bag 14

1.4K 44 0
                                    

Setelah tiga hari tidak masuk kuliah, hari ini begitu sampai di kampus langsung ditodong banyak pertanyaan dari Mimi. "Ga! Gimana rasanya?" Mumi menaikkan kedua alisnya ke atas dan ke bawah

"Wuiihh, gilla ternyata menggetarkan jiwa raga Mi! Sumpah gue bener-bener ketagihan." Mimi sampai membulatkan kedua bola matanya, juga mulutnya menganga lebar. Mencondongkan kepalanya mendekat ke telinga Mega. "Gede nggak?"

"Bangett Mi, gue sampe ngos-ngosan ngejinakin dia." Mega memang seantusias itu jika menceritakan sosok Langit, prianya, suaminya, sandaran hidupnya, bahkan  tidak ada penyesalan Mega, dengan pernikahan diusia mudanya.

"Seandainya gue bisa ikutan liat Om Langit juga pas lagi naked."

Plethak!

"Auww! Sakit bego!" Mimi memekik kesakitan saat dengan teganya Mega memukul kepala Mimi pake handphone miliknya.

"Siapa suruh ngomong gak pake mikir! Laki gue cuma doyan sama gue, dia gak doyan sama yang lain!" Mega melotot marah pada Mimi, meski dia tau, Mimi hanya bercanda. Namun, dia tetap tidak suka.

"Uluh uluh posesifnya! Hmmtt, tenang deh, gue sedari dulu sampe sekarang cuma berharap sama Kak Vano, gak ada laen." Senyum Mimi tersumir tipis, sedikit menunduk karna tak ingin Mega melihat rona merah yang menjalar di kedua pipinya.

"Emang abang gue mau sama lo?" Goda Mega pada sahabatnya itu.

"Gue yakin kok. Dia bakalan cinta sama gue, dan kita bakalan jadi kakak adek beneran. Setelah itu awas aja, lo harus manggil gue kakak, gak boleh nama." Mimi menaik turunkan kedua alisnya pada Mega.

"Yeee, pede amat lo, belom tentu abang gue mau hahaha"

"Eh Ga, waktu lo pertama kali gituan sakit gak?" Mimi memasang mimik serius jali ini.

"Pertama sih iya, tapi waktu itu kan gue antara sadar gak sadar dan gue denger si Om bilang, bakalan pelan-pelan. Gue gak nyangka Mi, impian gue sewaktu kecil terkesampaian juga." Mega menyatukan kedua tanganya yang terkepal di dada, hingga ujung kepalan tangan itu menyentuh dagu lancipnya.

"Eh, udah dulu deh, ntar abis kelasnya Pak Rio, gue mau nyusul suami ke kantor." Ah! Pikiran suci Mega, sekarang telah mulai tercemar oleh pria ganteng yang berlabel suami itu. Bahkan dia masih ingat kejadian tadi pagi, sebelum masuk waktu subuh Langit menginginkan lagi dan lagi, Mega bisa apa selain mengiyakan. Toh dia sendiri telah kecanduan juga, ingin selalu Langit berada di dalamnya.

Mega sudah sebulan pula meninggalkan celana belel andalannya, kini dia lebih suka memakai mini dress, kesan anggun melekat erat pada sosok Mega kali ini. Karna dia tidak akan memberikan celah pada pelakor yang berkeliaran bak nyamuk yang tidak memiliki aturan.

Memasuki area parkir, guna memarkirkan mobilnya. Sedikit membenahi riasan pada wajahnya, meski hanya sedikit sapuan bedak dan liptin, karna dia tidak menyukai dandanan menor seperti perempuan kebanyakan.

Saat melewati beberapa orang karyawan di perusahaan suaminya, Mega terus tersenyum membalas sapaan hormat mereka. Bahkan ada kebanyakan dari mereka menatap kagum sosok Mega, tatapan pria-pria di sana sangat sulit di artikan. Tapi Mega tau, mereka terpesona dengannya, sebab kedua kakaknya selalu mengucapkan hal yang sama.

'Adik gue yang cantik mempesona'
Saat keluar dari lift, di lantai 30 dimana ruangan Langit berada, dia menatap Andin dengan tatapan sinis. Lihat saja, dandanannya yang seperti ah, Mega tak menyukai cara berpakaian sekertaris suaminya itu.

'Kenapa si Om gak negur perempuan gatel itu sih?' Mega cemberut sambil lalu menuju ruangan Langit. Wajah muram itu langsung tertangkap oleh netra Langit.

"Ada apa ini? Kenapa Nyonya  Mahardika cemberut seperti itu? Hmmt." Menutup laptopnya dan berjalan menuju sofa, tempat Mega menyandarkan tubuhnya. Dipindainya wajah sang istri secara intens, setelah turut mengambil tempat duduk sedekat mungkin pada Mega. "Katakan ada apa?" Diulangi lagi setelah, pertanyaannya tadi tidak mendapat jawaban.

"Kenapa Om gak negur perempuan itu? Hah! Om jahat. Huhhhuhh tangis itu lagi, yang kontan membuat Langit kelabakan. Perempuan mana? Bahkan dirinya tak tau, sama sekali tidak mengerti apa yang istrinya maksudkan.

"Perempuan yang mana sih? Om gak tau." Masih dengan raut yang nampak bingung, tidak mengerti apa yang terjadi dengan istri kecilnya itu.

"Si Andin, dia sengaja mau menggoda Om, dia jahat Om!" Mega terus berbicara meluapkan emosinya.

Kini Langit mengerti ke arah mana pembicaraan ini. "Dia sudah berulang kali Om tegur, supaya mengubah cara berpakaiannya. Tetapi dia abai dengan teguran om." Langit mendesah pasrah.

"Om itu boss di sini, mereka yang harus mendengar ucapan Om, bukan Om yang mendengar ucapan mereka!" Mega masih terus berbicara dengan air mata yang tumpah tanpa diminta.

Dipeluknya Mega dan menenggelamkan pada dada bidangnya, dia berujar dalam hati akan segera membereskan masalah ini. Dia tidak ingin Mega berpikirsn yang tidak-tidak tentangnya. Berjalan menuju meja kerjanya dan menekan intercom, "Andin, sekarang juga masuk ke tuangan saya!"

Hanya selang beberapa detik setelah titahnya pada sang sekertaris, suara pintu dibuka dan langkah kaki mendekat ke arah Langit. "Mulai detik ini juga, segera benahi penampilan kamu, atau saya pecat secara tidak hormat!" Perintah Langit pada Andin, tanpa menoleh sedikitpun.

"Ta-tapi pak." Langit mengangkat tangannya ke atas, tanda tidak ingin dibantah. Saat itu juga senyum manis secerah mentari kembali menghiasi wajah cantik Mega. Langit tidak menginginkan yang lain, dia hanya ingin rumah tangganya bersama Mega, terus harmonis, tanpa ada yang mngusiknya.

Setelah mengunci ruangan dengan menekan remot, Langit segera menghampiri sang istri dan mengecup bibir penuh itu. Yang semula hanya sekedar ciuman biasa hingga berlanjut sampai ke hal yang iya-iya. Mungkin bagi mereka, dunia hanya milik berdua. Demi menjalankan ritual tersebut, Langit menitahkan orang kepercayaannya untuk memimpin rapat dengan semua anak perusahaan, yang sudah dijadwalkan dari beberapa minggu yang lalu.

Setelah usai, mereka memutuskan untuk makan siang yang telah terlewat dua jam yang lalu. Langit, kini dia merasa, hidupnya telah jauh lebih bahagia, setelah cobaan beruntun yang menghadangnya.

"Om, Mega mau ngelus kumis sama perutnya Pak Rudi(Pak Rudi adalah sopir perusahaan).

Uhhukk uhhukk!

"Apa maksud kamu sayang?" Langit tersedak dan akhirnya mendelik ngeri mendengar ucapan Mega.

Tbc.
❤❤❤

Dikit gapapa ye, yang penting up. Betul kan?

See you semuah😘😘

Mega Dahlia Raditama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mega Dahlia Raditama

Erlan Langit Mahardika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Erlan Langit Mahardika

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang