara sekarang. Jangan sampe lo tua sebelum waktunya, karna pikiran yang bejibun lo pendem sendirian." Mengelap air matanya asal, dan menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan.

"Gu, gue kudu nikah sama juragan Tohir, Ga, gue gak mau itu. Tapi kalo gue bisa nyicil seenggaknya dua setengah juta sebulan gue bisa bisa bebas. Dengan syarat kudu rutin. Dan cicilan itu gue bingung mau dapet uang dari mana lagi, padahal uang gaji dari kerja part time gue udah harus masuk ke Bank, lo tau sendiri buat makan aja gue dapat sokongan dari lo." Menundukkan kepala, dengan beralaskan kedua tangan di atas meja kantin, Mimi kembali sesenggukan.
Merangkul erat pada Mimi, Mega berjanji akan membantunya sebisa mungkin.

"Tenang aja, Mi, kita pasti bisa lewatin ini tanpa lo harus nikah sama juragan Tohir. Percaya sama gue." Mega berujar mantap.

~

Langit merasa akhir-akhir ini dirinya begitu banyak kegiatan kantor yang tidak bisa dia tinggalkan. Dia takut karna kesibukan yang mengharuskannya selalu stay di kantor, membuat sang mama kelelahan karna mengurus si kembar, memang di rumah ada bibi, tapi bibi juga ada tugasnya sendiri. Dia berfikir alangkah lebih baiknya mempekerjakan seorang babysitter untuk mengurus si kembar. Setidaknya selama dirinya berada di kantor.

Tok, tok, tok!

"Masuk!" begitu pintu terbuka muncul dari balik pintu, Andin sekertarisnya.

"Bapak, mau kopi?" Bicara dengan nada sedikit centil pada bosnya memang bukan hal baru bagi Andin. Meskipun Langit jusru nampak jengah, dan seolah tak perduli.

"Tidak, terima kasih." Tanpa menoleh sedikitpun ke arah sang sekertaris, dia hanya sibuk mengawasi jalanan melalui lebarnya dinding kaca di belakang meja kerjanya."Baiklah kalau begitu, Pak. Saya, permisi." lagi-lagi dengan tampang kecewa yang menghiasi wajah ayu Andin.

"Hey, Brow! Ada apa denganmu? Sampe sedari tadi gue berada di sini sampe lo nggak menyadarinya?"

Membalikkan kursinya, dan mendongak ke atas ternyata sudah ada tampang menyebalkan si Rino. 'See! bahkan dengan tidak tau sopan santunnya orang itu duduk di meja kerjanya.' "Gak ada," memasang wajah sedatar mungkin, dia melemparkan kopi sachet pada Rino. Sebab bukan hal tabu, untuk para sahabatnya, setiap berkunjung selalu bikin minum untuk dirinya sendiri.
"Si Andin, tuh hot banget, brow! Gila, jiwa kesepian gue meronta-ronta." Sambil mengaduk kopinya, Rino masih saja berkicau tentang Andin. "Kalau kamu mau, ambil saja! Gak ada yang akan mnghalangi."

"Lo, yakin gak akan kehilangan dia? Do'i sexy, Brow, setidaknya apa mungkin lo sama sekali nggak berhasrat sama dia?"

Pletak

"Set**"

Melemparkan bolpoint ke kening Rino, hingga refleks umpatan keluar dari bibir pria blasteran itu. "Ha haa.. lagian kamu tau sendiri, selama saya ngalami jatuh dan cinta, itu cuma bersama Senja, saat ini cuma sedang berfikir, bagaimana caranya membagi waktu untuk pekerjaan dan anak-anak. Sebenarnya saat ini, berinisiatif cari babysitter buat si kembar, bisa kamu bantu saya?"

"Heh, bodoh! Kenapa nggak pasang iklan aja di sosmed brow?" Ah, iya, semenjak Senja pergi meninggalkan mereka, memang Langit nampak seperti orang bodoh.
Mengambil gawainya, dengan segera memasang iklan lowongan pada sosmednya. Senyumnya mengembang karna, belum sampai satu menit sudah ada yang merespon, baiklah sebentar lagi akan segera mendapatkan hasilnya.

Ting

0812********
Selamat sore, saya bersedia menjadi Babysitter, kapan saya bisa mulai bekerja?

Me
Bawa kartu tanda pengenal dan temui saya di alamat yang akan saya kirimkan sebentar lagi

0812********
Baiklah, Pak. Otw.

'Apa katanya barusan otw, kenapa semangat sekali?'

30 menit kemudian.

Tok, tok, tok.

"Masuk."

Tbc.❤❤❤

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang