bagian 5

2K 62 1
                                    

Berdiri tepat di depan mulut harimau mungkin lebih menyenangkan, daripada harus berada dalam posisi seperti ini. Kembali membalikkan separuh badannya, Mega kembali beeucap pada rombongan ibu-ibu itu. "Suami saya lagi ngambek bu, jadi ya begini karna semalem gak saya kasih jatah." Ah sudah terlanjur basah ini, sekalian aja nyemplung, batinnya memberi semangat.

"Apa ini?" Suara itu, mirip sekali dengan desisan ular, menghembuskan napas perlahan sambil menenangkan perasaan yang campur aduk. Dia harus bisa terlihat setenang mungkin, jangan sampe rasa gugup itu terlihat oleh mereka, harga dirinya yang menjulang tinggi bisa anjlok seketika, jika itu sampai terjadi.

"Saya bisa jelaskan om." Suaranya lebih mirip cicitan daripada bisikan.
"Tapi tolong jangan hancurkan harga diri saya di depan mereka." Lanjutnya lagi. Menuju kafe di seberang sekolah, demi percakapan mereka tidak di dengar oleh ibu-ibu kepo sok tahu itu.

"Saya ke sini cuma mau menyerahkan ini, karna selama jam kerja kamu tanggung jawab saya. Jadi, jangan ada kasus pengasuh anak saya mati kelaparan selama jam kerja."

'Astaga ini orang ngomongnya asal banget sih!' Melongo tak percaya rasanya, 'Cogan modelan dia begini ngomongnya asal. Tapi dia bawain makanan, mungkin aja dia masih malu kali mau ngomong langsung ke gue. 'Manggut-manggut membenarkan apa yang melintas di benaknya, senyum mengembang melengkapi dunia fantasinya.

"Saya tau, kenapa om bawain makanan, pasti karna om naksir ya sama saya? Demi menutupi rasa gengsi om ngomong sarkas begitu? Ayolah om, gak usah malu, Mega siap kok jadi ibu dari anak-anak om, Mega jamin deh, om gak bakalan nyesel punya istri cantik jelita macam Mega begini." Penuh rasa percaya diri yang menjulang tinggi, Mega yakin akan apa yang dipikirkan memanglah benar.

"Saya tidak berminat sama bocah modelan kamu begitu." Dan kini Mega paham, anak-anak Tirex itu mempunyai sifat judes, yang tentunya menurun dari bapaknya.

"Saya bisa buktiin tidak akan ada yang mampu menolak pesona seorang Mega Dahlia." Menyeruput minuman yang dipesannya karena dirasa tenggorokannya sudah sangat kering akibat terlalu banyak bicara.

"Om gak takut, dianggurin lama-lama nanti keterusan lemes loh." Sesegera mungkin membekap mulut sendiri, sebab dirinya pun heran mulut lancangnya ini masih saja gak ada remnya. Dirasa ini bukanlah dirinya sekali, seandainya ada pintu ajaib Doraemon, ingin dipinjamnya untuk segera lenyap dari sosok sempurna, yang mampu merontokkan harga diri Mega, layaknya ketombe di rambut yang berhari-hari tak menyentuh air.

Mengerjapkan mata berkali-kali, Langit seakan tak percaya apa yang diucapkan babysitter anaknya itu terlampau berani. "Sepertinya saya salah mempekerjakan seseorang untuk mengasuh anak saya." Menghembuskan napas panjang dan sedikit memijit pangkal hidungnya, dia bingung bagaimana bisa dirinya memilih pekerja yang seperti itu. Akan jadi apa kedua kesayangannya itu jika diasuh gadis bar-bar modelan Mega begini.

"Ya emang salah om, harusnya om itu jadikan Mega istri, bukannya pengasuh." Mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali dan meraih jemari Langit, tapi belum sempat digenggamnya sudah keburu ditepis yang empunya.

"Sebaiknya saya pergi, saya hanya buang-buang waktu saja disini. Saya ingatkan satu hal, urusan kita belum selesai!" Segera berlalu meninggalkan Mega yang masih asik meminum jus pesanannya.

Setelah memeriksa berkas-berkas yang diantar oleh Andin, Langit tercenung memikirkan gadis bar-bar yang baru dua hari ini dikenalnya dan lebih parahnya menjadi pekerjanya. Ya Tuhan, mungkin mulai saat ini dirinya harus banyak-banyak menahan sabar. Mendongakkan kepala saat terdengar pintu ruangannya terbuka, Langit meletakkan gawai yang sedari tadi dupegangnya.

'Sial!' Umpatnya.
"Erlan, aku ingin makan siang bersamamu." Nada yang dibuat manja oleh seseorang yang berprofesi sebagai dokter, terasa lebih menggelikan saat terdengar di tenlinga Langit.

"Aku sudah makan siang." Rasanya ingin melempar wajah wanita tak tau malu itu dengan laptop di depannya. Tak ingin menyerah dengan penolakan Langit, Lena berusaha mendekat dan duduk di pangkuan Langit. Namun, naas sebelum pantatnya benar-benar mendarat di pangkuan Langit, pria itu langsung mendorongnya, hingga Lena tersungkur begitu saja.

"Aku bisa melaporkanmu pada polisi, atas tuduhan penganiayaan!" Jerit Lena disertai murka.

"Saya tidak peduli."

"Kenapa kamu nggak mau nikah sama aku Er? Apa kurangku? Hah!"

"Kurangmu banyak sekali Len, terutama kamulah penyebab kematian istriku, kamulah yang memfitnah dia, sehingga aku mengusirnya dari rumah!" Wajah merah padam, yang menandakan murkanya begitu tak terbendung, hingga gebrakan meja akibat ulah tangannya yang mampu membuat seorang Lena kabur begitu saja.

Dua minggu sudah, Mega bekerja di rumah Langit. Dua minggu itu pula, dia mereka tak bertegur sapa, semua karna sikap dingin dan raut tak bersahabat yang Langit tampilkan. Mungkin ini penyebab sejak Lena menghampirinya di kantor. Namun, dalam  dua minggu ini Mega sudah bisa menaklukkan hati majikan kecilnya.

Mega yang hanya memendam rasa dalam diam, cukup bahagia saat bisa sekedar memandang wajah maskulin milik pria itu. Karna meskipun dia mengejar, mungkin yang nampak di depan mata Langit, sosok Mega cuma kalangan bawah yang berprofesi layaknya pembantu. Ingin rasanya cepat-cepat membantu pelunasan hutangya si Mimi, biar di bisa mengumumkan siapa dia sebenarnya.

"Te, dipanggil oma tuh!" Beranjak segera dari duduknya yang nyaman, kala Awan memberitahunya bahwa calon mertua memanggilnya, ah Mega memang mengharap seperti itu bukan?

Saat dirinya keluar dari kamar, justru malah bertatap muka dengan Langit. Secepat kilat menyambar, secepat itu pula Langit membuang muka. Apakah dirinya sebegitu menjijikkan bagi Langit? Rasanya tidak mungkin, mami papinya juga kedua kakaknya saja selalu bilang bahwa Mega cantik jelita. Jadi kalau om Erlan tidak menganggapnya cantik, bisa jadi pria itu rabun. Bergidik ngeri membayangkan suatu saat bursuamikan rabun begitu, Mega melanjutkan tujuannya menemui kanjeng nyonya.

"Bantu saya masak, karna akan ada teman Erlan yang akan berkunjung kemari." Baik bu, siap laksanakan. Tapi.. siapa bu yang ingin berkunjung? Teman cewek apa cowok?" Tanyanya penasaran, rasanya tak rela saja kalau om Erlan membawa teman cewek ke rumah, bisa-bisa lowongan buat jadi pendamping semakin menyempit, huh Mega tak terima jika itu terjadi.

"Saya nggak mau om Erlan deket-deket sama cewek!" Eh apa ini? Ada dengan mulut ini? Astaga mulut ini sudah dengan lancangnya yang membuat dirinya malu, padahal kejadian yang waktu itu saja masih berdampak sampai sekarang. Apa jadinya jika kanjeng nyonya tau hal ini. Pucat dan terdiam. Hanya itu yang nampak pada sosok Mega kali ini. Sejatinya dia benar-benar tak siap jika harus kehilangan pekerjaan dan itu artinya tak ada kesrmpatan bertemu  om Erlan lagi.

"Kamu suka sama Erlan?"

Tbc.

❤❤❤

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang