bagian 7

1.8K 57 1
                                    

Byurrrr

"Siapa lo? Berani-beraninya nyiram gue!" Teriak Lena marah.

"Lo gak perlu tanya gue siapa, yang jelas gue bukan perempuan murah kaya lo." Ujar Mega menggeram menahan marah.

"Mimi! Lo urus betina brengsek itu, gue mau bawa dia." Membimbing Langit berjalan menuju mobilnya, dan terpaksa meninggalkan Mimi yang mengurus Lena. Dia yakin Mimi mampu menangani wanita itu.

Langit yang sedari tadi berusaha menempel pada Mega, tapi Mega menepis dengan satu tangannya yang bebas dari setir kemudi. Dia harus berpikir jernih, kemana dan bagaimana cara mentralisir obat perangsang. Meraih gawai dalam tasnya, Mega merasa perlu untuk kali ini melibatkan bang Vino kakak pertamanya.

"Hallo bang, gue butuh bantuan lo sekarang juga!"

[.........]

"Kemana?"

[...........]

"Ok,"

klik.

"Aduh berat banget sih om! Dosanya banyak ya?" Memaksa Langit turun dari mobilnya, sementara yang dipaksa justru sibuk mencoba meraba bahkan mencium Mega tanpa ampun.

"Dasar om mesum! Bilangnya aja gak mau nikah sama Mega, liatlah apa yang om lskukan ini!" Terus mendumal meski orang yang dimaksud tak menyadarinya, tapi setidaknya dia bisa mengeluarkan unek-unek yang berjubal dalam hatinya.

Sesampainya di dalam apartemen miliknya, dia kembali mendengus saat abangnya itu belum juga datang.
Niat hati ingin mendorong Langit ke sofa, justru dia ikut di tarik Langit, hingga jatuh kepangkuan pria itu. Mati-matian menahan debar yang menggila dalam dadanya, dia harus tetap waras, saat menghadapi kondisi seperti ini. Memang benar dia mencintai om mesum ini, tapi tidak benar juga kalau dia harus memanfaatkan ketidak berdayaannya, sungguh itu bukan sifatnya sama sekali.

Langit mencoba membuka kemeja Mega, saat pintu apartemennya terbuka. Ya, Vino datang bersama beberapa orang dokter yang ingin membantu Langit. Kondisi Mega yang sudah sangat berantakan, ditambah lagi, ya Tuhan leher Mega yang terdapat tanda kissmark di sana. Kemeja bagian atas yang beberapa kancingnya sudah lepas karna paksaan dari Langit. Vino menggeleng sekilas pada Mega, dan menatap penuh tanya kala netranya melihat siapa lelaki yang hendak ditolongnya itu.

"Setelah ini dia akan tertidur, beberapa jam. Kemudian kondisinya bisa normal kembali, untung saja kita bisa cepat sampai di sini, kalau tidak dia bisa menghancurkan adikmu dalam sekejap. Efek obat itu sangatlah keras, sebab yang diberikan padanya merupakan dosis tinggi.

"Jadi benar dugaanku!"

Mengingat obrolan mereka sore tadi, tangannya mengepal kuat, seakan ingin menghancurkan apapun yang berada di sisinya.

"Dek, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa kenal sama Erlan?" Setelah memindahkan sahabatnya itu dikamar, Vino kembali mendudukkan bokongnya di samping Mega. Kini dirinya penasaran dengan kejadian sebenarnya.

"Ega cinta sama Om Erlan Bang." Menundukkan kepala, karna rasa takut akan kemarahan Vino padanya. Namun, segera mendongak karna tak mungkin baginya berbohong pada  kakaknya itu.

"Abang kenal sama Om Erlan?" Sorot matanya tajam menghunus manik cokelat milik sang kakak.

"Dia sahabat Abang Dek, sebenarnya abang berniat menjodohkanmu dengannya." Meraih tangan adiknya dan menggenggamnya kembali berujar. "Tapi ternyata kalian sudah saling kenal, Abang tenang sekarang."

"Tadi dia sedang ada di restoran Cempaka Bang, Ega persis di meja deket mereka. Saat Om Erlan ke toilet, perempuan itu memasukkan sesuatu ke minuman si Om. Habis Om Erlan meminumnya,  beberapa saat Om Erlan kaya orang kegerahan, terus natap perempuan itu penuh minat." Meraih tissue dan menghapus air matanya yang sudah meleleh, Mega kembali melanjutkan . " Ega gak suka cara liciknya! Ega gak mau kalah karna dicurangi!"

Hening.

"Kalau kamu beneran cinta sama dia, sebenarnya kamu bisa dengan mudah ngedapetin dia Dek." Menatap adeknya dan mencoba meraba perasaan adek bungsunya itu.

"Apa abang pikir Ega mau ngedapetin cowok dengan cara murah kayak gitu? Abang nggak malu seandainya Ega memanfaatkan ketidak berdayaan Om Erlan?" Menarik napas dalam, dan mencoba melonggarkan rasa sesak yang menghimpit dadanya, dengan pasokan oksigen. Dia heran dengan cara pemikiran Abamgnya itu.

"Bukan begitu maksud Abang, cuma biasanya, kebanyakan orang yang berada dalam posisimu sekarang ini,  mereka akan memanfaatkan situasi.

Diam dan menelaah apa yang abangnya ucapkan, dia membenarkan. Seandainya tadi dia menolak tawaran Mimi untuk datang merayakan kelunasan hutangnya, mungkin kesempatan menjadi Nyonya Mahardika bisa tertutup begitu saja.

"Abang setuju kalo Ega nikah muda?" Menggeser duduknya dan menghadap pada Vino. "Dia duda beranak dua Bang, mami papi gak akan setuju." Ah, Mega kembali galau saat membayangkan penolakan kedua orang tuanya.

"Abang tau semua tentang Erlan, juga mendiang istrinya. Abang yakin, dengan Erlan. Soal mami papi biar itu menjadi urusan Abang."

Senyum secerah mentari terbit dari bibir tipis Mega, dan memeluk abangnya. Memang abangnya yang ini selalu bisa diandalkan."

Subuh itu Langit terbangun, dirinya mengernyit heran di mana dia tidur. Melihat ke sekeliling yang ternyata memang bukan kamarnya, segera di sibakkan selimut dan ternyata pakaiannya masih utuh. Langit bisa bernapas lega, apa yang dipikirkannya? Tidur dengan wanita gila itu? Bergidik ngeri saat membayangkan jika itu benar-benar terjadi. Turun dari ranjang dan segera menuju kamar mandi, setelahnya menjalankan kewajiban dua raka'at.

Dia ingat betul, ini apartemen milik Vino, bahkan dulu tiap malam minggu saat masih sama-sama lajang sering berkumpul di sini hingga pagi.
'Apa Vino yang membawaku kemari? Bagaimana bisa?' Benaknya masih bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saat keluar kamar, matanya terbelalak kala mendapati babysitter anaknya tidur di sofa depan tv milik Vino.

"Bangun kamu!"

Mega dalam tidurnya seoalah mendengar suara malaikat Munkar dan Nakir bertanya. Badannya bergetar, keringat dingin bercucuran, ah dia bahkan belum sempat pecah perawan. Haruskah mati dalam kradaan yang begitu menyedihkan.. seharusnya dia kemaren segera minta kawin saja pada Om Erlan. Dia menangis saat mendengar suara yang begitu kerasnya, seolah barang yang begitu besar terjatuh dari langit. 'Ya Tuhan, di alam kubur ada hujan juga rupanya. Mega harus bagaimana?' Batinnya bertanya ditengah ketakutan yang menderanya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

'Wait! Itu suara manusia? Jadi dia masih hidup?' Membuka matanya perlahan, dan terlonjak kaget saat melihat tatapan membunuh dari seorang Erlan.

"Mega kira Om ini malaikat di kuburan." Cicit Mega saat mendapati tatapan tajam Langit untuknya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Ini apartemen teman saya, bagaimana saya dan kamu berada di sini?" Berondongan pertanyaan yang tertuju pada Mega, sementara Mega hanya mampu menelan ludah, bingung harus menjawab bagaimana.
"Apa kamu wanita panggilan? Kenapa wujud kamu seperti itu?"

Menyadari ke arah mana pandangan Langit padanya, Mega segera menutupi lehernya dan diam sejenak sebelum bersiap menjawab pertanyaan Langit.

"I-ini ulah Om Erlan, semalam Om Erlan begitu ganas." Berpikir sejenak karna menurutnya ucapannya sedikit salah dan  dia bingung harus memulai dari mana.

"Apa?"

Tbc.

❤❤❤

Tolong kasih masukan ya, kalau mungkin ada yang melenceng. Komen juga like kalian yang menyemangatikuh.  See you 😘😘


Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang