bagian 18

1.1K 34 0
                                    

Follow akun author ya, biar mendapat notifikasi saat update.

***
Setelah Langit memastikan keadaan putra-putrinya baik-baik saja di rumah, Langit bergegas menuju rumah sakit milik Evan, sahabatnya. Sahabat yang kini hidup dengan dua istri, Langit tersenyum sumir mengingat sahabat karibnya tersebut. Terakhir mereka bertemu saat kelahiran anak ke empat Evan, dari istri keduanya, Cika. Saat itu, dia melihat, betapa harmonis kehidupan Evan saat ini, hidup dengan dua istri yang begitu akur. Meskipun awalnya, kehidupan rumah tangganya begitu miris.

Langkahnya tergesa, menuju ruang inap istrinya, setelah sampai di ruangan tersebut, Langit segera memeluk istrinya penuh kasih. Dia menyesal, telah lalai dengan tidak mengabarinya. "Sayang! Maafin Om ya, Om menyesal." Dipeluknya lebih erat tubuh Mega, dikecup dan seolah tak ingin melewatkan waktu sedetikpun, tanpa Mega di sisinya. "Om kemana aja? Kenapa nggak pulang?"

huhuhu
"Mega berpikir, Om udah bosan saa Mega, terus Om kabur." Dipeluknya tubuh kekar suami tercintanya itu, dia berbisik dan menarik tangan kekar Langit ke arah perut ratanya. "Sayang, Papi kamu udah datang, dia nggak ninggalin kita." Senyum yang diiringi air mata, bukanlah pertanda kesedihan, melainkan sirat kebahagiaan bagi mereka berdua. Langit melotot tak percaya, tanda disadari air mata itu keluar dari pelupuk matanya. "Be-benarkah itu sayang? Kita akan memiliki anak?" Mega mengangguk, mengiyakan pertanyaan suaminya.

"Om dari mana sejak semalam?" Mega masih menuntut jawab, sungguh dia penasaran dengan apa yang terjadi dengan prianya. "Om, Om se-semalam mendapat telpon mendadak dari Bandung, katanya Kantor di sana terjadi kebakaran, Om langsung kesana, dan setelahnya hp om mati, habis batrei." Langit tidak berbohong, meski ada sebagian cerita yang tidak dia sampaikan pada istrinya.

***

"Om sudah mengurus administrasinya, kita bisa pulang ke rumah setelah ini." Sambil membereskan seluruh barang-barang yang dibawa dari rumah.

"Mega udah kangen sama anak-anak, nggak betah terlalu lama disini." Menatap suaminya yang tengah membereskan semuanya. "Iya, Om juga sudah kangen sama mereka."

Perjalanan menuju rumah, mereka tak melepaskan tautan jemari mereka, senyum terus terukir dibibir Langit juga Mega. Kebahagiaan yang berlipat, dengan kabar calon buah hati mereka. Mega merasa sempurna, Langitpun sama.

"Selamat pagi Tuan Erlan, Nyonya Mega!" Sapa Pak Rudi dan Pak Hamdan, satpam aplusan Pak Supri, karna hari ini Pak Supri masuk malam. Di rumah Langit memang mempekerjakan empat satpam setiap harinya.

"Pagi semua." Langit menjawab sapaan mereka disertai anggukan.

"Kamu istirahat ya, nggak usah mikirin anak-anak dulu, saya nggak mau kamu kelelahan."

Cup cup cup cup

Langit mengecup kening Mega, kedua pipinya dan terakhir mengecup bibir istrinya lama. Dia bahagia.

Malam ini, Langit sama sekali tidak berhenti menatap istrinya, setelah petualangan gairah yang baru saja usai, dia merengkuh tubuh polos berlapis selimut tebal itu, dia menginginkan, hal seperti ini tidak akan pernah berakhir.

Mega bangun saat hari telah menelang siang, suaminya sudah berangkat pagi-pagi, itu kata Bi Rum, bahkan Langit tak sempat sarapan, ada meeting pagi katanya.

Setelah selesai memasak, dia segera mengemas untuk membawakan bekal sang suami, sengaja memang, Mega tidak ingin memberitahu suaminya, biarlah ini menjadi surprise untuknya.

Setelah keluar dari lift di lantai 30, Mega melihat sekertaris suaminya itu tampak terkejut, akan kedatangannya. Mega, tidak menggubrisnya.

30 sebelumnya.
"Lang-"

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang