bagian 15

1.3K 38 2
                                    

"Om!"

hhuhhuuu

"pokoknya pingin ngelus kumis sama perutnya Pak Rudi." Rengek Mega dengan air mata bercucuran.

"Gak, saya nggak mau istri saya malah mesra-mesraan sama pria lain." Sungut Langit tak terima dengan permintaan konyol Mega. Bayangkan saja, Langit yang wajahnya tak kalah tampan dari jajaran aktor korea ini masa harus bersaing dengan Pak Rudi, yang notabene jauh lebih tua dan jangan lupakan perut buncitnya. Oh tidak, Langit tidak sebaik hati itu, untuk merelakan istrinya mengelus kumis dan perut pria lain.

"Yaudah, gak usah deket-deket Mega, Om minggir sono!" Langit hanya mampu menggeleng pasrah, entahlah apa yang terjadi dengan istrinya yang mendadak cengeng dan bertingkah aneh.

"Pokoknya gak ada, keinginanmu kali ini kelewat batas sayang, saya gak bisa ngabulin. Terus kalo nggak boleh deket-deket nanti gimana kalo lagi pingin, terus tidur juga pastinya deket-deketan." Langit masih mencoba membujuk istrinya, dia tidak mau dong, kalo baru sebulan kumpul lagi, udah disuruh tidur sendiri. Membayangkannya saja sudah sangat mengerikan, Langit tidak mau itu terjadi.

"Bodo amat!" Mega membuang wajahnya menghindari tatapan dari suaminya. Apa salahnya? Dia hanya menginginkan mengelus kumis sama perut buncit Pak Rudi, itu sama sekali nggak berlebihan bukan? Suaminya saja yang bertingkah lebay. Benak Mega membenarkan keinginannya.

"Amat nggak bodo yank, jangan gitu ntar dosa loh!" Kelakar Langit, dengan harapan, istrinya melupakan keinginan konyol itu.

"Om jahat!" Mega berdiri dan melenggang pergi meninggalkan Langit yang masih menyuap makanannya. Dengan sigap mengejar Mega yang sedang merajuk, tak lupa meninggalkan beberapa lembar uang kertas bergambar bapak proklamator.

Setelah berhasil membawa istrinya masuk ke mobil dengan aman, Langit melajukan perlahan. Benakknya berperang. Sudah sekitar lima menit yang lalu semenjak mereka telah sampai di area parkir perusahaan, masih dengan hati yang menimang-nimang, bagaimana cara bertanya yang sekiranya tidak membuat istrinya tersinggung apalagi marah. Tanpa membuang waktu, Langit segera menarik Mega ke dekapannya, mungkin dengan ini semua akan membaik.

"Kamu kenapa sih? Dari tadi uring-uringan begini? Apapun permintaan kamu akan Om penuhi, tapi tolong jangan yang itu. Om nggak rela." Masih di dekapnya erat, istri kecilnya itu. Sungguh hal ini lebih memusingkan daripada mengurus seluruh perusahaan yang Langit miliki.

Diusapnya kedua pipi Mega yang basah oleh air mata, dengan kedua ibu jari Langit. Disaat melihat air mata yang meleleh di pipinya, Langit merasa ikut nyeri di bagian sudut hatinya. Kemudian ditarik tubuh mungil itu masuk ke dalam dekapannya, ada sebaris tanya tentang perubahan yang terjadi akhir-akhir ini pada istrinya. Sifat yang berubah menjadi begitu sensitif, dan selalu mempunyai keinginan yang nyleneh belakangan ini. Contohlah semalam, saat Langit ingin mengistirahatkan tubuhnya Mega memintanya membuatkan  mie instan kuah, begitu mie sudah siap, dia hanya meminum kuahnya, Langit yang diminta menghabiskan mie tanpa kuah. Meski ada rasa jengkel yang terselip dalam dadanya, tetap saja dia habiskan, demi membuat istri kecilnya tersenyum puas.

"Om! itu Pak Rudi!" Mega menunjuk keberadaan sopir itu di pos satpam yang mungkin sedang bercengkrama dengan rekan-rekannya. "Kamu masih menginginkan hal itu?"kerutan di kening Langit terukir kian dalam saat mendengar penuturan  wanitanya.

"Pak Rudi sekarang ini masih sibuk sayang, ntar atau besok aja ya?" Berusaha berbicara selembut mungkin agar istrinya mau mengerti, sungguh, dia benar-benar tidak ingin mengabulkan keingin konyol itu. Harga diri Langit dipertaruhkan dalam hal ini.

"Tapi dianya lagi nongkrong gitu masak dibilang sibuk sih Om!" Langit merasa sudah tidak memiliki pilihan lain, selain harus segera mengajak istrinya belanja, mungkin ini akan jauh lebih baik. Pikirnya.

"Kita belanja, apapun yang kamu inginkan, kita beli semua." Lengkungan bibir Langit membuat senyuman yang begitu indah, senyuman yang lagi-lagi mampu menggetarkan seluruh persendian Mega, bahkan dia sampai melupakan keinginan absurd yang sampai membuat Langit hampir jantungan.

"Mega cuma kepingin makan Batagor, tapi yang di deket kontrakan Mimi Om, di sana enak." Puppy eyes andalannya, yang selalu mampu membuat Langit ingin mendekapnya lagi dan lagi. Kalau sudah begini, siapa yang mampu menaklukkan siapa? Karna di antara mereka berdua, masing-masing memiliki daya pikatnya, itu yang membuat mereka sulit untuk  marahan atau sekedar tidak saling bicara.

Batagor sudah terhidang di depan mereka, tapi pandangan Mega sedari tadi tidak lepas dari si penjual, hal itu langsung disadari oleh Langit. Menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan. Dia mencoba menahan marah yang hampir kembali bersarang di dalam dada.
"Ayo buruan dimakan, nanti keburu dingin nggak enak." Mencoba membujuk sang istri untuk lepas dari pandangan yang sama sekali tidak Langit sukai.

'Kenapa Mega mendadak seolah takjub, dengan pria-pria tua berperut buncit dan berkumis tebal seperti itu? Apakah Langit tampak begitu buruk sehingga istrinya lebih tertarik pada mereka.' Benak Langit kembali berperang, Langit hanya menginginkan semoga ini semua hanya mimpi, jadi dia tidak akan risau saat dirinya bangun nanti. Tapi harapan Langit seolah runtuh dengan geplakan tangan Mega.

"Om, aku mau ngelus kumisnya bapak itu!"  rengeknya pada Langit.

"Enggak!!" Spontan Langit menjawab dengan nada tinggi yang otomatis membuat Mega menangis.

"Mega benci sama Om! Om tega! Udah nidurin Mega tapi gak mau nurutin keinginan Mega!" Teriakan Mega mengundang pandangan orang-orang di sekitarnya, tatapan meremehkan terpusat pada Mega dan Langit. Jelas ini semakin membuat Langit frustasi. Dia bukan orang yang sesabar itu untuk tidak akan marah, saat orang lain berbuat sesuatu yang jelas membuat dirinya malu, meskipun itu istrinya sendiri. Sementara Mega yang belum menyadari tatapan aneh mereka, masih terus saja berceloteh yang semakin membuat Langit geram.

"Om harus inget! ntar kalo Om mau nidurin Mega lagi, Mega nggak mau!!" Teriaknya yang masih di warung penjual Batagor itu. Langit hanya menginginkan, saat ini juga menenggelamkan diri di lautan, agar bisa menghindari tatapan yang mampu membuat harga diri Langit merosot tajam ke jurang. Rasanya dia sudah sangat geram dengan tingkah absurd dari istrinya itu, dengan bergegas berdiri sambil menarik lengan istrinya untuk segera meninggalkan tempat yang sangat membuatnya malu tersebut.

"Om mau apa?!" Teriaknya marah ke wajah Langit.

"Diam!!" Air muka Langit yang sudah sangat tidak bersahabat, mampu membungkang mulut Mega yang sedari tadi menyerocos tiada henti. Mega tahu, saat ini suaminya sudah sangat marah, tetapi dia juga benar-benar menginginkan keinginannya segera terpenuhi. Dia menyadari keinginannya aneh, tapi dia benar-benar ingin. Jadi apakah Mega salah dalam hal ini? Dalam benak Mega hanya tertulis bahwa suaminya egois, dan dia hanya mampu menangis.

Tbc
❤❤❤

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang