bagian 12

1.6K 56 1
                                    

Setelah Mega mengamuknya, hingga dia terjatuh dari ranjang, bukan marah yang dirasakan Langit. Justru dia sangat bahagia, dengan kenyataan kalau gadis bodoh itu ternyata masih sangat mencintainya. Langit memang pantas dong untuk menyombongkan diri, siapa juga yang akan mampu menolak pesona seorang Langit? Meskipun di dunia ini banyak yang menggandrunginya, faktanya selama hidupnya ini hanya bisa terjamah oleh dua wanita.

Menoleh ke samping, dilihatnya Mega sudah terlelap dengan sendirinya. Mungkin dia kelelahan, setelah mengamuk Langit dengan membabi buta. 'Ah! Istri kecilnya itu memang menggemaskan, ya meskipun amukannya ngeri juga sih.' Langit bermonolog dalam hatinya, senyumnya terukir menawan, dia bahkan tidak pernah menyangka, bahwa Tuhan telah kembali menyiapkan jodoh spesial dari golongan yang tidak pernah Langit duga sebelumnya. Gadis yang sepuluh bulan lalu telah resmi menjadi istrinya. Istri yang setelah sepuluh bulan baru dijamahnya, takdir memang terkadang selucu itu.

Setelah menggeser tubuhnya supaya merapat pada Mega, Langit memeluk istri mungilnya dari belakang dengan penuh sayang. Mulai saat ini tak ingin dirinya melepaskan berlian indah ini lagi, perlahan mengecup kening istrinya dan kemudian ikut menenggelamkan diri pada selimut yang sama dengan Mega.

Derrrtt derttt derrttt
"Hallo mam!"

[.........]

"Iya mam, kami akan menginap di sini kurang lebih empat hari."

[.........]

"Kalo gak boleh diapa-apain gimana bisa numbuh cucu mam?"

[..........]

"Yaudah mama sementara ini yang ngurusin Awan sama Lintang, Langit akan bikinin mama cucu lagi. Sudahlah jangan ganggu dulu mam. Muachh!"

'Dasar si Mama, masa minta cucu banyak, tapi Mega nggak boleh diapa-apain yang bener saja?' Meletakkan gawainya diatas nakas, dia menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Langit benar-benar tak menyangka, setelah delapan tahun setengah, ternyata 'perabotnya' masih berfungsi dengan baik.

'Buka puasa yang mengagumkan'. Langit benar-benar seperti mimpi, yang tadinya dia mengira bahwa si kecil tidak akan lagi digunakan untuk semestinya, justru keindahan dan kenikmatan yang sempat menghilang kini dirasakan Langit kembali.

Setelah keluar dari kamar mandi, dan mengambil pakaian ganti, yang sudah benar-benar disiapkan oleh asistennya, dia perlahan membangunkan Mega.

"Sayang bangun, hey bangun." Rupanya Langit lupa, kalau istri kecilnya itu memang sangat susah untuk dibangunkan. Seperti mendapat ide jail, dia merundukkan kepalanya, dan mengecup bibir mungil Mega, serta sedikit melum**nya.

'Ah,Sial!' Karna justru kini Langit malah menginginkan hal yang lebih kepada Mega, jadilah bukan sekedar acara membangunkan istrinya. Karna sesuatu yang lain, seolah meronta dan tak pernah puas hingga kembali bangun dan mencari sangkarnya. Walau sebelumnya Mega dalam keadaan marah yang tak terkendali, seolah Langit adalah pawang yang tepat untuk Mega, hingga istrinya itu kembali pasrah dan kalah dengan amarahnya bahkan kenyataan, jika pria yang sedari semalam hingga sore ini menggaulinya merupakan suami orang. Mega sudah tidak lagi memperdulikan hal itu, dia ingin egois, egois pada dirinya sendiri, istrinya Langit dan suami Mega.

Setelah kembali membersihkan diri, mereka berdua benar-benar keluar mencari makan. Karna sudah hampir dua puluh jam mereka terkurung dalam kamar tanpa makan apapun, seolah rasa rindu, tidak lagi menginginkan asupan makanan.

"Om!"

"Hmmtt!"

"Kita mau makan di mana?"
Menoleh sebentar pada Mega, dan kembali fokus menyetir. "Terserah kamu saja."

"Tapi pinginnya mie ayam, apa Om mau? Nggak malu?" Karna dia menginginkan saat pertama kali mengajak Langit makan mie, dan tanpa di duganya, Langit saat itu menyetujui.

"Baiklah, kita ke sana sekarang." Saat ini yang Mega inginkan hanya kebersamaan dengan pria tua itu. Bahkan permintaan mie ayam pun sebenarnya hanyalah alasan, supaya kebersamaan itu tidak terlalu singkat.
"Kamu mau tau nggak, siapa istri om?" Menaikkan kedua alisnya Langit ingin memancing Mega untuk bertanya lebih padanya. Sementara yang ditanya hanya mendengus malas.
"Gak! Gak penting juga bagi Mega."

"Tapi dia sangat penting dan berarti bagi saya, dia hidup saya. Selain anak-anak saya." Tatapan elangnya menyorot tajam, seolah mampu menembus mata Mega. Seperti kata-katanya pun tak jauh berbeda, sangat menyakitkan. Mengapa disaat dirinya ingin berdua seperti ini, justru wanita lain yang dibicarakan.

"Terus kalo dia hidup Om, kenapa malah dengan gilanya Om nidurin Mega? Merawanin Mega!" Teriaknya marah, bahkan dia tidak menyadari banyak pasang mata yang kini memperhatikan mereka berdua.

"Diam kamu! Makanya dengerin dulu sampai  saya selesai ngomong!" Langit benar-benar malu, malu dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Rupanya kegilaan Mega masih saja melekat pada wanita itu. 'Untung saja cinta, kalau tidak, sudah kupastikan dia akan lebih malu dariku'! Mencoba menurunkan emosi yang sempat naik, dengan meminum es teh manis yang sudah diantar seorang pelayan di warung ini.

Mega yang sadar dengan emosi Langit, mencoba meraih jemari pria itu, meremasnya perlahan, bibirnya menggumamkan kata 'maaf'. Langit yang melihat itu, dia merasa bersalah dengan ucapannya.

Setelah mie mereka tandas, Langit segera mengemudikan mobilnya menuju jalan pulang ke rumah. "Om, ke-kenapa kita ke rumahmu?" Meremas ujung gaunnya karna gelisah, gelisah karna dia merasa tidak siap, jika saja nanti dia harus jambak-jambakan, atau bahkan dotong-dorongan dengan istri Om Langitnya.

"Kenapa, kamu tidak mau?" Tanpa menoleh pada Mega, Langit hanya fokus menyetir.

"Istri Om galak nggak?"

"Dia tidak hanya galak, tapi terkadang nyebelin, suka semaunya sendiri."  Mega mengembangkan senyum termanisnya, dia memahami ucapan Langit, jadi niat pria itu, akan memamerkan Mega pada istri sah. Ah, Mega sekarang udah beneran mirip pelakor, yang siap mendominasi suami orang. Meski di sudut hatinya sendiri ada yang ngilu, dia sendiri merupakan istri orang yang dengan teganya malah telah tidur dengan suami orang dan berusaha merusak kebahagiian mereka.

Begitu sampai di halaman rumah mewah Langit, jantung Mega benar-benar bertalu, bukan karna bahagia, tetapi karna takut dengan wanita yang menjadi istri dari pria yang dicintainya. Saat pikirannya terbang kemana-mana, Langit dengan tanpa aba-aba sudah menggendongnya  menuju lantai atas, yang Mega tahu, ini adalah kamar pria itu.

Tanpa perasaan Langit melempar Mega pada ranjang king sizenya, dan merangkak naik keatasnya, sambil berbisik penuh kelembutan. "Kamulah istriku." Untuk kesekian kalinya mereka menuntaskan yang seharusnya terjadi sejak sepuluh bulan lalu.

Tbc.
❤❤❤

Nb: Maaf ya, ini partnya pendek, lagi kurang enak badan. Mungkin mulai saat ini Upnya dua hari sekali, karna aku bikin episodnya gak akan sepanjang episode 'Tarsanjang' dulu. Paling-paling cuma sampe part 20 an mungkin. 😁😁

Om Duda Aku Padamu (Langit Mega)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang